Bisakah Sidang di Mahkamah Konstitusi Menemukan Jenis Kebenaran Baru [5]
Kompas.com - 22/05/2019, 06:57 WIB; dengan judul "Jimly: Gugatan ke MK Bukan Hanya soal Menang atau Kalah", Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, mengatakan, gugatan sengketa hasil Pilpres 2019 bukan hanya menyangkut ketidakadilan siapa yang menang dan kalah dalam pemilu. Pengajuan gugatan ke MK juga upaya pembuktian hukum terhadap adanya dugaan kecurangan.
["Forum sidang MK ini penting sekali, bukan sekadar soal menang dan kalah]. Forum MK itu kita harapkan berhasil memindahkan kekecewaan dari jalanan ke ruangan sidang. Jadi lebih baik kita berdebat di forum sidang MK," kata Jimly, seusai menghadiri acara Buka Puasa Wapres Jusuf Kalla Bersama Majelis Pengurus Pusat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) di Istana Wapres Jakarta, Selasa malam (21/5).
Pada tulisan ke [5] ini saya membahas dan ingin membuat diskursus tentang pertanyaan  Bisakah Sidang di Mahkamah Konstitusi Menemukan Jenis Kebenaran Baru. Rangkaian tulisan saya di Kompasiana  [1,2,3,4 ] sebelumnya adalah rangkaian pemikiran yang bersambung menyambung sebagai suatu benang merah dalam upaya mencari dan mendefinisikan apakah Bisakah Sidang di Mahkamah Konstitusi Menemukan Jenis Kebenaran Baru.
Gagasan [9] saya menggunakan pendekatan Filsafat Sejarah [Philosophy of History]; dan [2] pendekatan interprestasi hermeneutika; [3] pendekatan seni memahami; untuk  mencari Jenis Kebenaran Baru dengan menggunakan peristiwa yang sudah terjadi [past event].  Â
Logikanya adalah pemilu sudah dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019 secara serentak di seluruh Indonesia; tanggal  21 Mei 2019 \Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil rekapitulasi nasional, dengan rincian Menurut hasil rekapitulasi KPU, jumlah perolehan suara Jokowi-Ma'ruf mencapai 85.607.362 atau 55,50 persen suara. Sementara perolehan suara Prabowo-Sandi sebanyak 68.650.239 atau 44,50 persen suara.
Pengajuan gugatan hasil Pilpres Kubu 02 Jumat (24/5/2019) pukul 24.00 WIB. Sidang awal  tanggal 14 Juni 2019; dimana  MK menggelar sidang perdana. MK  memutuskan lanjut atau tidaknya sengketa ke tahapan persidangan dengan mempertimbangkan permohonan beserta barang bukti yang diajukan.  Dan hasil akhir adalah tanggal 28 Juni 2019 MK membacakan putusan akhir finalitas  sengketa Pilpres;
Dengan memperhatikan proses waktu, maka sebenarnya sidang MK adalah upaya pembuktian berupa alat bukti dan barang bukti masa lalu [data historis atau data sejarah]  sudah terjadi pada  pelaksanan pemilu 17 April 2019 secara serentak di seluruh Indonesia.Â
Sidang MK yang Agung dan Mulya itu adalah menguji dan melakukan rekonstruksi atau reka ulang masa lalu [dari epsiteme filsafat sejarah] atau past event. Atau mencari kebenaran sejarah itulah esensi umum pada  sidang dilaksanakan di MK yang terhormat .
Pertanyaannya apakah mungkin menemukan kebenaran pada peristiwa masa lalu sudah terjadi atau apakah mungkin memutar ulang peristiwa sejarah 17 April 2019 pada sidang di MK menjadi sama dengan kondisi itu padahal waktunya sudah terjadi; atau  pertanyaan umumnya adalah bagaimana memahami kebeneran pada manusia  sebagai "produk sejarah" atau kemampuan fakultas akal budi apa sehingga data masa lalu itu bisa dihadirkan secara valid sama dengan kekinian;
Sekali lagi saya ulangi sampai ke 4 kalinya. Tidak mudah mencari pendasaran fakultas akal budi, atau ibarat memasukkan seekor unta dalam lubang jarum apalagi jika tidak diperlukan persiapan matang teliti, berjenjang, dan uji data berulang-ulang untuk mencari konsistensi bahwa fakta sejarah [data] pemilu 2019; benar telah terjadi tidak jujur, dan tidak adil.Â