Jadi perjalanan Bapak Presiden ke Kalteng hari ini mirip dengan metafora pada Bangun Candi Sapto Argo", dan "pusaka Jamus Kalimasadab atau Pusaka Kalimantara". Maka ada rekonsiliasi antara Prabu Kalimantara (Kalimantan] menjadi pusat  Kerajaan Nusahantara atau ibu Kota NKRI atau Kalimantara berubah reposisi dan reinkarnasi  bernama "Jamus Kalimasada" sebagai pertanda yang ada dalam kebatian.
Artinya {Jamus Kalimasada" atau Kalimantan} menempati peringkat utama dalam membangun istana. Tentu saja membangun istana di Kalimantan Tengah khususnya tidak mudah dan memiliki risiko tinggi, dan saya memiliki pemahaman  [mohon maaf] bahwa prasyarat itu belum lengkap dimiliki oleh para punggawa Negara ini.
Apakah mungkin keputusan akhir {Jamus Kalimasada" atau Kalimantan] menjadi ibu Kota NKRI maka suka atau tidak suka harus ada kepastian pada kesadaran Heart of Borneo (HoB) Puncak Kesadaran Roh Mental [Geist] di Kalimantan Alam Purwo dan Alam Wasono di Gunung Muller, dan Schwaner [Gunung Lumut] sebagai lima [Kalima dari kata Kalimasada] tempuran wangsa air  [Geist] di Kalimantan.
Kelima wangsa air itu dapat dilakukan tafsir Hermeneutika adalah yaitu  pada sungai Kapuas [1.178 Km] Kalbar Kalteng, dan sungai  Mahakam [920Km] Kaltim, Sungai Barito [890km] Kalteng, dan Sungai Martapura [600 km] Kalsel, dan Sungai Kayan [576 km] Kalimantan Utara. Â
Maka pada leluhur manusia  Dayak dan Hiyang Kaharingan di antar sebagai [lewu tatau] atau kampung adiau [Liau]  diantar kepada Gunung Muller, dan Schwaner  [Gunung Lumut] dikuasai dalam metafora burung Enggang atau Panglima Burung Tertinggi penguasa wangsa Tanah Air Kalimantara.
Dan saya bertanya apakah restu Kalimantara sudah atau belum dimemiliki dan dikuasi secara tepat pada hari ini.  Atau pertanyaannya metafisika adalah apakah  "Bangun Candi Sapto Argo", dan "pusaka Jamus Kalimasada  atau Pusaka Kalimantara" sampai hari ini sudah dipenuhi prasyaratnya untuk menjadikan  pendasaran bagi keputusan Ibu Kota NKRI .
Atau pertanyaan paling minimal adalah apakah secara metafisika sudah ada rekonsiliasi [geist] antara perjanjian Tombang Anoi, Kristian Simbar, dan Tjilik Riwut.
Saya berharap bau hidung (wangsa Idung] ada yang bisa mengubah bau tidak baik ini segara berubah menjadi wangi pohon gaharu Kalimantara symbol restu di bukit Nyuling hari ini bisa terwujud. #bersambung#
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H