Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tinjauan Pustaka sebagai Knowledge

29 Maret 2019   14:00 Diperbarui: 29 Maret 2019   14:15 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bernalar atau berpikir merupakan titik pangkal awal dalam mengkaji ilmu, sejak zaman Yunani Kuno  Socrates, Platon,  Arsitoteles, mengembangkan cara berpikir dengan SILLOGISME yaitu dengan mengembangkan logika deduktif  berupa premis mayor, premis minor dan simpulan yang bersifat non empirikal. Dalam pengoptimalisasi knowing diperlukan dua aspek yaitu : (1) Creativity (keingin tahuan) , dan (2) Curriousity (penciptaan ide-ide baru untuk mengembangkan ide-ide baru tersebut).

Dalam bernalar ada dua aspek yaitu  nomena hanya mampu dipikir secara persepsi/tidak  dapat diindera/kontemplasi); phenomena (dapat diindera/dipersepsikan, menggunakan indera) Bernalar bisanya menggunakan logika  (dunia adalah ciptaan rasio & rasa), dalam aspek ilmu matematika  (bersifat deduksi) merupakan kumpulan analisis logika. Logika  dua titik disebut garis ; tiga  titik disebut bidang; empat  titik disebut sudut.

Tinjuan Pustaka Sebagai Knowledge

Knowledge merupakan perpaduan  antara rasionalisme dan empirikme atau perpaduan antara logika (apriori/non sensual) dan matematika (deduksi/normatif) atau disebut  deducto hypothetico. Kedua konsep ini disebut DUALISME (deducto hypothetico-empirico verification disebut  Scientific method. Knowledge berhubungan dengan kepercayaan tentang dunia external tentang pertalian dengan ingatan; dalam konteks fungsi sains, knowledge berada pada tatanan aspek epistimologinya. Cara mendapat knowledge diperoleh melalui rasionalisme, pengalaman, empirikme, intuisi, wahyu. Knowlegde adalah aspek anatomi ilmu terdiri fenomena, konsep, konstruk, definisi, proposisi, fakta, teori.

Tinjauan Pustaka sebagai Teori

Descartes mengidentifikasikan dua elemen metode ilmiah yakni : (a) elemen empirik, menggunakan pengamatan dan panca indera; (b) elemen rasional, menggunakan matematika dan pemikiran  deduktif. Keberhasilan metode pengamatan melebihi  pemikiran, teori dan sistem. Teori  merupakan : (a) metode keraguan (teori pengetahuan) yaitu menggunakan  keraguan secara metodologis  untuk  mencapai pengetahuan sejati; (b) teori pengetahuan ide yang merujuk kepada tiga ciri utama yakni dari mana datangnya, realitas apa yang ada didalamnya, dan merujuk ke mana.

Teori dengan hipotesis tidak berbeda secara prinsip kedua-duanya  merupakan  dasar  ramalan  untuk mengantisipasi  jawaban terhadap  masalah yang digarap. Karena sifatnya masih sementara dan tentatif sehingga  mempunyai implikasi untuk diuji  lebih kebenaran ilmiahnya. Perbedaan antara teori dengan hipotesis  terletak pada bentuk perumusannya pernyataannya.

Teori lebih bersifat deskriptif  dan eksplanatoris; sedangkan hipotesis  lebih ringkas, sederhana, kongkrit, dan eksplisit.  Teori  merupakan proposisi yang dielaborasikan lebih lanjut  sampai diketahui mekanisme hubungan  antara hal-hal yang bersangkutan hingga terwujud konsep hubungan yang kongkrit yang bersifat deskriptif (menggambarkan) dan menjelaskan (eksplanatoris).

Teori yang pernah diuji kebenaran ilmiahnya merupakan sumbangan baru bagi  perkembangan ilmu yang bersangkutan, berupa tambahan teori baru. Teori baru disebut premis. Serangkaian premis yang tersedia dan masing-masing telah teruji kebenarannya, merupakan  sumber untuk menyusun deduksi hipotesis.

Teori  merupakan suatu abstraksi (penjelasan)  intelektual di mana pendekatan secara  rasional digabungkan  dengan pengalaman empirik  yang  diawali dengan fakta dan diakhiri dengan fakta nyata.  Artinya  teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional  yang berkesesuaian  dengan objek   yang dijelaskannya.  

Dua syarat teori ilmiah yakni : (1)  harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan  tidak terjadinya kontradiksi  dalam keilmuaan secara keseluruhan (teori koherensi), dan (2) harus  dengan fakta empirik  sebab teori yang bagaimanapun konsistennya sekiranya tidak didukung fakta empirik  tidak dapat diterima sebagai suatu teori atau hipotesis didukung oleh fakta empirik (teori korespondensi). Jadi teori adalah metode ilmiah yang merupakan gabungan antara teori koherensi (berpikir deduktif atau logika matematika) dan korespondensi (berpikir induktif/positif atau logika statistika)  atau disebut logico hypothetico verifikatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun