Aku, Kompasiana, dan Filsafat
Mengapa masih ada yang membaca tulisan tema filsafat di Kompasiana. Saya pernah berharap  tulisan saya tidak ada yang membaca. Tapi itu tidak mungkin karena semua tulisan di Kompasiana bukan cuma saya pasti ada segmentasinya masing-masing.
 Kalaupun tidak memiliki pasar atau segmentasi pembeli juga tidak perlu kwatir kata teman saya hidup adalah mewakafkan diri, jadi iklas aja juga tak apa-apa asal niat ibadah, itu juga pendapat teman saya;
Yang jelas kata teman saya semua tulisan di Kompasiana atau artikel yang ditulis mulai pada tanda titik, koma, kata sampai kalimat pasti ada yang membaca dan menganalisis tulisan. Dan sekaligus mendata diri penulisnya masing-masing. Namanya atau lembaganya pun tidak saya sebutkan. Admin Kompasiana pasti tahu dan paham.
Atau juga ingin mengejar status warna warni hijau, merah, kuning biru atau. Atau status mulai terhina Debutan, sampai pujian Maestro (dari Bahasa Italia artinya tuan atau pemimpin dan dari Bahasa Latin magister) itu juga tidak usah, semua tulisan di kompasiana pasti ada peminat pembacanya. Apalagi berharap dipromo tuan-tuan admin Kompasiana, menjadi artikel utama, Â nilai tertinggi, terpopuler, atau feature article, Â juga jauh tidak penting, apalah arti sebuah nama atau status.
 Kendak motivasi seperti diatas adalah kehendak berbahaya dan bisa menipu demikian pesan Plato atau Platon, Nietzsche,  Schopenhauer dan seterusnya. Aristotle memberikan saran, ciptakan prestasi, maka engkau akan bernama, jadi jangan cari nama tanpa prestasi. Lagi pula tiap manusia punya bakat masing-masing, maka santai saja lah.
Dan dua hubungan ini menimbulkan diktotomi subjek objek. Saling berkorelasi, saling memiliki keeratan kaitan dan hubungan. Sedangkan kata "filsafat" juga banyak makna dan arti tergantug world viewnya masing-masing. Â Maka asumsikan saja "filsafat" disini adalah materi (isi) gagasan yang ditulis, kemudian ditayangkan di media bernama Kompasiana.
Kedua, bagi saya Kompasiana bisa juga penting, bisa juga netral bisa juga tidak penting tergantung sudut pandangnya. Saya juga rasa Kompasiana demikian juga menilai saya mungkin salah kamar dalam memuat artikel. Atas nama kebudayaan dan sopan santun saya pakai saja Kompasiana penting. Lalu alasannya apa. Saya juga kurang paham. Lagi-lagi saya buat asumsi saja. Pertama artikel Filsafat atau Theoria, atau Episteme dipakai dalam bahan kuliah, skripsi, tesis, disertasi, sampai goyonan saya dengan mahasiswa atau saya pakai sebagai bahan "Diskursus" ilmu: logika, retorika, dialektika. Jadi semua tulisan memiliki impact yang baik, dan berguna.
 Atau biar lebih rohani sedikit Kompasiana sudah mewujudkan demi visi misi "Ad Maiorem Dei Gloriam", sebuah kalimat dalam bahasa Latin, artinya adalah: "Untuk Keagungan Tuhan Yang Lebih Besar. Dan pada perjumpaan  dengan kalimat ini saya mengucapkan terima kasih kepada "Kompasiana". Jasamu tidak bisa digantikan sebagai media yang berguna bagi umat manusia.
Jadi Independensi Auditor tidak bergantung pada kebijakan dan peraturan yang ada di dalam organisasi tersebut. Independensi = Mandiri. Independensi auditor dikaitkan dengan pemikiran Tibor Richard Machann adalah paradoks, menurut pemikiran Tibor tentang "negative liberty" atau kekebasan negative, bahwa kebebasan adalah tidak adanya hambatan sebagai ide sejati pada auditor yang independen.
Sumber: kompasiana.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H