Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Aku, Kompasiana, dan Filsafat

23 Desember 2018   00:30 Diperbarui: 23 Desember 2018   01:12 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku, Kompasiana, dan Filsafat

Mengapa masih ada yang membaca tulisan tema filsafat di Kompasiana. Saya pernah berharap  tulisan saya tidak ada yang membaca. Tapi itu tidak mungkin karena semua tulisan di Kompasiana bukan cuma saya pasti ada segmentasinya masing-masing.

 Kalaupun tidak memiliki pasar atau segmentasi pembeli juga tidak perlu kwatir kata teman saya hidup adalah mewakafkan diri, jadi iklas aja juga tak apa-apa asal niat ibadah, itu juga pendapat teman saya;

Yang jelas kata teman saya semua tulisan di Kompasiana atau artikel yang ditulis mulai pada tanda titik, koma, kata sampai kalimat pasti ada yang membaca dan menganalisis tulisan. Dan sekaligus mendata diri penulisnya masing-masing. Namanya atau lembaganya pun tidak saya sebutkan. Admin Kompasiana pasti tahu dan paham.

Atau juga ingin mengejar status warna warni hijau, merah, kuning biru atau. Atau status mulai terhina Debutan, sampai pujian Maestro (dari Bahasa Italia artinya tuan atau pemimpin dan dari Bahasa Latin magister) itu juga tidak usah, semua tulisan di kompasiana pasti ada peminat pembacanya. Apalagi berharap dipromo tuan-tuan admin Kompasiana, menjadi artikel utama,  nilai tertinggi, terpopuler, atau feature article,  juga jauh tidak penting, apalah arti sebuah nama atau status.

 Kendak motivasi seperti diatas adalah kehendak berbahaya dan bisa menipu demikian pesan Plato atau Platon, Nietzsche,  Schopenhauer dan seterusnya. Aristotle memberikan saran, ciptakan prestasi, maka engkau akan bernama, jadi jangan cari nama tanpa prestasi. Lagi pula tiap manusia punya bakat masing-masing, maka santai saja lah.

Dok pri
Dok pri
Lalu mengapa judul tulisan ini : Aku, Kompasiana, dan Filsafat. Tiga kata inipun tidak mampu saya jelaskan. Semua adalah paradoks, terselubung, dan menyembunyikan yang tidak bisa dijelaskan. Misalnya kata aku ini juga tidak bisa saya definisikan dan tidak mungkin. Asumsikan saja atau  dianggap saya (ME atau subjek) dalam artian Menulis. Kompasiana adalah (Objek atau Wadah) atau (Di-Tulis) dalam artian tempat menulis gagasan informasi atau apapun. 

Dan dua hubungan ini menimbulkan diktotomi subjek objek. Saling berkorelasi, saling memiliki keeratan kaitan dan hubungan. Sedangkan kata "filsafat" juga banyak makna dan arti tergantug world viewnya masing-masing.  Maka asumsikan saja "filsafat" disini adalah materi (isi) gagasan yang ditulis, kemudian ditayangkan di media bernama Kompasiana.

Kedua, bagi saya Kompasiana bisa juga penting, bisa juga netral bisa juga tidak penting tergantung sudut pandangnya. Saya juga rasa Kompasiana demikian juga menilai saya mungkin salah kamar dalam memuat artikel. Atas nama kebudayaan dan sopan santun saya pakai saja Kompasiana penting. Lalu alasannya apa. Saya juga kurang paham. Lagi-lagi saya buat asumsi saja. Pertama artikel Filsafat atau Theoria, atau Episteme dipakai dalam bahan kuliah, skripsi, tesis, disertasi, sampai goyonan saya dengan mahasiswa atau saya pakai sebagai bahan "Diskursus" ilmu: logika, retorika, dialektika. Jadi semua tulisan memiliki impact yang baik, dan berguna.

 Atau biar lebih rohani sedikit Kompasiana sudah mewujudkan demi visi misi "Ad Maiorem Dei Gloriam", sebuah kalimat dalam bahasa Latin, artinya adalah: "Untuk Keagungan Tuhan Yang Lebih Besar. Dan pada perjumpaan  dengan kalimat ini saya mengucapkan terima kasih kepada "Kompasiana". Jasamu tidak bisa digantikan sebagai media yang berguna bagi umat manusia.

Dok pri
Dok pri
Berikut ini saya lampirkan kutiban mahasiswa saya hasil artikel pada Kompasiana. Pemikiran Tibor Richard Machan  menghasilkan masyarakat, individu, kelompok, dan warga negara yang memiliki produktivitas tinggi, atau manusia kreatif diluar tatanan atau disebut out box. Hidup tidak ditotalisasi dalam norma, aturan, gambar tentang diri tepai sikap mengalir "menjadi" bukan patuh pada aturan. 

Jadi Independensi Auditor tidak bergantung pada kebijakan dan peraturan yang ada di dalam organisasi tersebut. Independensi = Mandiri. Independensi auditor dikaitkan dengan pemikiran Tibor Richard Machann adalah paradoks, menurut pemikiran Tibor tentang "negative liberty" atau kekebasan negative, bahwa kebebasan adalah tidak adanya hambatan sebagai ide sejati pada auditor yang independen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun