Meditations on First Philosophy (1)
Sebagai bapak Rasionalisme Modern, Rene Descartes lahir 31 Maret 1596, dan meninggal 11 Februari 1650. Cartesian lahir di dekat Tours, di Prancis,  dididik selama sembilan tahun di sebuah perguruan tinggi  Katolik  Serikat Jesuit.Â
Setelah lulus dengan gelar sarjana hukum dari Poitiers pada usia dua puluh dua tahun, Descartes melakukan perjalanan keliling Eropa, mengembangkan minat untuk matematika dan filsafat. Descartes menghabiskan sebagian besar hidupnya  1628 di Belanda.Â
Kemudian menerbitkan karya dalam filsafat, fisika, matematika, dan ilmu lainnya. Dalam matematika, Descartes menciptakan model geometri analitik dan sistem koordinat yang menyandang namanya ("Sumbu Cartesian").
Descartes menyiapkan beberapa karya penting dalam fisika, di publikasi setelah menemui kontemporer diskursusnya, Galileo, yangtelah dikutuk oleh Inkuisisi Gereja karena mengajarkan bumi berputar mengelilingi matahari, sebuah teori  didukung oleh Descartes. Prestasinya yang luar biasa, bagaimanapun, adalah Meditasi, atau Meditations on First Philosophy atau Meditationes de prima Philosophia diterbitkan pada 1641, dan umumnya dianggap sebagai titik awal untuk filsafat Barat modern.
Secara luas dibaca dan dibahas pada 1649, ketika Descartes menerima pengangkatan sebagai guru untuk Ratu Christina dari Swedia. Descartes menulis pada saat fisika baru sedang dikembangkan oleh Galileo.Â
Fisika baru ini dapat dipahami sebagai mathematization of nature. Galileo  mulai memahami proses gerakan dan perubahan di alam semesta sebagai  diformalkan dalam sejumlah kecil hubungan matematis. Ini mengarah pada pemahaman tentang alam semesta yang diatur oleh prinsip-prinsip matematika yang sangat  sederhana, abstrak.Â
Metafisika yang dikembangkan dalam Meditasi, atau Meditations on First Philosophy dimaksudkan  melayani sebagai fondasi bagi fisika baru yang sedang dikembangkan pada saat itu. Descartes melihat metafisika berbasis penalaran dan matematisnya sebagai menyediakan semua fondasi yang diperlukan untuk mengembangkan prinsip fisiknya sendiri.
Descartes  menulis pada saat studi menjadi Pastor atau Romo kajian filsafat Katolik yang diwarisi dari Aristotle memiliki pengaruh yang luar biasa. Descartes sendiri dibesarkan dalam tradisi Yesuit, dan Renungan (pembatinan) dalam banyak hal menyerupai St. Ignatius dari Loyola's Spiritual Exercises. Keduanya dibingkai dalam bentuk meditasi yang dimaksudkan untuk menjangkau meditasi enam hari.Â
Descartes  meniru tiga tahap penyucian Loyola (keraguan skeptis), iluminasi (bukti keberadaan diri, Tuhan), dan persatuan (menghubungkan pengetahuan ini dengan dunia material).
Descartes meniru gaya Loyola, dan membuka  Meditations (pembatinan mendalam), dengan meminjam pandangan filsafat Aristotle. Descartes berharap  para pemikir konservatif pada zamannya mengikuti garis pemikirannya. Setelah menyaksikan nasib Galileo dihukum, Descartes lebih berhati-hati dalam menyampaikan ide dan gagasannya.  Cara  ini  membuat Descartes  lebih mudah diakses oleh sebagian besar pengikut Jesuit mengembangkan nalar dan pemikirannya.
Buku Meditations on First Philosophy, adalah buku wajib dipakai sewaktu saya mengambil Program Doktoral untuk ujian Prakualifikasi Candidat. Maka tulisan ini adalah rangkuman bahan kuliah pascasarjana, dan ujian prelim  saya tahun 2001-2002  lalu, dan proyek riset episteme bidang auditing selama kurang lebih 10 tahun terakhir.Â
Buku ini susah dipahami, dan tidak mudah harus tahan kunyah dan muntah kembali berkali-kali, sehingga ada proses kesamaan daya mental apa yang dituliskan. Pada tulisan di Kompasiana ini saya akan menurunkan rangkuman dan komentar tulisan dalam beberapa tulisan.
Meditations on First Philosophy, ketika merefleksikan  diri sering menemukan  keliru berkaitan dengan hal-hal sebelumnya dianggapnya pasti dan mapan. Dan memutuskan  menghilangkan semua pra-konsepsi, untuk membangun kembali pengetahuan, dan menerima sebagai kebenaran  hanya pada klaim-klaim yang benar-benar pasti.
Pada umumnya semua  pengetahuan dipersepsikan sudah dapat diketahui melalui indra. Melalui proses ["keraguan metodologis"], atau Metode Keraguan (Skeptisisme) atau Methodic doubt, maka  Descartes telah membatalkan semua episteme, dan  meragukan semua hal termasuk  pada kemampuan data indra.Â
Setiap saat Descartes  bisa bermimpi, atau indranya dapat ditipu oleh Tuhan atau oleh iblis jahat. Maka Descartes menyimpulkan  tidak bisa mempercayai perasaannya tentang apa pun atau disebut ["keraguan metodologis"]. Descartes meragukan segala sesuatu selama ini diterima sebagai suatu kebenaran. Dengan metode ini maka wajar akhirnya Descartes menyandang predikat sebagai bapak Rasionalisme Modern.
Pada akhirnya,  Descartes menyadari  dirinya tidak dapat meragukan keberadaannya dirinya sendiri. Maka untuk meragukan atau berpikir, pasti ada seseorang meragukan tentang berpikir.Â
Kemampuan berpikir dapat tertipu karena mungkin tentang hal-hal lain. Akhirnya, Descartes menyatakan semua hal dapat diragukan; hanya tetap tidak dapat diragukan bahwa Descartes Ada. Karena keberadaannya mengikuti pada fakta bahwa Descartes berpikir. Maka Descartes menyimpulkan bahwa dia tahu bahwa dia adalah yang berpikir.
Descartes lebih lanjut memberikan alas an, untuk mengetahui fakta ini dengan  kecerdasannya, dan  pikiran (kesadaran) jauh lebih dikenal daripada tubuh (materi jasmani).Â
Kepastian Meditator mengenai keberadaannya sendiri datang melalui persepsi jelas terpilah-pilah dan berbeda. Descartes bertanya-tanya apa lagi yang bisa dia ketahui dengan metode yang pasti ini. Untuk memastikan  persepsinya  jelas dan berbeda tidak bisa dipungkiri, bagaimanapun, Descartes harus terlebih dahulu meyakinkan dirinya bahwa Tuhan itu ada dan tidak menipu dirinya.
Descartes beralasan  gagasan tentang Tuhan dalam pikirannya tidak dapat diciptakan olehnya karena jauh lebih sempurna daripada dirinya. Hanya makhluk  sesempurna Tuhan dapat menyebabkan ide yang begitu sempurna. Dengan demikian dapat disimpulkan Tuhan memang ada, dan wajib ada. Dan karena Tuhan sempurna, Tuhan tidak  menipu sang Meditator (aku yang berpikir) tentang apa pun.Â
Kesalahan muncul bukan karena sang Meditator  tertipu tetapi karena kehendak sering melewati penilaian pada hal-hal yang intelek terbatas tidak mengerti dengan jelas dan terpilah-pilah.Â
Descartes menyatakan dalam bahasa Prancis ["Je pense donc je suis"] atau  "Cogito ergo sum" artinya  (Aku berpikir, maka Aku Ada) atau dalam bahasa Inggris [" I think, therefore I am"]. Kalimat ini menjadi pintu gerbang pembukan pendasaran rasionalitas atau kesadaran untuk menentukan kebenaran dan validitas nya.
Pada pengetahuan bahwa persepsinya jelas, dan berbeda dijamin oleh Tuhan, Meditator harus menyelidiki hal-hal materi (jasmani). Descartes  menyatakan bahwa atribut utama pada tubuh adalah perpanjangan pada kualitas utama.Â
Misalnya pada tubuh adalah ukuran, bentuk, keluasan, dan seterusnya. Descartes memperoleh bukti kedua tentang keberadaan Tuhan pada kenyataan bahwa, esensi tubuh adalah perpanjangan dan inti pikiran atau (kesadaran).Bersambung
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI