Buku Meditations on First Philosophy, adalah buku wajib dipakai sewaktu saya mengambil Program Doktoral untuk ujian Prakualifikasi Candidat. Maka tulisan ini adalah rangkuman bahan kuliah pascasarjana, dan ujian prelim  saya tahun 2001-2002  lalu, dan proyek riset episteme bidang auditing selama kurang lebih 10 tahun terakhir.Â
Buku ini susah dipahami, dan tidak mudah harus tahan kunyah dan muntah kembali berkali-kali, sehingga ada proses kesamaan daya mental apa yang dituliskan. Pada tulisan di Kompasiana ini saya akan menurunkan rangkuman dan komentar tulisan dalam beberapa tulisan.
Meditations on First Philosophy, ketika merefleksikan  diri sering menemukan  keliru berkaitan dengan hal-hal sebelumnya dianggapnya pasti dan mapan. Dan memutuskan  menghilangkan semua pra-konsepsi, untuk membangun kembali pengetahuan, dan menerima sebagai kebenaran  hanya pada klaim-klaim yang benar-benar pasti.
Pada umumnya semua  pengetahuan dipersepsikan sudah dapat diketahui melalui indra. Melalui proses ["keraguan metodologis"], atau Metode Keraguan (Skeptisisme) atau Methodic doubt, maka  Descartes telah membatalkan semua episteme, dan  meragukan semua hal termasuk  pada kemampuan data indra.Â
Setiap saat Descartes  bisa bermimpi, atau indranya dapat ditipu oleh Tuhan atau oleh iblis jahat. Maka Descartes menyimpulkan  tidak bisa mempercayai perasaannya tentang apa pun atau disebut ["keraguan metodologis"]. Descartes meragukan segala sesuatu selama ini diterima sebagai suatu kebenaran. Dengan metode ini maka wajar akhirnya Descartes menyandang predikat sebagai bapak Rasionalisme Modern.
Pada akhirnya,  Descartes menyadari  dirinya tidak dapat meragukan keberadaannya dirinya sendiri. Maka untuk meragukan atau berpikir, pasti ada seseorang meragukan tentang berpikir.Â
Kemampuan berpikir dapat tertipu karena mungkin tentang hal-hal lain. Akhirnya, Descartes menyatakan semua hal dapat diragukan; hanya tetap tidak dapat diragukan bahwa Descartes Ada. Karena keberadaannya mengikuti pada fakta bahwa Descartes berpikir. Maka Descartes menyimpulkan bahwa dia tahu bahwa dia adalah yang berpikir.
Descartes lebih lanjut memberikan alas an, untuk mengetahui fakta ini dengan  kecerdasannya, dan  pikiran (kesadaran) jauh lebih dikenal daripada tubuh (materi jasmani).Â
Kepastian Meditator mengenai keberadaannya sendiri datang melalui persepsi jelas terpilah-pilah dan berbeda. Descartes bertanya-tanya apa lagi yang bisa dia ketahui dengan metode yang pasti ini. Untuk memastikan  persepsinya  jelas dan berbeda tidak bisa dipungkiri, bagaimanapun, Descartes harus terlebih dahulu meyakinkan dirinya bahwa Tuhan itu ada dan tidak menipu dirinya.
Descartes beralasan  gagasan tentang Tuhan dalam pikirannya tidak dapat diciptakan olehnya karena jauh lebih sempurna daripada dirinya. Hanya makhluk  sesempurna Tuhan dapat menyebabkan ide yang begitu sempurna. Dengan demikian dapat disimpulkan Tuhan memang ada, dan wajib ada. Dan karena Tuhan sempurna, Tuhan tidak  menipu sang Meditator (aku yang berpikir) tentang apa pun.Â
Kesalahan muncul bukan karena sang Meditator  tertipu tetapi karena kehendak sering melewati penilaian pada hal-hal yang intelek terbatas tidak mengerti dengan jelas dan terpilah-pilah.Â