Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Trans Substansi Leadership Kearifan Lokal Jawa Kuno untuk Indonesia

31 Juli 2018   16:03 Diperbarui: 31 Juli 2018   21:38 1130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Trans Substansi Leadership Kearifan Lokal Jawa Kuna Untuk Indonesia *)

Latar Belakang, ke (1) Sensus Penduduk tahun 2010 (BPS RI) Total  penduduk Indonesia 236 728 379 Jiwa, dengan 3 penduduk memiliki jumlah (1) suku etnis Jawa berjumlah  95. 217.022  jiwa atau 40,22%; (2) suku etnis Sunda berjumlah  36.701. 670 jiwa atau 15,5%, dan (3) suku etnis  Batak berjumlah  8.466. 969  jiwa atau 3,58%. 

Dengan data BPS 2010 ini dapat disimpulkan statistic kependudukan, secara mayoritas pendifinisian jumlah penduduk pada distribusi, kepadatan, dan mutu hidup bangsa Indonesia secara keseluruhan. Itulah uniknya Negara Indonesia Berbeda-beda tetapi tetap satu kesatuan.

Latar Belakang, ke (2) penelitian oleh Clifford Geertz 1960 judul "The Religion of Java", 1965 The Social History of an Indonesian Town, kemudian isi Serat Wedhatama oleh KGPAA Mangkunegara IV, serat Wulangreh karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV, penelitian saya pada Ontologi Kejawen Solo (Apollo), Episteme Ilmu Pada Kraton Jogjakarta (Apollo),  penelitian Hermeneutika Serat Wedhatama Kinanthi (2017).

Dengan dua latar belakang tersebut saya memperoleh hasil dugaan (proposisi) ada semacam trans-substansi ["Dominasi Kearifan Lokal Jawa Kuna"] dan perlu dipahami  untuk Indonesia menjadi lebih baik, sesuai amat UUD 1945 yakni mencerdas kehidupan bangsa.

Lalu bagimana  ["Dominasi Kearifan Lokal Jawa Kuna"] memungkinkan. Jawaban yang memadai tentu tidak mudah, membutuhkan penelitian yang panjang, dan studi mendalam supaya dapat disimpulkan. 

Tentu saja dalam banyak diskursus saya menemukan sanggahan-sanggahan, dan ketidasetujuan pada hasil penelitian tersebut. Bahkan kritik dan ketidaksukaan yang tidak cukup alasan.  Saya tidak mengambil sisi buruk atau baik pada apapun semuanya netral seperti air putih, dan tidak ambil posisi dua kubu saling berhadapan.

Indonesia sebagai bangsa yang besar, dan multi kebudayaan saya bisa dipahami dengan meminjam pemikiran Max Weber tentang protipe idea umat manusia universal, bahwa kemudiaan ["Dominasi Kearifan Lokal Jawa Kuna"] juga berlaku dalam semua kebudayaan bangsa dan dinegara manapun. Maka  ["Dominasi Kearifan Lokal Jawa Kuna"] bukanlah sesuatu yang unik berbeda, dan eksklusif.  

Argumentasi-argumentasi, dan sanggahan memungkinkan pengetahuan memiliki simpulan universal, dan kesimpulan khusus. Apalagi bila mencari fakta pada warisan budaya umat manusia atau fenomenologi roh (Hegel), dan Wirkungsgeschichte ("Sejarah Pengaruh" model Hermeneutika Gadamer) misalnya diskursus  Trans Subsatansi Leadership Kearifan Lokal Jawa Kuna Untuk Indonesia tidak terlepas pada  kondisi peneliti tersituasi, kesadaran adanya bayang bayang tradisi, kesadaran Zaman ini, dan repleksi diri dalam sejarah.

Penelitian saya pada awal adanya Mataram Kuna, pada dua Wangsa Sanjaya pada artefak kebudayaan Candi Prambanan, Gunung Wukir, Candi Canggal, atau Shiwalingga,  (2) Candi Ngawen, (3) Candi Asu, (4) Candi Pendem,  (5) Candi Lumbung, (6) Pratasti Mantyasih, (7) Candi Gunungsari, (8) Candi Liyangan, (9) Candi Gedong Sangao Ungaran, (10) Candi Dieng.11. Candi Sukuh, 12. Candi Ceto.

Demikian pada wangsa Sailendra pada arfetak kebudayaan Candi Borubudur, Candi Pawon adalah inti pada (1) Geisteswissenschaften (roh, atau sebagai Mental dimensi, Tubuh Jiwa Roh manusia Jawa);  (2) Naturwissenschaften (mengamati dari luar sisi fisik manusia Jawa),  menghasilkan sintesis pada model bangunan dan kebudayaan di Kraton Yogjakarta, dan Kraton Solo Mangkinegaran.  

Dua bentuk ini adalah memberikan makna pada paradigma Jogja, Solo,  Semarang (Joglo Semar), dan keunikan  Indonesia. Pusat mistisme Nusantara adalah pulau Jawa, dan disimbolkan air, api, angin, tanah dengan Gunung, Laut, dan Kraton, dan wangsit.

Tujuh Presiden Indonesia sejak kemerdekaan hadir dari Leadership Kearifan Lokal Jawa Kuna Untuk Indonesia, setidaknya memiliki darah (Aristokrasi Jawa Kuna) membuktikan ada indikasi kuat antara teori kosmogoni Jawa, tentang struktur dan pembisaan hidup yang dapat diterima Indonesia. 

Secara umum maka Presiden RI adalah pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi di Republik Indonesia, memiliki kaitan dengan kosmogoni Jawa, dan Indonesia yang dapat diterima semua pihak.

Lalu apa saja nilai-nilai universalitas tersebut. Sangat banyak, dan bermacam-macam, dan bisa ditafsir luas sepanjang diskurus dikaitkan dengan fakta, data, bahkan mitos, atau meminjam pemikiran Paul Ricoeur "Theory of Interpretation: Discourse and the Surplus Meaning" simbol menimbulkan makna (mitos).

Ke (1) Jawa Kuna memiliki struktur bahasa: Krama Inggil, Krama Alus, Ngoko Alus, Ngoko Lugu atau madya. Struktur ini secara batiniah memiliki dalam tindakan untuk kemapanan pemahaman individu menempatkan diri,  memahami status social diri, atau dalam istilah  Papan, Empan, Andepan.

Ke (2) Jawa umumnya memiliki kata "Inggih" atau "Monggo" atau "Sandiko Dawuh" disertai dengan gesture tubuh, dan mimic muka. Kata "iya" dalam semua komunikasi adalah simbol sikap menghormati orang lain, dan non konflik terbuka. Kata "iya" bukan berarti setuju, dan harus membutuhkan kepekaan untuk menilai sendiri, atau memiliki tafsir sendiri. 

Kata "iya" bermakna menghormati, dan toleransi pada manusia lain, atau semacam ilmu Paideia Plato atau dualism Cartesian, diperlukan internalisasi antara ucapan lahiriah Kata "iya", dengan batiniah pada Kata "iya". Atau Dilthay menyebut sebagai memahamai dengan menggunakan "innenleben".  Maka Jawa memerlukan tafsir dengan model (verstehen Dilthay, dan bukan erkleren).

Ke (3) Jawa umumnya memiliki pemahaman Protipe dunia  Buana Agung, Buana Alit (Makro Mikro Kosmos), bersudut empat dengan satu pusat (papat keblat, kelimo pancer), menurut urutan selatan, barat, utara, timur, dan pusat. Juga nama neptu 5 hari legi, paing, pon, wage, kliwon.  Tafsir semiotika, hermeneutikanya adalah bisa macam-macam. 

Saya bisa menterjemah sebagai wujud kematangan hitungan,  kecocokan, gerak ruang, dan waktu. Maka Jawa memiliki ketelitiannya dalam semua tindakan (tidak ceroboh, hati-hati), atau "Alon-alon waton kelakon" artinya: perlahan tetapi pasti atau tidak terburu-buru dalam bertindak (daya kematangan repleksi). 

Tidak bertindak gegabah, memerlukan kematangan perencanaan, dan kesusuaian (pantas) diri, dan cukup diri. Atau wujud ketekunan kesabaran ketelitian (semacam "nrimo ing pandum"). Sabar menerima suka duka, untung malang, sehat sakit, kaya meskin. Menerima realitas tanpa putus asa, patah semangat, dan bertanggungjawab. Hidup adalah bersifat siklus;  biji, pohon, buah, biji, pohon, buah biji. Tidak ada ide fixed dia berubah dengan waktu berubah, semuanya menjadi.

Ke  (4) Jawa umumnya memiliki Kata "eling lan waspodo", atau "Ojo dumeh". Sebuah kata etika mendalam untuk repleksi diri, bahwa hidup yang dihayati berbeda dengan hidup yang dipikirkan. 

Disini beda ilmu rasional dengan metode Jawa Kuna. Hidup adalah penghayatan, dan pengalaman pada apapun, kemudian mengambi sikap senantiasa ada "eling (ingat)".  Ingat mati, ingat orang tua, ingat doa, ingat puasa, ingat agama, ingat usia, ingat tugas, ingat waktu, ingat sejarah, ingat pasangan, ingat susuah, ingat senang, ingat sakit, ingat sehat, ingat ilmu, dan seterusnya. Dengan modal ingat maka tidak mungkin manusia bersikap "dumeh" (sombong, atau angkuh, menyalahgunakan).

Ke (5) Maka dengan kesadaran ke (4) tersebut memunculkan sikap mental pada kata  Jawa Kuna pada  "Wedi, Isin"  artinya "Takut, {"Tahu Malu"}. Takut pada Tuhan, takut hukum karma, takut salah jalan, takut dalam artian seluas-luasnya untuk mawas diri. 

Dengan takut pada dokrin apapun (nilai budi luhur), maka terhindar dari rasa malu. Hidup jangan membuat malu, dan memalukan. Maka ini penting supaya hidup enak dan bahagia atau disebut "kesuksesan hidup".

Ke (6) Jawa umumnya memiliki pemahaman  pada batinia  istilah "sepi ing pamrih rame gawe".  Dan bukan sebaliknya kerja sedikit, tapi minta pamrih banyak. Kata Jawa umumnya memiliki pemahaman  keiklasan melaksanakan tugas, tanpa pamrin atau minimal pamrih (sabar nrimo),wujud penerimaan batin tanpa patah kewajiban loyalitas (deontologis Kantian). 

Wujud Ketekunan, Keuletan, tanpa mengharapkan Pamrih. Hidup adalah panggilan berkerja, iklas, tangan dua mulut satu. Atau saya sebut sebagai Good Will (kehendak baik), pada kewajiban (duty).

Ke (7) metafora "Wayang Bima mencari Air Purwitasari". Adalah simbol Weruh Wican, umat manusia dimana manusia dengan kebijaksaan Ugahari nya harus memilih pada ketegakkan jiwa, pada kebenaran, keelokan, dan manusia keberutamaan (Arite) versi Jawi Kuna.

 Ke (8) akhirnya universalitas Jawa Kuna,  adalah Sembah Roso" untuk Trans Subsatansi Leadership Kearifan Lokal Jawa Kuna Untuk Indonesia. Pada dokrin utama Konsep Tuhan Maha Esa  {"Tan Keno Kinoyo Opo"}.  Kawruh  Kisah Dewaruci  adalah inti "Sangkan Paraning Dumadi". Bahwa  Dokrin Manunggaling Kawula  Gusti. Suksma Kawekas  (Tuhan Sejati) dipahami sebagai "Utomo Roso" atau di sebut "sembah rasa atau Sembah Roso". 

Kedalaman hidup yang dihayati melampaui pengetahuan dan pemahaman lahiriah batiniah pada Sembah rogo,  Sembah cipto, Sembah jiwo.  Dengan modal dasar inilah maka gaya Jawa memimpin mengadopsi  style  "Women Leadership" atau "Keraton, Keratuan" atau gaya memimpin "Memangku, Hamengku, dan Bowono".

Maka catatan kritis saya adalah menjadi tanggungjawab konstitusi dan UU, dan peraturan pemerintah untuk melaksanakan Transformasi Gaya Kepemimpinan ini pada kebijakan wilayah public (res publica). Tidak cukup dan belum memadai hanya mengetahui keunggulan gaya leadership ini, namun diperlukan dalam order (tatanan) atau menciptakan modalitas sehingga praktik tindakan (etika) tersebut dapat dilaksanakan. 

Karena mengetahui kebaikkan berbeda dengan melakukan kebaikan, dibutuhkan model habitus (Paideia Platon)  untuk melakukankan misalnya menciptakan alat-alat kebudayaan teknologi agar tujuan nilai kebaikan itu dapat dilaksanakan seperti kerangka modalitas pada theoria Anthony Giddens.

Demikianlah puncak cara hidup Manusia Jawa pada  makna sembah rasa atau Sembah Roso" Trans Subsatansi Leadership Kearifan Lokal Jawa Kuna Untuk Indonesia. Makna kata "Jawa Kuna" tidak dimaknai sebagai pengertian "suku" dalam artian sempit, tapi dikaitkan dengan "hakekat umum manusia"  yang dimaknai secara terma istilah bahasa  "Jawa Kuna" saja. 

Jadi tidak relevan, dan tidak tepat  memaknai  "Jawa"  dengan pemahaman "suku" dalam artian sempit, picik, dan tidak bertanggungjawab. Jawa dimaknai saya meminjam teori Hans Georg Gadamer pada konsep "Bildung" atau proses belajar sehingga menjadi terbentuk menjadi terpelajar/ terdidik, mental bertanggungjawab, manusia tidak picik mau belajar banyak mendengar manusia lain, saling menghormati, menerima perbedaan, sebagai hasil pengalaman Hermenutika. 

Tidak mungkin  memahami kata "Jawa Kuna" dengan picik memungkinkan memperoleh "episteme" yang baik berguna. Semoga.

*) Makalah disampaikan pada Latihan Kepemimpinan Manajemen Mahasiswa [LKKM) Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi International Golden Institute [ STIE IGI ] Jakarta, di  Grand Smesco, Puncak Bogor Jawa Barat Tanggal,  27-29 Juli 2018.

Daftar Pustaka: Apollo Daito, Ishak Ramli, Indonesia., 2011., The Influence Corporate Social Responsibility, Emotional Intelligence, Leadership, Job Satisfaction with Good Corporate Governance (The Study Empirical on Mining Companies in Indonesia); 10 th International Conference on Corporate Social Responsibility,. 18 -- 20 May 2011. Loyola University, New Orleans, USA.

Apollo Daito, 2016., Pembuatan Filsafat Ilmu Akuntansi, Dan Auditing (Studi Etnografi Reinterprestasi Hermenutika Pada Candi Prambanan Jogjakarta

___,.2014., Rekonstruksi Epistimologi Ilmu Akuntansi Pendekatan Fenomenologi, dan Hermeneutika Pada Kraton Jogjakarta

___., 2014., Ontologi Ilmu Akuntansi: Pendekatan Empirik Pada Kabupaten Kota Bogor, Sumedang, Ciamis Indonesia

____,.2014., Ontologi Ilmu Akuntansi: Pendekatan Kejawen Di Solo Jawa Tengah Indonesia

____,2015., Pembuatan Diskursus Teori Akuntansi Konflik Keagenan (Agency Theory), Studi Etnografi Reinterprestasi Hermeneutika Candi Sukuh Jawa Tengah

___., 2018., Studi Estetika komparasi Wangsa Sanjaya, dan Wangsa Sailendra Episteme bidang Auditing.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun