Dua bentuk ini adalah memberikan makna pada paradigma Jogja, Solo,  Semarang (Joglo Semar), dan keunikan  Indonesia. Pusat mistisme Nusantara adalah pulau Jawa, dan disimbolkan air, api, angin, tanah dengan Gunung, Laut, dan Kraton, dan wangsit.
Tujuh Presiden Indonesia sejak kemerdekaan hadir dari Leadership Kearifan Lokal Jawa Kuna Untuk Indonesia, setidaknya memiliki darah (Aristokrasi Jawa Kuna) membuktikan ada indikasi kuat antara teori kosmogoni Jawa, tentang struktur dan pembisaan hidup yang dapat diterima Indonesia.Â
Secara umum maka Presiden RI adalah pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi di Republik Indonesia, memiliki kaitan dengan kosmogoni Jawa, dan Indonesia yang dapat diterima semua pihak.
Lalu apa saja nilai-nilai universalitas tersebut. Sangat banyak, dan bermacam-macam, dan bisa ditafsir luas sepanjang diskurus dikaitkan dengan fakta, data, bahkan mitos, atau meminjam pemikiran Paul Ricoeur "Theory of Interpretation: Discourse and the Surplus Meaning" simbol menimbulkan makna (mitos).
Ke (1) Jawa Kuna memiliki struktur bahasa: Krama Inggil, Krama Alus, Ngoko Alus, Ngoko Lugu atau madya. Struktur ini secara batiniah memiliki dalam tindakan untuk kemapanan pemahaman individu menempatkan diri,  memahami status social diri, atau dalam istilah  Papan, Empan, Andepan.
Ke (2) Jawa umumnya memiliki kata "Inggih" atau "Monggo" atau "Sandiko Dawuh" disertai dengan gesture tubuh, dan mimic muka. Kata "iya" dalam semua komunikasi adalah simbol sikap menghormati orang lain, dan non konflik terbuka. Kata "iya" bukan berarti setuju, dan harus membutuhkan kepekaan untuk menilai sendiri, atau memiliki tafsir sendiri.Â
Kata "iya" bermakna menghormati, dan toleransi pada manusia lain, atau semacam ilmu Paideia Plato atau dualism Cartesian, diperlukan internalisasi antara ucapan lahiriah Kata "iya", dengan batiniah pada Kata "iya". Atau Dilthay menyebut sebagai memahamai dengan menggunakan "innenleben". Â Maka Jawa memerlukan tafsir dengan model (verstehen Dilthay, dan bukan erkleren).
Ke (3) Jawa umumnya memiliki pemahaman Protipe dunia  Buana Agung, Buana Alit (Makro Mikro Kosmos), bersudut empat dengan satu pusat (papat keblat, kelimo pancer), menurut urutan selatan, barat, utara, timur, dan pusat. Juga nama neptu 5 hari legi, paing, pon, wage, kliwon.  Tafsir semiotika, hermeneutikanya adalah bisa macam-macam.Â
Saya bisa menterjemah sebagai wujud kematangan hitungan, Â kecocokan, gerak ruang, dan waktu. Maka Jawa memiliki ketelitiannya dalam semua tindakan (tidak ceroboh, hati-hati), atau "Alon-alon waton kelakon" artinya: perlahan tetapi pasti atau tidak terburu-buru dalam bertindak (daya kematangan repleksi).Â
Tidak bertindak gegabah, memerlukan kematangan perencanaan, dan kesusuaian (pantas) diri, dan cukup diri. Atau wujud ketekunan kesabaran ketelitian (semacam "nrimo ing pandum"). Sabar menerima suka duka, untung malang, sehat sakit, kaya meskin. Menerima realitas tanpa putus asa, patah semangat, dan bertanggungjawab. Hidup adalah bersifat siklus; Â biji, pohon, buah, biji, pohon, buah biji. Tidak ada ide fixed dia berubah dengan waktu berubah, semuanya menjadi.
Ke  (4) Jawa umumnya memiliki Kata "eling lan waspodo", atau "Ojo dumeh". Sebuah kata etika mendalam untuk repleksi diri, bahwa hidup yang dihayati berbeda dengan hidup yang dipikirkan.Â