Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hermenutika Schleiermacher, Studi Pada Candi Sukuh Karanganyar (5)

27 Juni 2018   14:40 Diperbarui: 28 Januari 2023   02:15 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hermeneutika  Schleiermacher: Studi Pada Candi Sukuh Karanganyar  [tulisan 5]

Pada tulisan (4) saya sudah membahas aplikasi dalam riset tetang konsep hermeneutika adalah seni memahami (find art) dengan dua pendekatan yakni: interprestasi eksegenesis gramatis, dan interprestasi psikologis (dimensi mental). Dengan memahami hasil penelitian yang demikian maka apa yang disampaikan Schleiermacher bahwa ["Hermeneutika adaah proses psikologis, seni determinasi,  atau rekonstruksi proses mental, sebagai wujud manifestasi fakta empirik"].

Maka pada tulisan ke (5) ini, saya akan membahas tentang  "signifikasi heremeutika umum" pemikiran Schleiermacher, dikaitkan dengan Studi Kasus Pada Candi Sukuh Karanganyar .

Pemikiran Schleiermacher  sebagai Bapak Hermeneutika Modern, telah mengambil alih fungsi hermeneutika pada eksegenesis Kitab Suci Injil Perjanjian Lama, dan Perjanjian Baru di geser melapaui milik teologia, sastra, dan hukum. Pemikiran  Schleiermacher sebagai seni pemahaman atau rekonstruksi batiniah, dan lahiriah (dialami kembali). Teori kata ["aphorisme"] dimetaforakan sebagai cara anak kecil memahami kata baru dalam bahasa dan kehidupan sebagai dalil utama dalam pemaham "signifikasi heremeutika umum", bersifat dialogis. 

Pergeseran dan keunggula pemikiran "signifikasi heremeutika umum" ini memungkinkan hermeneutika menjadi "Geisteswissenschaften"  melalui optimalisasi dan hasil terbaik menggunakan fakultas akal budi  atau dasar epistimologi meneliti manusia dari dua sisi ini, sebagai tendensi mencari justifikasi pengetahuan, agar ada rasional supaya kita percaya. 

Hermeneutika bertugas penyelidikan prinsip-prinsip pemahaman, dan prinsip-prinsip objektivitas universal. Memungkinkan kritik pada teks-teks bersifat "atemporal" dalam term histroris (past event) dan ahistoris, dan mencari atau menemukan lingkaran hermeneutika berlangsung sebagai seni pemahaman.

Dalam mitos, tradisi, atau dalam tulisan apapun yang sampai kepada kita saat ini sangat mungkin pembuat teks, tidak menyadari apa yang dilakukan dan dikerjakan, menjadi problem dalam tafsir dikemudian hari menjadi tidak valid, dan lari dari faka kehidupan realitas kekinian,  atau sebaliknya sangat valid dan bermakna penting. Mencari serpihan lain makna teks dikaitkan dengan makna kehidupan manusia universal.

Jadi tugas kita sebagai interpretor adalah memiliki hak istimewa dengan fakultas akal budi, dan fakultas kesan indra untuk menganalisis, mengakses makna teks di luar  waktu dan sejarah. Dan kita juga adalah sejarah, masuk dalam sejarah, larut dalam sejarah. Tubuh saya adalah muka mirip alm mama, kaki mirip alm papah, jari tangan, dan telinga mirip alm opa, oma. 

Kondisi ini adalah prinsip lengkaran hermeneutika. Teks dapat dimaknai bukan milik pembaca, bukan milik penulis secara utuh tetapi, ["teks bersifat  otonom juga, menjadi miliknya sendiri"]. 

Bahkan teks bisa masuk dalam ranah di luar hubungan kehidupan. Nanti dikembangkan oleh Heideggerian menjadi ontology hermeneutika, dan dekonstrusi mengganti istilah Schleiermacher sebagai rekonstruksi teks.  Artinya yang ingin dikatakan Schleiermacher, hermeneutic adalaha pengalaman kita bersama-sama.

Sebagai contoh adalah penelitian saya pada Studi Etnografi Reinterprestasi Hermeneutika Candi Sukuh Karanganyar Jawa Tengah, tahun 2014 lalu. Saya menghasilkan beberapa pendasaran  ["Hermeneutika adaah proses psikologis, seni determinasi,  atau rekonstruksi proses mental, sebagai wujud manifestasi fakta empirik"]. 

Asumsi dasar hermeneutika yang saya pakai adalah "Penyusunan deterministic ini diperoleh melalui penelitian metode Etnografi yang saya laksanakan selama (1) bulan di Candi Sukuh Karanganyar Jawa Tengah. Tujuan penyusunan karakteristik deterministic adalah menyusun (worldview) pergeseran paradigma "Candi Sukuh" menjadi "Buku Teks Sukuh". 

Setelah menjadi paradigm Buku Teks Sukuh akan menjadi mudah untuk membaca dan memahaminya karena sudah digeser menjadi Kitab atau Buku Sukuh yang akan dilakukan pembacan ulang untuk memperoleh makna apa yang disampaikan dalam Kitab tersebut.

Susunan pendasaran deterministic  untuk perubahan paradigma secara ontologis Candi Sukuh digeser namanya menjadi  "Buku Sukuh" atau "Buku Teks Sukuh" atau "Buku Teks Historis" sebagai berikut:Berik ut ini sebagian hasil penelitian saya:

Hermeneutika Diskursus Determenistik (1): Candi Sukuh adalah wujud manusia historis yang hanya dapat hidup, dipahami, dan memahami secara historis. Seluruh ilmu tidak mungkin lepas dari pengaruh sejarah dalam penciptaan cara manusia menyusun logika, dialektika, retorika.

Hermeneutika Diskursus Determenistik (2) :  Candi Sukuh ("Buku Teks Sukuh") dapat dilakukan Dekonstruksi sebagai alternatif untuk menolak segala keterbatasan penafsiran ataupun bentuk kesimpulan yang baku. Konsep Dekonstruksi yang dimulai dengan konsep demistifikasi, pembongkaran produk pikiran rasional yang percaya kepada kemurnian realitas---pada dasarnya dimaksudkan menghilangkan struktur pemahaman tanda-tanda (siginifier) melalui penyusunan konsep (signified).

Hermeneutika Diskursus Determenistik (3) : Candi Sukuh adalah manusia. Maka memahami Candi Sukuh sama dengan memahami buku teks ciptaan tulisan manusia dengan segala dimensi-dimensinya. Maka secara ontologis Candi Sukuh di geser namanya menjadi  "Buku Sukuh" atau "Buku Teks Sukuh" atau "Buku Teks Historis Sukuh".

Hermeneutika  Diskursus Determenistik (4) : Candi Sukuh ("Buku Teks Sukuh") dapat dilakukan Nacherleben (dialami kembali) guna memahami memahami isi kulit pengarang ide Candi melalui: 1 Interpretasi  gramatis (kalimat gaya bahasa simantik, kata-kata dipakai, sejarah) (2) Interprestasi dunia psikologis mental (apa kiranya yang/isi kembali  dipikir penulis atau pembuat Candi ini.

Hermeneutika Diskursus Determenistik (5) : Candi Sukuh ("Buku Teks Sukuh")  dipahami melalui  Nacherleben (dialami kembali)  dilakukan dengan melakukan re=experience, empaty (bagiaman kalau diri saya pembuat Candi guns mengalami mereka itu secara otentik dengan melakukan transposisi dalam diri pematung. 

Hermeneutika  Diskursus Determenistik (6) : Candi Sukuh ("Buku Teks Sukuh") bagian-bagian maupun keseluruahan secara bersama sama. Kalimat bisa isi pikiran bisa juga tidak, (=bukan manusia mengucapkan kalimat, tapi kalimat adalah mengungkapkan manusia). Sama seperti tubuh, dan jiwa sebagai satu kesatuan.

Hermeneutika Diskursus Determenistik (7) : Candi Sukuh ("Buku Teks Sukuh") dapat dipahami dengan akal budi yang memampukan memahamibagian atau sekaligus sebagai divinate (intuisi) untuk memperoleh objektivitas. 

Makna  Candi Sukuh (Buku Teks Sukuh) dapat dibenarkan lebih baik dari pengarangnya maka terjadilah objektivitas (=melalui Nacherleben) guna menghadirkan menghadirkan makna masa lalu, dalam psikologis gramatis, dan reproduksi sehingga lebih baik dari makna awalnya.

Hermeneutika Diskursus Determenistik (8) : Candi Sukuh ("Buku Teks Sukuh") dapat dibaca diantara kalimat-kaimat secara makna sehingga melampaui letarisme dan menyatakan reinterprestasi dapat memperoleh pemahaman lebih dari penulis awal.

Hermeneutika Diskursus Determenistik (9): Candi Sukuh ("Buku Teks Sukuh") dalam interprestasi ini adalah memposisikan mengambil alih fungsi dari fungsi pengarang sehingga lebih baik dari penulis aslinya).

Schleiermacher pada kritik Gadamer menyimpulkan "bukan ketidakjelasan historis teks, tetapi ketidakjelasan pada dirinya sendiri". Bagimanapun juga Schleiermacher adalah tokoh penting yang tidak bisa dilepaskan dalam episteme ilmu tafsir atau hermenetika sejak Yunani Kuna, kemudian ke hermeneutika sebagai ilmu filologi.  

Schleiermacher ikut memperpanjang ketekunan tradisi [akademik] untuk mengantarkan hermeneutika Dilthay,  Heidegger, Habermas, Ricoeur, Derrida, Gadamer. Pemikiran  Schleiermacher metode rekonstrusi subjektif, obyektif, dan historis mendirikan ilmu hermeneutika umum atau dikenal hermeneutika sebagai sistem interprestasi dengan sebutan ["General Theory and Art Interpretation"]. 

Schleiermacher adalah menyulut api Prometus dalam perdebatan metode Ilmu-ilmu social yang membutuhkan penghayatan batin (elebnis), ekspresi kehidupan (leben saeusserung),  pemahaman (verstehen). Kontribusi ini tentu didasarkan pada pemikiran (Lebenswelt) berupa pengalaman hidup yang dihayati sebelum adanya penjelasan (erkleren) yang bersifat rasionalisme empirisme. ***

Daftar Pustaka: Ormiston, Schrift.,1990., The Hermeneutic tradition : from Ast to Ricoeur., State University of New York Press.

Apollo, 2014., Laporan Penelitian., Studi Etnografi Reinterprestasi Hermeneutika Candi Sukuh Karanganyar Jawa Tengah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun