Persoalan Awal Pada abad ke-18, terjadi perdebatan seru di  antara para pemikir perihal hakekat kedua jenis pasar Pasar Sistem Komando, dan Pasar Bebas. Ada yang menghendaki pasar bebas dengan alasan sebagai ekspresi kebebasan manusia yang paling memadai, namun ada juga yang menghendaki sebaliknya dengan alasan yang tidak kalah logisnya.
Pasar Komando (campur tangan pemerintah) menjamin terciptanya pemerataan kesejahteraan umum. Maka muncul soal: Apakah memang pemerintah perlu mengintervensi pasar supaya kasus-kasus di atas tidak terjadi. Jika, ya! Sejauh mana. Atau, apakah pasar memang harus bebas. Jika, ya! Dalam arti apa.
Jawaban atas kontroversi seputar mekanisme pasar (bebas atau komando) nampak sama-sama logisnya. Meskipun demikian, kecenderungan lebih kuat mengarah kepada Free Market System. Kuatnya kecenderungan tersebut didasarkan  pada kedua argumen berikut: (1)  Argumen Hak-hak Moral (John Locke, filsuf ekonomi politik berkebangsaan Inggris. Dan (2) Argumen Utilitarianistik Adam Smith (Bapak Ekonomi modern). Sebuah alasan logis yang menghendaki pasar bebas didasarkan pada ciri kodrati manusia (pelaku pasar) sebagai makluk  bebas.
Sebagai makluk bebas, dari kodratnya manusia telah dilengkapi dengan sejumlah  hak dasar yang melekat pada dirinya.  Kodrat melengkapi manusia dengan hak  milik, hak ekspresi diri dalam berbagai aktivitas, termasuk dalam dunia ekonomi.
Menurut John Locke ( 1632– 1704), kedua hak dasar itu (kebebasan dan hak milik pribadi) hanya dapat dilestarikan dalam pasar bebas. Apa Alasan dan Dampaknya. Alasannya, pada dirinya sendiri pasar  bebas memungkinkan setiap individu  untuk secara suka-rela atau tanpa paksaan eksternal (definisi kebebasan) untuk menjual harta bendanya sendiri atau membeli harta orang lain demi kesejahteraan hidupnya, kerluarganya dan juga lingkungannya. Dampaknya, dengan argumentasinya itu Locke jelas-jelas menolak campur tangan pemerintah dalam urusan pasar.
Mengapa. Sekedar catatan untuk Locke. Menolak campur tangan pemerintah atas nama kebebasan, nampaknya logis. Namun, mengeksklusifkan dan mengimplisitkan  kebebasan dalam hal ini pada dirinya  sendiri akan menimbulkan tanda tanya  karena menimbulkan persoalan-persoalan baru.
Misalnya: Side-effect, lingkup kebebasan, konflik hak, keadilan serta aspek privatistik dan egosentrisme manusia  sebagai makluk bebas. Di sinilah kelemahan argumentasi Locke. Side-effect Locke lupa bahwa sebagai makluk bebas, manusia justru bukan makluk soliter. Sebagai  homo socius dan tuan atas dirinya manusia  selalu berada di dalam kebersamaan dengan yang lain.
Di dalam kebersamaan (kebersamaan para tuan) itulah dia menjadi semakin  manusiawi. Dia dapat menjadi atau uebermensch(manusia unggul), atau Primus inter Pares dalam sebuah state of nature.  Ini, luput dari logika dan pemikiran pada Locke.
Lingkup Kebebasan,  mengatakan bahwa secara alami manusia  merupakan makluk bebas itu betul, namun tidak menjelaskan apa-apa dalam kaitannya dengan pasar sebagai inter-aksi manusia bebas. Mengapa, tidak hanya pasar yang semestinya bebas,  melainkan seluruh aktivitas manusia harus  bebas.
Ciri kemaklukan manusia sebagai insan bebas tidak hanya ditentukan oleh kegiatannya sebagai homo economicus. Manusia juga ada konsep homo lain, misalnya : homo socius, homo intellectus/rationale, homo ludens, homo sapiens, etcetera.Jadi, kebebasan yang dikedepankan Locke belum  banyak berbicara tentang pasar bebas.
Konflik nilai, Ketika menggagas kebebasan dan kepemilikan sebagai hak yang melekat pada setiap individu  yang merupakan hak negatif=tidak dapat  diintervensi), Locke juga tidak dapat  menjelaskan konflik yang mungkin terjadi di  antara hak-hak negatif itu dengan hak-hak  positif (dapat diintervensi sejauh membantu  merealisasikannya) yang juga melekat pada  setiap individu (hak mendapatkan pekerjaan  yang sesuai, mengenyam pendidikan yang layak,  mendapatkan pelayanan sosial yang memadai, hak tanah social ulayat kampong leluhur). Hak-hak positif itu justru mengandalkan campur  tangan pemerintah! "Relevankah gagasan Locke".