Mohon tunggu...
Weha Tinker
Weha Tinker Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hukuman Mati bagi Pemerkosa

8 Mei 2016   06:05 Diperbarui: 8 Mei 2016   08:28 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komnas Perempuan mencatat hingga 2016, dari 321.752 kasus kekerasan terhadap perempuan, kekerasan seksual di ranah personal menempati peringkat kedua, yaitu dalam bentuk pemerkosaan sebanyak 72% (2.399 kasus), pencabulan 18% (601 kasus), dan pelecehan seksual 5% (166 kasus). Adapun di ranah publik, dari data sebanyak 5.002 kasus, kekerasan terhadap perempuan tertinggi ialah kekerasan seksual (61%). Sumber.

Kasus terakhir, yang menimpa Y yang diperkosa 14 orang di rejang Lebong, merupakan peringatan terkini, bahwa Indonesia sudah pada tahap darurat kekerasan terhadap perempuan, khususnya perkosaan. Tahap ini bisa dianalogikan dengan tahap akhir status gunung berapi, yakni Awas (Tingkat IV): segera atau sedang meletus atau ada keadaan kritis yang menimbulkan bencana dalam skala luas.

Pendapat masyarakat tentang hukuman yang tepat bagai pemerkosa yang berkembang saat ini bervariasi: hukuman penjara yang berlaku saat ini, hukuman kstrasi, dan hukuman mati.

Lalu yang mana hukuman yang terbaik?

Hukuman Penjara bagi Pemerkosa Saat ini

Menurut Pasal 285 KUHP, tindak pidana perkosaan diancam dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun. Sedangkan menurut Pasal 81 dan 82 UU Perlindungan Anak, ancaman pidana penjara bagi pemerkosa anak paling singkat 3 tahun, dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Dalam UU tersebut tidak didapatkan aturan mengenai kompensasi terhadap kerugian dan penderitaan korban perkosaan.

Yang menyedihkan,para hakim yang memeriksa pelaku perkosaan biasanya tidak menjatuhkan vonis pidana penjara maksimal 15 tahun. Hal ini, antara lain karena penjatuhan pidana maksimal mengharuskan adanya bukti-bukti terjadinya perkosaan dan alasan/dasar penyebab terjadinya perkosaan. Yang lebih menyedihkan, semua bukti-bukti tersebut harus dikumpulkan oleh korban perkosaan. Sumber. Bahkan, 7 orang pelaku pidana perkosaan Y, hanya dituntut dengan pidana penjara 10 tahun. Sumber.

Sebagai perbandingan, walapun kurang tepat tetapi sama-sama makhluk hidup, tindak perkosaan manusia terhadap binatang pun pelaku perkosaannya bisa dijerat dengan Pasal 302 KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling lama tiga bulan, karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan. Sedangkan Jika perbuatan itu mengakibatkan si hewan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau luka berat, atau mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan hewan. Sumber. Tentu saja ini bila ada pihak yang menghendaki agar si pemerkosa binatang ditindak sesuai hukum yang belaku. Yang bikin bingung disini adalah, apakah si binatang korban perkosaan yang diminta hakim untuk mengumpulkan bukti-bukti dan penyebab perkosaan?

Jadi jelas bahwa ancaman pidana penjara terhadap pelaku perkosaan terhadap manusia berdasarkan hukum yang berlaku saat ini sangat ringan, tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku perkosaan, serta efek menakutkan bagi calon pelaku perkosaan.

Hukuman Kastrasi bagi Pemerkosa

Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa pemerkosa sebaiknya dihukum dengan hukuman kastrasi. Namun hukuman ini menemui kendala.

Orang yang dikastrasi akan merasa depresi, putus asa, dan stres; namun orang yang dikastrasi tersebut dapat lebih agresif untuk menyalurkan fantasi seksualnya lewat kejahatan seksual yang bisa jadi lebih parah. Sumber. Orang yang dikastrasi tersebut bisa jadi secara membabi-buta mencari korban untuk diperkosa disertai tindakan sadis yang tidak terduga.

Hukuman kastrasi bukan solusi yang tepat, sebab menimbulkan ancaman adanya pemerkosa kambuhan yang lebih parah.

Hukuman Mati bagi Pemerkosa

Ada pendapat yang menyatakan bahwa hukuman mati adalah hukuman yang tidak manusiawi, merendahkan martabat manusia, dan justru akan mengundang kekerasan baru, dan dengan penghukuman. Yuniyanti menambahkan bahwa hukuman yang pantas bagi pemerkosa adalah hukuman yang menjerat dan edukatif. Data pendukung silakan di-googling sendiri. Gampang kok.

Pendapat semacam itu tampaknya hanya memperhatikan kepentingan pemerkosa, bukan kepentingan korban perkosaan. Sudahkah ancaman hukuman penjara bagi pemerkosa bisa dirasakan adil bagi korban perkosaan, yang menderita seumur hidup, secara lahir dan batin? Bagaimana rasa keadilan yang dirasakan oleh keluarga korban perkosaan yang diperkosa sampai meninggal?

Bagaimana bila perkosaan itu menimpa dirinya, atau sanak keluarganya, masihkah orang tersebut berbicara tentang hukuman yang manusiawi dan tidak merendahkan martabat manusia?

Menyangkut pidana penjara yang sifatnya kuratif atau edukatif, adakah best practices yang bisa menjadi bukti dan menjamin bahwa pidana yang bersifat edukatif dapat memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana? Beberapa tindak pidana perkosaan ternyata dilakukan oleh penjahat kambuhan. Lihat antara lain ini, dan ini. Untuk data tambahan, silakan googling sendiri :).

Tidak mengherankan, reaksi publik di media cetak maupun online sangat hebat. Banyak yang menuntut diberlakukannya hukluman mati bagi para pemerkosa. Di pihak pemerintah, Menteri PPPA, Yohana Yembise, menyatakan dukungannya terhadap hukluman mati bagi para pemerkosa:

“Sebenarnya kalau sampai saya lihat anak meninggal itu, nilai anak itu sama dengan mereka. Nyawa dengan nyawa. Jadi kalau sampai mati ya, sebenarnya harus dibunuh semua pelaku itu,” ujar Yohana kepada wartawan. Sumber.

Selanjutnya, dengan ungkapan yang lebih lunak tapi multi-interpretasi, Persiden Jokowi juga menyatakan bahwa pelaku perkosaan Y harus ditangkap dan dihukum seberat-beratnya. Sumber.

Dengan hukuman mati, tidak mungkin ada mantan pemerkosa yang bergentayangan kesana kemari, menjadi pemerkosa kambuhan yang sangat menakutkan.

Jadi, hukuman mati bagi pemerkosa merupakan solusi terbaik

Perlu Penerapan Hukuman Mati bagi Pemerkosa

Tampaknya hukuman yang paling pantas bagi pelaku perkosaan adalah hukuman mati.

Namun, dasar hukum penjatuhan sanksi hukuman mati untuk saat ini belum mendukung.

Lalu apakah harus menunggu terbitnya KUHP yang baru? Atau UU KPS? Pembuatan UU jelas makan waktu lama. Jadi jawaban yang realistis adalah inilah saatnya pemerintah menerbitkan PERPPU Hukuman Mati Bagi Pemerkosa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun