Desa Naha Aya, terletak di Kecamatan Peso Hilir, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara, menyimpan sebuah situs bersejarah yang memikat perhatian banyak orang.Â
Kuburan kuno dengan lima tiang penyangga yang diyakini milik seorang perempuan Dayak Kayan bernama Aya. Kuburan ini terletak di tengah hutan, di mana tiang-tiang kokoh yang menopang struktur makam menjadi saksi bisu dari cerita dan mitos yang telah berkembang sejak lama.Â
Desa Naha Aya dan Kehidupan Masyarakatnya
Desa ini memiliki luas wilayah 455,48 km dan dihuni oleh 265 keluarga (935 jiwa) pada pertengahan 2021. Penduduknya didominasi suku Dayak Kenyah dan Kayan, dengan mayoritas berprofesi sebagai petani.
Perjalanan menuju desa ini dimulai dengan menggunakan speed boat yang menempuh arus Sungai Kayan yang penuh tantangan. Setibanya di desa, pengunjung disambut dengan gapura ukiran khas Dayak dan aroma asap ladang yang mengisyaratkan musim berladang yang sedang berlangsung.
Cerita Tentang Kuburan Aya
Kuburan kuno di Desa Naha Aya berusia ratusan tahun dan diyakini sebagai tempat peristirahatan terakhir seorang putri raja Dayak Kayan bernama Aya. Konon, Aya karam di Sungai Long Peso dan jasadnya ditemukan dan dikuburkan Naha Aya. Kirib Jalung (82), seorang warga setempat, menceritakan bahwa makam tersebut telah ada jauh sebelum neneknya lahir.Â
Menurutnya, makam ini hanya bisa dibuka melalui ritual khusus, yaitu dengan mempersembahkan ayam sebagai bagian dari prosesi pemakaman.
Keunikan lain dari kuburan ini adalah struktur bangunannya yang tidak menggunakan paku sama sekali. Kuburan ini didukung oleh lima tiang yang terbuat dari kayu ulin, dengan sebuah gong besar yang tergantung di setiap sudut makam, meskipun kini gong-gong tersebut sudah hilang. Masyarakat setempat percaya bahwa orang yang lewat harus menutup mata, meskipun alasan pastinya masih menjadi misteri.Â
Mitos Tumbal Budak
Dibalik kokohnya tiang penyangga makam, terdapat cerita tragis tentang seorang budak yang dijadikan tumbal untuk memperkuat bangunan makam. Menurut Kirib, saat pembangunan makam, budak yang telah diberi makan hingga kenyang dipaksa untuk mengambil kapak yang dijatuhkan ke dalam lubang.Â
Ketika budak itu tunduk untuk mengambil kapak, bambu yang digunakan untuk menariknya secara tiba-tiba ditarik, menyebabkan darah terpercik hingga ke atas sebelum tiang dipasang.
Cerita ini masih menjadi mitos yang dipercaya oleh sebagian masyarakat, meskipun kebenarannya tetap tidak dapat dipastikan.
Keberadaan Kuburan Kuno dan Potensi Wisata Sejarah
Makam Aya terletak tidak jauh dari kantor Desa Naha Aya dan saat ini kondisinya memprihatinkan, dipenuhi tanaman liar yang merambah ke sekitar struktur bangunan. Ketinggian makam ini diperkirakan mencapai 30 hingga 35 meter.Â
Meski begitu, makam ini memiliki potensi untuk menjadi destinasi wisata sejarah yang menarik. Sayangnya, informasi mengenai situs ini tidak tersedia seperti halnya di Toraja, Sulawesi Selatan, yang terkenal dengan situs makam kuno mereka.Â
Namun, keberadaan kuburan ini tetap menjadi daya tarik bagi wisatawan yang tertarik untuk mengenal lebih dalam budaya lokal dan sejarah masyarakat Dayak.Â
Masyarakat Desa Naha Aya menjaga dan melestarikan situs makam ini, meskipun akses dan informasi terkait situs tersebut masih terbatas.
Kuburan kuno di Desa Naha Aya bukan hanya sebuah peninggalan sejarah, tetapi juga cerminan dari kekayaan budaya dan mitologi masyarakat Dayak Kayan.Â
Dengan cerita yang turun temurun dan daya tariknya sebagai destinasi wisata sejarah, kuburan ini menjadi salah satu warisan budaya yang perlu dilestarikan dan diperkenalkan kepada lebih banyak orang.
Masyarakat setempat, meski menghadapi keterbatasan sumber daya, terus menjaga dan merawat situs ini dengan penuh penghormatan terhadap leluhur mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H