Mohon tunggu...
Oktavian Balang
Oktavian Balang Mohon Tunggu... Jurnalis - Kalimantan Utara

Mendengar, memikir, dan mengamati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Eksplorasi Tradisi Kuno Telinga Panjang di Long Beliu, Kalimantan Timur

30 Juli 2024   10:35 Diperbarui: 1 Agustus 2024   06:16 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Telinga panjang adalah tradisi kuno yang menjadi bagian penting dari sejarah dan budaya suku Dayak. Tradisi ini kini hampir hilang dari warisan budaya kita. 

Telinga panjang bukan hanya sekadar ciri fisik yang khas, tetapi juga simbol kekuatan, kecantikan, dan identitas sosial bagi komunitas yang mempraktikkannya. 

Dalam upaya mendalami nilai-nilai dan makna di balik tradisi telinga panjang, berbagai pihak, termasuk penulis, peneliti, dan penggiat budaya, berusaha menemukan kembali jejak tradisi ini di seluruh penjuru Kalimantan. 

Mereka mengumpulkan cerita-cerita lama, menelusuri sisa-sisa tradisi yang mulai pudar, dan berupaya memahami konteks sosial yang membentuknya. Kisah-kisah mengenai telinga panjang mengajak kita merenungkan bagaimana perubahan zaman dan pengaruh luar telah mengubah pola pikir dan praktik budaya di kalangan masyarakat suku Dayak. 

Di tengah arus perubahan ini, masih ada mereka yang teguh mempertahankan tradisi, menjadi penjaga terakhir yang memastikan kebudayaan mereka tidak lenyap di tengah modernisasi yang kian pesat.

Sekilas Kampung Long Beliu

Long Beliu merupakan satu dari empat belas kampung yang terdapat di Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Kampung yang memiliki luas wilayah 109.065,57 ha ini dihuni 903 jiwa. 

Suasana Balai Adat Long Beliu | Dokumentasi Pribadi
Suasana Balai Adat Long Beliu | Dokumentasi Pribadi

Long Beliu kerap berganti nama mulai dari Long Gie, Long Gie Duhung, hingga resmi secara administratif pada 2008 menjadi Long Beliu yang artinya "Ini Jadi." 

Dahulunya, kampung ini dihuni oleh Suku Dayak Lepo Sun. Keberadaannya telah ada sejak tahun 1910. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, komunitas tersebut bercocok tanam dan berburu hewan di hutan. Namun, seiring berjalannya waktu, Suku Kenyah Lepo Sun semakin berkurang tanpa alasan yang jelas.

Eksplorasi Tradisi Telinga Panjang

Dorongan untuk mengeksplor lebih lanjut muncul ketika penulis berbincang-bincang dengan Ino, salah satu pendamping Desa Merapun yang menceritakan tentang perkampungan Dayak Kenyah yang mempertahankan adat istiadat dan memiliki balai adat yang masih kokoh. 

Dengan semangat, penulis memutuskan untuk menelusuri keajaiban Desa Long Beliu, yang hanya berjarak 6 km dengan waktu tempuh berkisar 15-30 menit menggunakan sepeda motor dari Kantor Camat Kelay.

Meskipun disarankan untuk tidak berjalan kaki karena jarak yang cukup jauh, penulis tetap bersikeras untuk merasakan pengalaman berjalan kaki. 

Dalam perjalanan ini, penulis dihampiri oleh seorang bapak gemuk yang ramah, menawarkan tumpangan dengan sepeda motornya. 

Tiba di gapura Desa Long Beliu, penulis tak bisa menahan diri untuk mengabadikan keindahan gapura ukiran Dayak yang begitu megah dan meminta bapak itu untuk meninggalkan penulis.

Namun, perjalanan masih panjang, dan seorang anak muda ramah membantu penulis mencapai perkampungan. Dengan penuh kebaikan, dia menanyakan tujuan penulis yang ingin melihat desa, mengabadikan momen melalui kamera, dan menjelajahi balai adat.

Keindahan Balai Adat

Tiba di balai adat, kekaguman penulis terpancar melihat rumah Lamin adat Dayak yang terjaga kebersihannya. Salah satu warga, anak muda yang ramah, dengan senang hati membantu penulis untuk berfoto di balai adat yang begitu indah. 

Keunikan Desa Long Beliu tidak hanya terletak pada keindahan fisiknya, tetapi juga pada keramahan warganya. Para ibu yang baru saja pulang dari ladang, dengan khas topi Dayak, menyambut penulis dengan ramah.

Para ibu yang baru saja pulang dari ladang | Dokumentasi Pribadi
Para ibu yang baru saja pulang dari ladang | Dokumentasi Pribadi

Pertemuan dengan Nenek Julan

Namun, perjalanan ini tidak berhenti sampai di situ. Di tengah perjalanan, penulis melihat seorang nenek yang mempertahankan tradisi telinga panjang, menciptakan keinginan untuk mendokumentasikan dan menggali lebih dalam ceritanya. 

Di teras rumah, penulis melihat Nenek Julan bersantai dengan dua pria, satu di antaranya berusia muda dengan tubuh penuh tato, sedangkan yang lain berusia sekitar 40 tahun. Mereka menyambut penulis dengan ramah, memberikan izin untuk berfoto bersama Nenek Julan.

Julan sedang bersantai dengan cucu | Dokumentasi Pribadi
Julan sedang bersantai dengan cucu | Dokumentasi Pribadi

Dalam keheningan desa, suara lembut Nenek Julan mengalun, meskipun tidak selalu jelas dalam setiap kata yang diucapkannya. Penulis, terdorong oleh rasa ingin tahu, memutuskan untuk mencari pemahaman lebih lanjut melalui salah satu anak Nenek Julan, yang akrab disapa Apuy.

Menyingkap Cerita Nenek Moyang

Apuy menceritakan bahwa tato bergaris tiga merupakan simbol keturunan bangsawan. Beberapa tato mungkin polos, sementara yang lain memiliki satu garis. Nenek Julan mengenang masa ketika orang asing sering datang ke desa mereka, namun kini, tradisi ini mulai pudar.

Melalui cerita-cerita seperti yang disampaikan oleh Apuy, kita dapat memahami bagaimana tradisi telinga panjang dan tato ini merupakan bagian integral dari identitas dan sejarah masyarakat Dayak. Tradisi ini tidak hanya tentang fisik, tetapi juga tentang narasi dan warisan budaya yang harus dijaga dan dilestarikan.

Jejak Terakhir Telinga Panjang di Desa Long Beliu ini mengingatkan kita akan pentingnya melestarikan warisan budaya dan menghormati tradisi yang telah menjadi bagian dari identitas masyarakat. 

Di tengah arus modernisasi, kisah-kisah seperti ini memberikan kita pandangan yang lebih dalam tentang kekayaan budaya dan sejarah yang kita miliki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun