Mohon tunggu...
Oktavian Balang
Oktavian Balang Mohon Tunggu... Jurnalis - Kalimantan Utara

Mendengar, memikir, dan mengamati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sekilas tentang Desa Pingping

8 Februari 2020   22:48 Diperbarui: 9 Februari 2020   18:08 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana yang berbeda saya rasakan saat mengunjungi beberapa desa di Tanjung Palas Utara. Di sana, kebanyakan suku Dayak dan Jawa mendominasi pedesaan yang ada di Tanjung Palas utara. Nah, saya mau menceritakan pengalaman saya saat mengantarkan paket ke desa Ping-Ping. 

Desa Ping-Ping
Desa Ping-Ping adalah desa pertama yang saya kunjungi untuk mengantarkan paket. Di setiap rumah yang saya kunjung, hampir di setiap sudut rumah, baik di luar maupun dalam, akan ditemukan sebuah topi tradisional yang tertata rapi di sekitar teras rumah maupun di ruangan tamu.

Konon, masyarakat Dayak Kenyah menyebutnya "Topi Saung", yang di mana fungsi dan kegunaanya sebagai alat pelindung kepala yang sering mereka gunakansaat pergi ke ladang. 

Selain itu,"Topi Saung"  juga sering dipajang di setiap rumah masyarakat Desa Ping-Ping untuk sebagai hiasan rumah mereka.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Setelah selesai mengantarkan paket ke semua customers, kebiasaan yang sering saya lakukan adalah mengunjungi beberapa tempat yang menurut saya merupakan tempat unik yang masih terkesan tradisional.

Tempat pertama yang saya datangi adalah rumah adat Dayak, sebuah bangunan kayu yang dipenuhi dengan ukiran-ukiran yang di depannya terpajang beberapa patung yang terbuat dari kayu asli khas karya suku Dayak. 

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Letak rumah adat yang ada di desa Ping-Ping pun tak jauh dari pemukiman masyarakat. Saat di sana, saya melihat seorang bapak sedang membuat kerajinan tangan yang sedang duduk di depan teras rumah. 

Berhubung saya penasaran, saya pun menghampiri bapak tersebut dan memperkenalkan diri.  Dan dari perkenalan tersebut, saya pun mengetahui nama bapak tersebut ialah Pak Kejut. 

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Hutan adalah pasar bagi kami begitu kata pak kejut yang saat ini sedang berusia 72 tahun, saya tidak pernah membeli rotan ( bahan dasar pembuatan tas anjat), semua gratis yang sudah di sediakan oleh alam sekitar, mau makan buah, ambil saja di hutan, mau makan ikan, ambil saja di sungai, mau makan daging, pergi saja ke hutan. 

Begitu mudah beliau bercerita kepada saya, padahal keadaan yang sebenarnya saat ini, hutan tidak seperti yang dia bayangkan. Saat ini hutan sudah banyak ditebang oleh perusahaan asing, lalu mereka mengantikannya dengan kelapa sawit. 

Seharian  saya banyak mengobrol dengan Pak Kejut. Tanpa sadar, saya kaget karena kedua matanya kini sudah mulai rabun. Tapi begaimana bisa kataku, di tengah kondisi penglihatan beliau yang tidak begitu baik, tapi kenyataannya beliau masih bisa membuat kerajinan tangan dengan baik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun