Mohon tunggu...
Bakso Tumpah
Bakso Tumpah Mohon Tunggu... Lainnya - Layanan Kesehatan Batin

Lahir di Panci Besar, setelah dibuat bulat oleh empunya. Dan yang terpenting, ia sudah mandi besar sebelum pergi salat jumat.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ekstrovert Agape

16 Februari 2021   21:23 Diperbarui: 27 Februari 2021   00:14 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

"Tak perlu satu sama lain untuk mencintai."
-- Eka Kurniawan

ORANG bilang memendam perasaan adalah rutinitas seorang introvert yang identik dengan pemalu. Apakah itu benar? Menurut gua ini masalah universal, kalau kata Dee, "Hidup tidak membiarkan satu orang pun lolos untuk jadi penonton. Semua harus mencicipi ombak."

Kenyataannya teman gua yang ekstrovert bahkan terkenal punya banyak mantan aja, memiliki seseorang yang ia lambangkan sebagai mentari. Ya, cukup menyinari. Gua sendiri menyebut kejadian ini dengan istilah Ekstrovert Agape.

Tetaplah di istanamu langit yang biru kelabu biarkan rinduku, kusimpan bersama mimpiku. Mungkin ini salah satu penggalan lirik dari Rumahsakit yang pas untuk menggambarkan semua kejadian ini. Beginilah kisahnya.

A adalah lelaki yang bisa dibilang nggak cakep-cakep amat si, tingginya juga kaya lelaki Indonesia kebayakan +- 165cm. Cuma gua akuin dia kalau ke cewe gimana gitu--bisa bikin klepek-klepek kaya lele dikasih garam--dan ia juga jago main futsal, mungkin itu yang membuat tinggi pesonanya (Atau mungkin A masang  wiba tinggi di Banten, malah susuk kali ya).

Jangan ditanya isi WAnya, cewenya--yang entah cewenya yang ke berapa, haha--sampai capek berurusan dengan cewe yang di belakang mempunyai hubungan dengan A. Walaupun capek ia tetap masih bertahan hingga cerita ini dibuat. Salut. Gua sampai bosen dengar gosip putus-nyambungnya. Kok kesannyaa kaya gibah, ya? Haha.

Nah ini yang dicari-cari di Google nggak ketemu, ketemunya malah di Yandex. Si B. Dia memiliki tabiat hampir serupa dengan A. Mereka pernah sekelas waktu kelas 10. Ya biarpun, kelas 11 dan 12 nggak sekelas, mereka tetap main bersama. Mereka  anak basis co. Beda sama gua yang ke kantin aja takut. Haha cupu banget gua.

Suatu waktu, ketika mereka sedang dirundung urusan masing-masing--menjadi mahasiswa/i akhir di sebuah PTN favorit di pulau Jawa. B curhat di salah satu platform blog. Ia mengangkat cerita rahasia terdalam hatinya dengan memakai nama samaran.

Hebatnya A, yang memakai nama samaran juga membaca curhat itu. Karena merasa senasib, A komen, dan memutuskan untuk berbalas chat. Terasa aneh, dua manusia yang selama ini dikenal ekspresif, sekarang begitu terbebani mengungkapkan perasaan hatinya sendiri. Segala pakai nama samaran lagi.

Hari berlanjut. A meminta saran yang apa harus ia lakukan. Saran yang kemudian hari menjadi bumerang, yang mengenai serat halus di hatinya. B menjawab dengan asal, karena dia sendiri juga bingung sama dilema hidupnya. "Kasih aja kado favoritnya, siapa tahu yuhuu. :D :P" B menulis itu karena ia sering berkhayal mendapatkan kado spesial dari seseorang yang tinggal di ruang mungil dalam dadanya itu. (Siapa lagi kalau bukan temen gua, A)

Dan terjadilah hari yang.... Kala B dirundung kesibukan skripsinya. Datang sebuah paket tanpa nama pengirim untuk dirinya. Betapa terkejutnya ia setelah tahu isi kado tersebut. Tanpa rasa curiga, ia malah berpikir itu kado dari pacarnya. Sebenarnya si B ingin mengucapkan terima kasih ke pacarnya via WA (kalau buat snapgram nggak mungkin, udah bukan waktunya lagi) yang romantis juga--dalam pikirannya.

Entah, angin  muson atau angin laut yang sedang berhembus, malah membuatnya nyasar untuk mengabari A. Masih dengan rasa yang sama. Tanpa curiga. Dengan senang hati ia bercerita mendapatkan kado tanpa nama pengirim dengan keseluruh.

Apa yang dialami B. Sampai cerita ini diangkat B belum mengetahui kalau itu adalah A. Seseorang yang amat ia cintai. Mungkin hingga seterusnya, kalau gua nggak cepu, apa B baca tulisan ini. 

Setelah mengetahui semuanya batin A terguncang. Perasaannya tercampur bersama buah-buahan dalam gelas yang berisi sirup, ditambah latarnya siang-siang bulan puasa. Ternyata selama ini ia berbalas chat dengan orang yang menempati palung rahasia terdalam di hatinya. Seseorang yang tidak pernah terlewatkan dalam doanya sebelum tidur. Seseorang yang ia juluki mentari. Cukup menyinari. Kebenaran yang datang terlambat. Ia sempat kalap.

"Mengapa gua nggak pernah merasa kalau seseorang yang sering diceritakan B di chat itu gua." A bertanya retoris, aneh bukan sama gua, tapi sama lampu jalanan. Kenapa, karena ia selama ini merasa rindunya hanya bersinar sendiri kaya lampu jalanan. Ia beriman kepada qoutes Aan Mansyur.

Satu hal besar yang A ceritakan, B adalah motivasi terbesar dalam perjuangannya masuk PTN beberapa tahun yang lalu, meskipun kadang rindu menyerang ia berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Tapi ia tidak bisa mengakhiri hidupnya, setengah jiwannya masih ingin melihat B. Terus melihat B sampai waktunya ia benar-benar pulang.

Kalian pasti tadi akan berpikir A akan memberanikan diri membuka identitas aslinya, bukan?

Dari sisinya sendiri, ia mengetahui pacarnya sangat sayang padanya. Pacar juga telah begitu lengket kepada ibunya. Dari sisi B. Keluarga B sudah dekat sekali dengan keluarga pacarnya. Setelah wisuda B siap untuk dilamar. Tidak mungkin A mengungkapkanya dan merusak kebahagiaan orang banyak. A bukan lelaki egois yang kalian kira. Jadi tidak mungkin.

Untuk urusan kado, A tidak melanjutkan ceritanya karena setelah tahu, ia tidak mau berurusan dengan B--meskipun B tidak tahu kalau ia adalah A. Untuk urusan kado biar menjadi polemik pribadi B dan pacarnya. Cukup sekian. Semoga A tetap waras menjalani hidup. Haha.
Makasih juga untuk sinar melankolia lampu ayam (lampu jalanan). Atas izin kemilaunya, seluruh gelisah A tumpah.

Cerita terinspirasi dari lagu kuning -Rumahsakit. Tapi juga merupakan kisah nyata yang diubah latarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun