“Tas dari brand besar mana yang Anda pamerkan?”
“Apakah Anda menggunakan komputer?”
“Apakah Anda berkomunikasi melalui jaringan telepon maupun data?”
“Apakah rumah Anda mempunyai rice cooker,televisi atau kulkas?”
“Apakah Anda memakai underware(maaf)? Coba lihat merek apa yang tertera di sana!”
Lalu, kita terlalu sering berdebat namun melupakan pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas. Begitu ada ucapan dari saya misalnya, “Selamat Natal untukmu, Kawan!” didengar oleh mereka yang kuat keislamannya, maka saya akan disebut telah keluar dari “ajaran” Islam. Saya dianggap mempermainkan Islam. Saya telah diracuni oleh mereka yang bukan beragama Islam. Maka dari itu, berkomunikasi saja pakai surat dari daun karena smartphone itu dibuat oleh mereka yang bukan dari Islam, tak perlu pula saya sebutkan merek namun Anda tahu benar bahwa China dan Korea sedang mendominasi kejayaan smartphone saat ini.
Di lain kesempatan, jangan lagi pakai kendaraan karena sepeda motor, mobil, bahkan pesawat udara dan kapal laut tidaklah diciptakan oleh orang Islam. Negeri matahari terbit misalnya, merupakan salah satu produsen kendaraan bermotor terbesar dunia. Jika tidak percaya, colek saja sepeda motor yang sedang terparkir di halaman rumah Anda. Di bagian yang tersembunyi, underware yang kita kenakan saat ini, mereknya saya tebak dalam bahasa Inggris. Jangan pakai underware jika menghujat non muslim terlalu panjang padahal tak pernah interaksi dengan mereka. Bahkan, kain yang Anda kenakan saat ini mesti dipilih lagi benar atau tidak dibuat oleh seorang muslim!
Sekadar ucapan salam saja, masihkah aturan itu baku? Salam itu bukan bom nuklir yang telah meluluhlantakkan Niroshima dan Nagasaki pada Perang Dunia II. Bukan pula mercon yang meletus bagai kentut. Saya selalu bertanya-tanya, kenapa urusan dengan non muslim jadi begitu ribetnya. Apakah saya akan di kutuk jadi batu seperti Malin Kundang? Apakah saya akan jadi Sangkuriang?
Tentu, yang tidak boleh tetap tidak boleh. Sahabat non muslim tetap sahabat saya. Salam yang seharusnya untuk muslim saja, tidak akan terucap untuk mereka yang non muslim.
“Adapun memulai mengucapkan ucapan selain “Assalaamu’alaikum!” kepada mereka, seperti ucapan “Selamat Pagi!”, “Selamat Datang!” dan ucapan yang semisalnya kepada mereka (non muslim), maka hukum yang tampak (bagi kami) adalah boleh. Hal ini dikarenakan: Hadits-hadits (yang ada dalam masalah ini) hanyalah terkait dengan larangan memulai mengucapkan ucapan “Assalaamu’alaikum!” kepada mereka dan tidak terkait dengan ucapan selamat yang lainnya. Di dalam (memulai) ucapan “Assalaamu’alaikum!” (kepada mereka) terkandung bentuk pemuliaan dan penghormatan yang spesifik bagi mereka, yang tidak terdapat di dalam ucapan-ucapan selamat yang lainnya.” (muslim.or.id, disadur dari fatwa.islamweb.net, 04/06/03).
Saya rasa, perkaranya cukup sampai di sini. Kehidupan yang damai bersama non muslim tidak perlu dihancurkan karena sebuah ucapan salam. Salam bisa beragam. Salam bisa terucap di mana saja. Media sosial yang notabene sebagai sarana menguatkan dalam menjalin silaturahmi tidak serta-merta dijadikan ajang pamer ini tidak boleh dan itu tidak boleh. Mudharatnya itu ada pada diri kita sendiri, biarpun bergaul dengan sesama muslim sekalipun, jika terjerumus ke perkara negatif, tak akan ke mana, ke situ juga. Say haidari sahabat non muslim yang biasanya membaca tulisan di blog tidak bisa saya abaikan karena takut di hukum. Ini bukanlah perkara yang mendapat hukuman perdata, hukum penjara bahkan hukum cambuk.