Kesadaran mengenai kesehatan reproduksi harus berasal dari dalam diri sendiri. Kita yang merasakan manfaatnya dan kita pula yang akan menerima imbasnya. Kami –-fasilitator remaja-– di daerah manapun, dari lembaga apapun, hanya memberi sedikit ilmu. Lepas dari itu kembali ke diri sendiri bagaimana mencernanya. PKBI saja memiliki banyak fasilitator remaja di seluruh Indonesia. Namun PKBI sebagai lembaga non pemerintah menjalankan program sesuai dana yang diberikan oleh donatur.
Fasilitator remaja memang disebut relawan namun uang jalan tetap diberikan. Donatur tidak lagi menyuntik dana, program penyuluhan kesehatan reproduksi ke lingkungan remaja pun akhirnya berhenti. Remaja yang pada saat ini duduk di bangku SMP dan SMA akhirnya tidak tersentuh untuk menerima share ilmu, pengalaman, dan tempat curhat ke teman sebaya.
BKKBN sebagai lembaga pemerintah sejatinya harus memiliki program berkesinambungan mengenai kesehatan reproduksi remaja. Penyuluhan kesehatan bukan saja seminar sehari dengan menghadirkan tokoh penting. Remaja butuh lebih besar dari itu. BKKBN layak memiliki fasilitator remaja tiap tahun yang kemudian menjadi duta kesehatan reproduksi. Setiap daerah punya kantor BKKBN dan setiap kantor punya andil untuk merekrut fasilitator, baik dari kalangan siswa maupun mahasiswa. Efeknya cukup besar bagi kalangan remaja karena curhat ke teman sebaya lebih ngena dibandingkan ke bapak atau ibu pejabat dari BKKBN.
Saat saya dan teman-teman masih menjadi fasilitator sampai akhir 2010, pesan yang terus kami dengungkan adalah, “Ganti pakaian dalam 2x sampai 3x dalam sehari!”
Mudah dan ringan namun dampaknya cukup besar pada kesehatan reproduksi remaja.
***
Twitter: @bairuindra
Facebook: https://www.facebook.com/bai.ruindra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H