Mohon tunggu...
Bai Ruindra
Bai Ruindra Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger

Teacher Blogger and Gadget Reviewer | Penulis Fiksi dan Penggemar Drama Korea | Pemenang Writingthon Asian Games 2018 oleh Kominfo dan Bitread | http://www.bairuindra.com/ | Kerjasama: bairuindra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Puasa Ganti

17 Juli 2016   15:42 Diperbarui: 17 Juli 2016   15:46 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Kau tidak puasa hari ini?”

Sang istri tidak menjawab. Menunggu si sulung dan si bungsu selesai berpakaian seragam kebanggaan mereka. Ketika melihat kedua anaknya mendekat, perempuan ini terbinar dan berkata lantang seolah takut didahului suami. “Hari ini mak masak sup udang kesukaan kalian, dan ingat itu juga untuk lauk nanti siang. Selamat makan!” sang ibu berlalu meninggalkan suami dan anak yang melongo heran dan berlari ke meja makan.

“Mak kayak nggak ikhlas ya?” cetus si bungsu. Si sulung dan ayah sudah duduk di kursi masing-masing.

Saat tudung saji dibuka Ayah, ketiga anak manusia itu saling pandang dan lesu. Memang benar ada sup udang tapi porsinya bukan untuk tiga perut, si bungsu saja tidak cukup. Si bungsu melirik Ayah dengan sangat menderita, menelan ludah saking ingin segera menyantap sup di depan matanya.

“Supnya dibagi tiga ya! Sisanya mak simpan untuk nanti siang!” suara mak dari ruang keluarga menambah berkurang napsu makan. Udang cuma tiga, kecil-kecil pula, tiga potongan tomat, tiga potongan wortel dan kentang, sisanya kuah dan cabai merah yang diiris kecil-kecil.

Ayah mengalah dan memilih makan dengan kuah dan cabai iris saja. Si bungsu senang bukan main, jatah Ayah sudah jadi miliknya. Si sulung malah sarapan dengan setengah hati. Mau nambah lauk sudah habis dituang ke piring si bungsu semua, tidak nambah artinya derita ia hari ini karena pelajaran olahraga – hari ini gurunya memberi tugas lari seratus meter. Belum tentu ia sanggup dengan keadaan seperti ini. Matanya sayu, namun Ayah membiar begitu saja.

Waktu sore, saatnya berbuka untuk ibu, sang ibu memasak dengan porsi lebih banyak dan sup yang tadi pagi ia masak juga dikeluarkan lagi dari persembunyiannya. Bahkan lebih dari setengah tadi siang, si sulung dan bungsu merana melihat sup udang kesukaan mereka itu. Bukan karena sore ini lebih banyak, tetapi karena tadi pagi dan siang mereka cuma makan sedikit.

“Mak puasa atau bukan? Masaknya nggak ikhlas untuk kami!” keluh si bungsu yang terbiasa makan banyak.

Perempuan itu tersenyum simpul.

“Sesekali diet kan nggak apa-apa, sayang,”

“Kok diet? Kami kan masih kecil!” si bungsu tidak terima, kata kami itu sebenarnya hanya untuk dia bukan menambah si sulung dan ayahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun