Mohon tunggu...
Bai Ruindra
Bai Ruindra Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger

Teacher Blogger and Gadget Reviewer | Penulis Fiksi dan Penggemar Drama Korea | Pemenang Writingthon Asian Games 2018 oleh Kominfo dan Bitread | http://www.bairuindra.com/ | Kerjasama: bairuindra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Puasa Ganti

17 Juli 2016   15:42 Diperbarui: 17 Juli 2016   15:46 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tiba esok hatinya, ia sungguh berpuasa. Awal pagi yang malas membuat hatinya lesu sampai sore. Anak dan suami dibiarkan telantar tanpa nasi bahkan lauk pauk. Ia malah selonjor di depan televisi dengan tawa terbahak-bahak. Anak dan ayah yang melihat tingkah ibu pasrah menerima keadaan.

Si bungsu pulang hampir menjelang magrib. Waktu itu, makanan sudah banyak terhidang di meja makan. Perempuan itu memasak sekali saja di sore hari sekalian ia berbuka puasa. Si bungsu langsung menyantap dengan dengan lahapnya karena siang tadi ia hanya makan mie rebus spesial rajikan chef sulung yang rasanya keasianan dan kepedasan.

Azan magrib berkumandang. Sang ibu buru-buru meninggalkan tayangan televisi yang menurutnya sangat inspirasi, kisah menantu dibentak-bentak mertua karena keasianan daging ayam panggang. Sang ibu berburu minuman segar yang baru seteguk diminum si bungsu. Alasan ibu, tidak sempat menuangkan ke gelas yang lain.

“Ustadku bilang, orang yang berpuasa lalu menyiapkan makan untuk orang yang tidak berpuasa atau anak-anaknya ini itu hukumnya sunnah dan dapat pahala!” kata si bungsu penuh penekanan dan makna, karena itu susah tidak ada yang masak. Walaupun ucapannya benar adanya. “Terus, katanya juga kalau buka puasa itu harus berdoa terlebih dahulu dan tidak terburu-buru nanti pahalanya hilang! Benar kan, ayah?” si bungsu masih nyerosos sambil terus makan dengan tidak berpaling ke arah ibunya pun pada ayah yang ia minta persetujuan.

Perempuan itu meletakkan gelas panjang minuman segar yang sudah habis dilahapnya, persis di depan si bungsu yang melirik kecewa dengan ekor mata sayunya. Berpaling ke suami dan si sulung, sekonyong-konyong meminta dukungan telah menelah semua minuman si bungsu. Sang suami angkat bahu dan di sulung tampak berpikir sebelum mengeluarkan suara.

“Makanan sebanyak ini enaknya di makan sekali duduk saja mak, asyiknya lagi di depan televisi, kayaknya sinetron anak menantu bertengkar tiap hari itu belum selesai. Ohya, jangan lupa sekalian tanyain berapa rakaat shalat magrib dan kalau perlu minta diajarin shalat magrib sekalian sama artis-artis cantik itu kali aja mak sudah lupa!” si sulung tersenyum simpul dan bergegas ke kamar mandi untuk berwudhu.

“Si abang benar, mak,” sang suami malah ikutan mendukung si sulung dan meninggalkannya bersama si bungsu yang kelihatan seperti anak kelaparan yang lupa dikasih makan orang tuanya. Sikap si bungsu juga masih dingin, masih marah dengan tangan jahil sang ibu yang merampas minuman segar miliknya tidak lebih lima menit yang lalu.

Hati perempuan itu iba, sayang sekali menatap putri bungsunya yang sedang melahap makan malam dengan rakus, lalu berpaling pada suami di depan pintu kamar mandi menunggu putra sulung mereka selesai mengambil air sembahyang untuk segera shalat setelah bersuci. Baru sehari saja puasa ganti yang ia kerahkan seluruh tenaga untuk dapat mempertahankan sampai magrib, lelahnya seperti ia sudah puasa tiga puluh hari di bulan Ramadhan tanpa henti karena datang bulan. 

Tapi hasilnya tentu tidak sebanding dengan seluruh keluarga menahan lapar karena keegoisannya. Apa salahnya ia memasak untuk kedua buah hati dan suami tercintanya? Ia tidak perlu mencicipi, setiap hari ia memakan di saat tidak puasa juga jarang mencicipi dan rasanya tetap enak. Tidak ada nada protes dari suami, sulung bahkan bungsu yang doyan makan.

Rasanya puasa hari ini seperti telah menyita seluru tenaga dan sia-sia saja. Lelah badan, capek pikiran dan pahala melayang entah kemana-mana, mungkin diambil suami sedikit, sulung sedikit dan lebihnya dilahap di bungsu karena ia yang paling menderita hari ini.

Hari kedua, pagi-pagi sekali ia sudah di dapur. Suami yang baru pulang melepas kerbau mereka yang tiga itu agar dapat merumput sendiri tampak terkejut. Si sulung dan di bungsu masih bersiap-siap ke sekolah di kamar mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun