Alasan menyusu tak akurat sebagai sebab Bara menangis. Bara juga menangis saat malam hari, padahal ibunya ada di dekatnya.
Mungkin karena masih bayi. Lagi-lagi aku mencari alasan Bara menangis. Padahal ini tidak penting. Aku masih saja memikirkan nasib sedih Bara. Di umur yang masih singkat, tentu dia tidak mau ditinggal lama-lama ibunya. Bersama lelaki beruban dan istrinya membuat Bara hilang kasih sayang sebenarnya.
Atau, mungkin karena ibunya menikah terlalu muda?
Alasan yang tidak bisa dipungkiri kebenarannya. Ibu dan ayahnya sama-sama muda. Ibunya duapuluh tahun, ayahnya duapuluh dua tahun. Alasan yang lagi-lagi kubuat-buat.
Aku beranggapan Bara tidak mendapat kasih sayang ibunya. Ibunya masih belum siap menerima kehadiran Bara di umur yang masih muda. Kulihat dari gelagat ibunya saban waktu. Ibunya kadang tak mengubris tangisan Bara. Dibiarkan saja sama orang tuanya yang renta.
***
Bara menangis lagi!
Aku terbangun dari tidur yang sama sekali tidak nyenyak. Malam ini sudah dua kali Bara menangis kencang. Suaranya seperti sudah berada di atas kepalaku. Dekat sekali rasanya suara tangis Bara. Aku menarik selimut. Panas. Membuang selimut. Dingin. Serba salah.
Tangis Bara makin kencang!
Seandainya dia orang dewasa, seandainya dia laki-laki tua itu, yang meratapi nasibnya, sudah kudatangi dan kusumpal mulutnya dengan kapas bantal tidurku!
Dia Bara! Tangisnya melengking, meraung-raung. Seperti malam-malam lain, dia dipangku neneknya. Ibunya malah tidur bersama ayahnya! Orang tua macam apa itu? Menikah muda anak sama orang tua!