Mohon tunggu...
Bai Ruindra
Bai Ruindra Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger

Teacher Blogger and Gadget Reviewer | Penulis Fiksi dan Penggemar Drama Korea | Pemenang Writingthon Asian Games 2018 oleh Kominfo dan Bitread | http://www.bairuindra.com/ | Kerjasama: bairuindra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pemburu Giok

20 Oktober 2015   17:07 Diperbarui: 20 Oktober 2015   17:07 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Angkasa raya sedang bersenandung. Membisikkan bait demi baik yang mengantarkan Salman pada peristirahatan terakhir batu giok. Teka-teki ini harus diselesaikan. Jawaban kata horizontal akan membantu jawaban kata vertikal. Salman menerka-nerka. Di antara potongan-potongan kata pasti tersembunyi satu kata kunci.

 Sebuah teriakan mengusik lamunan Salman. Arah vertikal. Ke depan. Mendaki. Salman mencerna suara penganggu itu. Seharian Salman sudah meronda ke seluruh penjuru, bahkan hampir satu kilometer ke segala arah. Tidak ada tanda-tanda manusia. Namun itu adalah suara teriakan manusia.

Salman melompat dari gubuk yang hampir oleng. Menarik parang. Berlari ke arah suara dengan mata tajam. Tak sampai setengah kilometer langkah Salman terhenti. Orang-orang sedang riang gembira. Berdiri di atas bongkahan batu hijau tua sebesar satu pintu rumahnya. Batu itu seolah-olah bercahaya terang di mata Salman yang kaku.

Mana mungkin mereka menemukannya?

Salman membeku.

Orang-orang itu tidak seorang pun memperhatikannya. Orang-orang itu menghidupkan mesin – entah bernama apa – di depan mata Salman yang merah berair. Orang-orang itu membelah batu yang tak terinjak oleh Salman sekali pun. Orang-orang itu begitu mudah menemukan bongkahan batu sementara Salman berlalu-lalang di sekitarnya.

Salman menjerit.

Orang-orang itu tak peduli. Aungan mesin pembelah batu lebih besar dari pada aungan harimau. Mata orang-orang itu terlampau silau menatap keindahan batu yang sedang dibagi rata. Salman tak terima diperlakukan demikian. Salman sudah menjaga. Dirinya sudah menari-nari di lingkaran yang belum pernah orang-orang itu injak sebelumnya.

Batu itu, giok murni. Sabda alam sudah mengisyaratkan pada Salman bahwa batu giok itu ada dan teruntuk dirinya. Mana mungkin batu giok masih bersembunyi dari pawang hutan? Salman menina-bobokan hutan ini dengan gelak tawa dan tangisan pilu.

Ucapan terima kasih mana yang Salman dapatkan? Orang-orang itu bukan siapa-siapa. Orang-orang itu menginjak-injak harga dirinya sebagai pawang hutan yang mencintai segala keindahannya. Orang-orang itu datang sekali lalu pergi. Orang-orang itu tak pernah mengajak seisi hutan ini berbicara bahkan mengerti nyanyiannya.

Orang-orang itu terus membelah. Pepohonan terayun. Angin semilir menyentuh wajah dengan sentuhan lembut. Salman menunggu keajaiban alam. Hutan ini miliknya. Hutan ini sahabatnya. Saudaranya. Kehidupannya. Tidak mustahil hutan ini membelah orang-orang itu menjadi kepingan tubuh tak bernyawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun