“Wajar bagaimana Mbak Mel?” Dayat tak terima dipojokkan. “Justru ini kesalahan yang tak bisa diampuni dari seorang penyanyi, calon penyanyi!”
“Mereka masih belajar, Mas Dayat. Mereka dikarantina berbulan-bulan, tidak boleh kontak dengan orang tua, sahabat, tidak boleh ini dan itu. Belum lagi malam ini harus hapal tiga lagu dan tiga koreografi. Saya maklum saja karena saya sendiri juga pernah alami hal yang sama. Lumrah sebagai manusia kita pelupa, Titin!”
“Saya lebih menyukai penyanyi yang sempurna di tiap penampilan!” tegas Dayat.
“Seperti Citra?” tanya Dina.
“Benar!” ungkap Dayat sambil tersenyum senang.
“Saya malah melihat Citra sebagai backing vocal. Lihat saja video ulangan Citra yang lebih hapal dance dan membuang nada-nada tinggi tak bermakna,”
“Itulah ciri khas penyanyi, Mbak Dina,” Dayat masih teguh pada pendiriannya. “Jangan sampai seperti ini, lupa lirik dan tak bisa menjangkau nada-nada tinggi!”
“Bernyanyi itu bukan untuk teriak-teriak, Mas Dayat,” timpal Biro.
“Teriak boleh, Mas Biro, pada tempatnya saja,” ujar Melmel. “Saya menyukai penyanyi apa adanya, setiap nada rendah atau tinggi itu ada manfaatnya, asalkan enak didengar!”
“Betul,” Dina dan Biro mendukung pendapat Melmel.
“Pokoknya, malam ini, Titin gagal total!” pangkas Dayat.