Mohon tunggu...
Humaniora

Awik-awik Merupakan Kearifan Lokal Masyarakat Lereng Rinjani

6 April 2016   11:35 Diperbarui: 6 April 2016   11:53 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apa yang terlintas dibenak pembaca ketika saya menyebut kata lereng Rinjani ? Desa Sembalun bukan ? Desa Sembalun adalah salah satu Desa di lereng Rinjani yang terletak di sebelah timur laut Pulau Lombok, di ketinggian sekitar 1.200 meter dari permukan laut (mdpl), serta menjadi bagian dari kawasan gunung berapi, yakni Gunung Rinjani (3.726 mdpl)

Penduduk yang berdiam di wilayah sembalun sering kali disebut “orang sembalun”, mereka mengaku berasal dari etnik Sasak dan dalam sejarah setempat diyakni sebagai penduduk tertua di Sembalun yang paling dominan berdiam di wilayah ini maupun umumnya di Pulau Lombok. Disamping itu terdapat penduduk pendatang baru berasal dari, Bali, Jawa, Sumatra yang telah lama menempati wilayah tersebut serta dominan beragama Islam.

Masyarakat sembalun memiliki budaya yang disebut “wetu telu” dan memiliki awik awik atau aturan aturan yang di taati bersama, budaya watu telu atau wik te telu dan awik wik ini merupakan kearifan lokal masyarakat lereng rinjani yang terus menerus di jalankan dan di taati.
 pendidikan yang terkandung di dalam budaya watu telu atau wik te telu dan awik awik ini mengajarkan kita agar senantiasa mengingat tuhan, menjaga alam semesta dan saling mencintai atar umat manusia, ini jalankan secara terus menerus dan di lestarikan sebagai adat budaya lokal dan aturan-aturan yang terus di patuhi. Berikut adalah pembahasan mengenai apa itu budaya watu telu atau wik te telu dan awik awik :

A. Budaya Watu Telu atau Wik Te Telu

Watu Telu atau bisa di sebut dengan Wik Te Telu merupakan  pengetahuan budaya yang berhubungan dengan tiga peristiwa ritual adat yakni (1) Loh Langger, (2) Loh Dewa , (3) Loh Makem. Peristiwa tersebut mencerminkan pandangan hidup dan system nilai ajaran tata kehidupan sosial dan keseimbangan hidup dengan sumber-sumber kehidupan yakni Tuhan, Alam, dan sesama Manusia.

Sumber dari arti istilah watu telu ditafsirkan secara beragam yakni sebagai berikut :

 

1.      Bersumber dari Sejarah Asal Usul Penduduk Semablun

·         Bali

·         Jawa

·         Sumatra

 

2.      Tiga Pertumbuhan Kehidupan mahluk hidup

·         Menioq ( untuk pertumbuhan segala macam tumbuhan)

·         Meneloq ( bertelur untuk unggas dan burung-burung)

·         Menganaq ( beranak untuk manusia dan hewan berkaki empat )

 

 

3.      Tiga Perpaduan Kepercayaan

·         Islam sebagai pengakuan

·         Animisme sebagai keyakinan

·         Hindu sebagai praktik ritual

 

4.      Tiga Tokoh Pemimpin Adat

·         Penghulu adat : lembaga yang mengurus dan bertanggung jawab mengangani masalah sosial keagamaan, ahlak dan moral masyarakat utamanya bekaitan dengan system Lombok Buaq yakni hidup jujur, lurus, tulus, ikhlas , dan adil. Serta ajaran Sangkabira prilaku hidup gotong royong, kebersamaan, dan tolong menolong

·         Pemekel : lembaga yang mengurus dabn bertanggung jawab atas keteraturan dan tertib sosial dalam masyarakat seperti perkawinan, perceraian, pesta dan acara ulang tahun (Diana gawe).

·         Pemangku : lembaga yang dipimpin oleh pemangku, yang mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam pengurusan dan pemanpataan Sumberdaya Alam seperti Lingkungan Hutan, Mata Air, Pertanian, Perkebunan, serta Lingkungan alam lainnya.

 

5.      Tiga Macam Acara Adat

·         Loh Langger : wujud ungkapan masyarakat kepada Tuhan melalui do’a, pujian dan harapan (sesuai ajaran islam) agar diberikan keberkahan alam yang subur

·         Loh Dewa : Syukuran dan selamatan atas hasil pertanian sawah, kebun lading, hasil hutan, hewan ternak dan lain lain. Yang dilakukan di sebuah lokasi yang terdapat pohon besar atau hutan rimba (Gawar Kemaliq) di kampong yang di yakni menjadi tempat bermayamnya para Dewa, yang menjadi sumber kehidupan masyarakat.

·         Loh Makem : Upacara adat yang dilakukan setahun sekali saat menurunkan bibit tanaman dari tempat penyimpanan untuk disebar di tempat pembibitan yang dilaksanakan secara khusus di lokasi mata air (makem). Tujuan upacara Loh Makem agar yang Maha Kuasa memberi air walaupun di musim kemarau dan tidak merusak di musim penghujan. 

Acara adat Loh Dewa dan Loh Makem dalam arti luas mencerminkan apresiasi masyarakat terhadap lingkungan alam dan pentingnya masyarakat hidup seimbang, arif dan tertata dalam memanfaatkan sumber daya alam.

 

B. Membangun Konsensus Awik-Awik untuk Menyelamatkan Hutan Adat Gunung Selong 

Keberadaan hutan di wilayah Sembalun sangat memprihatinkan. Masyarakat mencerita

kan adanya kerusakan hutan yang semakin mengurangi luasnya hutan serta mengakibatkan merosotnya jumlah mata air, kekeringan, dan sering terjadi bencana banjir. Hal ini tidak lepas dari semakin meningkatnya konversi kawasan hutan untuk kepentingan pertanian dan perkebunan, pengambilan kayu, perburuhan, kebakaran hutan serta perkembangan jumlah penduduk. Sebagai gambaran, semenjak tahun 1980an hingga sekarang daerah yang terbilang subur di Lombok ini banyak didatangi oleh para pemodal besar yang menanamkan investasinya untuk usaha tanaman pertanian dan perkebunan. Perusahaan tersebut, antara lain PT Sampoerna Agro, PT Agrindo Nusantara, PT Putra Agro Sam Lestari, PT Cipta Karya Sarana, PT Benete, dan PT Sembalun Kusuma Emas. Usaha skala besar dengan sistem modern ini sangat membutuhkan tanah luas yang diperoleh dari mengkonversi tanah/ hutan atau membeli murah dari masyarakat. Permasalahan tersebut mengundang beberapa pihak pemerhati sosial dan lingkungan serta tokoh masyarakat, berkumpul, berdiskusi dan membahas permasalahan yang terjadi. Peran kelembagaan setempat dan hukum adat awik-awik dianggap sebagai faktor penting dan potensial untuk menyelamatkan kelangsungan daya dukung lingkungan alam dan dalam menyikapi perubahan masa kini maupun dampak sosial bagi masyarakat diwilayah adat Sembalun.

Salah satu kawasan hutan yang menjadi fokus perhatian masyarakat adalah hutan adat Gawar Kemaliq Gunung Selong, yang memiliki luas sekitar 300 ha. Wilayah hutan adat tersebut berbatasan di sebelah utara dengan Jalan Raya Kabupaten, sebelah selatan dengan Sungai Lokok Julu, sebelah barat dengan Sungai Sangkabira, sebelah timur dengan Gunung Anak Dara dan Gunung Bao Seladarak. Status hutan adat tersebut terdiri dari tiga macam, yakni: (1) pada terusbagian bawah dataran sekeliling Gunung Selong berstatus hak

milik masyarakat, (2) hak GG (Gross Governoor) atau tanah Negara berada di tengah lereng Gunung Selong, (3) hak ulayat berada di lereng bagian atas dan puncak Gunung Selong. Berdasarkan proses berbagai diskusi antara para pihak masyarakat, lembaga adat dan pemerintah setempat, hutan adat Gunung Selong disepakati dikelola secara bersama dibawah lembaga pengelolaan Pengraksa Gawar Kemaliq Gunung Selong (PGKGS ). 

Fungsi kawasan Gawar Kemaliq Gunung Selong diperuntukkan untuk kebutuhan pariwisata alam dan budaya, upacara adat, serta pemanfaatan obat-obatan dan buah-buahan. 

Aturan awik-awik dalam pengelolaan Gawar Kemaliq Gunung Selong, sebagai berikut: 

·         Di dalam kawasan hutan adat Gunung Selong tidak diperkenankan merusak, menebang pohon, berburu, menangkap ayam hutan atau membawa keluar kayu yang tumbang

·         Untuk wilayah hak milik aturan pemanfaatannya adalah hanya boleh dimanfaatkan oleh masing¬-masing pemilik, kecuali pohon kayu tidak boleh sembarang ditebang dan harus ada kebijakan atau ijin dari PGKGS.

·         Untuk wilayah Hak GG “tanah negara” dan hak ulayat, setiap orang yang masuk atau naik ke Gunung Selong harus ada ijin pada PGKGS dan harus melalui 2 pintu masuk, yaitu : pintu masuk Ketapahan Majapahit dan pintu masuk Pangsor Mas. Ketentuan ini mutlak dipatuhi.

·         Pemanfaatan hutan adat Gunung Selong adalah untuk kebutuhan wisata alam/lokasi wisata dan pemanfaatan obatobatan (tanaman obat) dan buah-buahan untuk konsumsi sendiri tidak untuk dijual belikan. Kecuali jika ada kebijakan khusus PGKGS.

·          Sebagai Cagar Budaya dan Pelindung mata air

o    Cagar Budaya desa Bleq (perkampungan kuno) sebuah miniatur Sembalun yang terdiri dari 7 buah rumah adat 2 geleng tempat penyimpanan harta-benda dan satu buah Bale Malang tempat sangkep (pertemuan) adat.

o    Cagar Budaya Ketapahan Majapahit, terdapat makam Gajah Mada dan Batu delpak bekas tahta Datu Sembahulun.

o    Mata air Rantemas (sebuah air terjun), mata air Pangsor Mas (sumber air minum seluruh masyarakat Sembalun Lawang jaman dulu) dan mata air Tembaga (sempaga) hulu sungai Sangkabira (yang mengisi aliran sungai) yang mengalir sampai laut utara (Laut Jawa). Usaha lain yang kini sedang dirintis adalah menghijaukan kembali hutan adat, menanami kembali hutan tersebut agar dapat berfungsi seperti semula 

Sangat disadari oleh masyarakat adat di Sembalun, bahwa awik awik yang dikembangkan ini belumlah menyelesaikan segala persoalan yang terkait dengan hak-hak adat dan pengelolaan sumber daya alam. Tentu saja peraturan adat saja tidak cukup, mengubah kebiasaan masyarakat membutuhkan proses panjang dan terus menerus. Semua tantangan ini mendorong anggota masyarakat adat yang peduli, untuk meyakinkan seluruh masyarakat Sembalun guna menyelamatkan lingkungan, wilayah adat dan sumber daya alamnya. Salah satu strategi yang ditempuh adalah dengan mengembangkan keteladanan, percontohan dalam pengelolaan sumber daya alam termasuk mengembangkan sebuah tempat belajar. Tempat belajar dalam hal ini sebuah pesantren pertanian adalah sebuah tempat dimana masyarakat dapat belajar mengelola sumber daya alam dengan lebih baik, mengembangkan pertanian dan peternakan yang lebih ramah lingkungan serta pengembangan kewirausahaan di bidang pertanian.

sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Sembalun,_Lombok_Timur 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun