B. Membangun Konsensus Awik-Awik untuk Menyelamatkan Hutan Adat Gunung Selong
Keberadaan hutan di wilayah Sembalun sangat memprihatinkan. Masyarakat mencerita
kan adanya kerusakan hutan yang semakin mengurangi luasnya hutan serta mengakibatkan merosotnya jumlah mata air, kekeringan, dan sering terjadi bencana banjir. Hal ini tidak lepas dari semakin meningkatnya konversi kawasan hutan untuk kepentingan pertanian dan perkebunan, pengambilan kayu, perburuhan, kebakaran hutan serta perkembangan jumlah penduduk. Sebagai gambaran, semenjak tahun 1980an hingga sekarang daerah yang terbilang subur di Lombok ini banyak didatangi oleh para pemodal besar yang menanamkan investasinya untuk usaha tanaman pertanian dan perkebunan. Perusahaan tersebut, antara lain PT Sampoerna Agro, PT Agrindo Nusantara, PT Putra Agro Sam Lestari, PT Cipta Karya Sarana, PT Benete, dan PT Sembalun Kusuma Emas. Usaha skala besar dengan sistem modern ini sangat membutuhkan tanah luas yang diperoleh dari mengkonversi tanah/ hutan atau membeli murah dari masyarakat. Permasalahan tersebut mengundang beberapa pihak pemerhati sosial dan lingkungan serta tokoh masyarakat, berkumpul, berdiskusi dan membahas permasalahan yang terjadi. Peran kelembagaan setempat dan hukum adat awik-awik dianggap sebagai faktor penting dan potensial untuk menyelamatkan kelangsungan daya dukung lingkungan alam dan dalam menyikapi perubahan masa kini maupun dampak sosial bagi masyarakat diwilayah adat Sembalun.
Salah satu kawasan hutan yang menjadi fokus perhatian masyarakat adalah hutan adat Gawar Kemaliq Gunung Selong, yang memiliki luas sekitar 300 ha. Wilayah hutan adat tersebut berbatasan di sebelah utara dengan Jalan Raya Kabupaten, sebelah selatan dengan Sungai Lokok Julu, sebelah barat dengan Sungai Sangkabira, sebelah timur dengan Gunung Anak Dara dan Gunung Bao Seladarak. Status hutan adat tersebut terdiri dari tiga macam, yakni: (1) pada terusbagian bawah dataran sekeliling Gunung Selong berstatus hak
milik masyarakat, (2) hak GG (Gross Governoor) atau tanah Negara berada di tengah lereng Gunung Selong, (3) hak ulayat berada di lereng bagian atas dan puncak Gunung Selong. Berdasarkan proses berbagai diskusi antara para pihak masyarakat, lembaga adat dan pemerintah setempat, hutan adat Gunung Selong disepakati dikelola secara bersama dibawah lembaga pengelolaan Pengraksa Gawar Kemaliq Gunung Selong (PGKGS ).
Fungsi kawasan Gawar Kemaliq Gunung Selong diperuntukkan untuk kebutuhan pariwisata alam dan budaya, upacara adat, serta pemanfaatan obat-obatan dan buah-buahan.
Aturan awik-awik dalam pengelolaan Gawar Kemaliq Gunung Selong, sebagai berikut:
· Di dalam kawasan hutan adat Gunung Selong tidak diperkenankan merusak, menebang pohon, berburu, menangkap ayam hutan atau membawa keluar kayu yang tumbang
· Untuk wilayah hak milik aturan pemanfaatannya adalah hanya boleh dimanfaatkan oleh masing¬-masing pemilik, kecuali pohon kayu tidak boleh sembarang ditebang dan harus ada kebijakan atau ijin dari PGKGS.
· Untuk wilayah Hak GG “tanah negara” dan hak ulayat, setiap orang yang masuk atau naik ke Gunung Selong harus ada ijin pada PGKGS dan harus melalui 2 pintu masuk, yaitu : pintu masuk Ketapahan Majapahit dan pintu masuk Pangsor Mas. Ketentuan ini mutlak dipatuhi.