Tradisi sorong serah aji krame adalah salah satu kebudayaan yang ada dan berkembang di masyarakat suku sasak. Tradisi ini merupakan bentuk ritual yang mengedepankan nilai-nilai harmoni dan kebersamaan dalam masyarakat, yang mana kita dapat temui pelaksanannya ketika ada perkawinan (merariq). Dalam pelaksanaannya, tradisi sorong serah aji krame akan melibatkan berbagai elemen seperti doa, simbol-simbol, dan interaksi sosial yang mencerminkan rasa saling menghormati, persatuan, dan gotong royong.
Sorong serah aji krama merupakan salah satu tahapan dalam pelaksanaan merariq Suku Sasak. Sorong serah aji krame memiliki arti khusus "sorong" dan "serah" merujuk pada proses menyerahkan dan menerima. Sedangkan aji artinya nilai atau harga dan krame artinya yang telah dibiasa.Â
Jadi sorong serah aji krame adalah serah terima harga atau nilai adat yang telah dibiasakan dan disepakati bersama pada suatu Daerah, untuk diserahkan pihak keluarga laki-laki kepada pihak keluarga perempuan. Di mana opsi nilai aji krame disesuaikan dengan jumlah biji tasbih, yaitu 99, 66, dan 33, sedangkan pemilihannya nanti disesuaikan dengan status sosial masyarakat. Dalam artian, semakin tinggi status sosial masyarakat, semakin tinggi pula nilai aji krame yang dipilih (Sholeh, 2023).Â
Selain itu, sorong serah aji krame juga dapat dimaknai sebagai persetujuan yang dilakukan kedua belah pihak tentang harga adat yang dibiasakan untuk selanjutnya kedua belah pihak akan menyerahkan atau melepaskan (serah terima) anak mereka untuk hidup berumah tangga sehingga kedua pengantin tidak terikat pada kedua orang tua masing-masing.
Proses Pelaksanaan Sorong Serah Aji Krame
Dalam upacara merariq, masyarakat suku sasak memiliki beberapa prosesi-prosesi adat yang harus dilalui.Â
Salah satunya adalah prosesi sorong serah aji krame. Sorong serah aji krame juga memiliki serentetan tahapan prosesi adat yaitu: 1) persiapan gegawan, 2) persiapan penampi, 3) kedatangan pisolo, 4) kedatangan penyorong, 5) proses tembang, 6) penyerahan dan penerimaan aji krame, 7) menggal tali jinnah, 8) beselawat (pembagian uang saksi). Â
Kemudian dalam pelaksanaannya, sorong serah aji krame ini dilakukan di tempat pengantin wanita dan menggunakan bahasa halus yang merupakan strata tertinggi dalam bahasa Sasak. Secara umum mekanisme pelaksanaan sorong serah aji krame dibagi menjadi tiga tahapan meliputi:
1. Tahap Persiapan: Meliputi pengumpulan barang-barang adat yang akan dibawa ke rumah pengantin wanita, serta persiapan juru bicara dan pemimpin upacara. Persiapan ini penting untuk memastikan semua sesuai dengan adat yang berlaku. Dalam hal ini baik itu dari pihak laki-laki maupun pihak wanita harus masing-masing memiliki utusan pemangku adat yang tugasnya melaksanakan aji krama sorong serah.
2. Tahap Pelaksanaan: Dimulai dengan kedatangan utusan dari pihak laki-laki, diikuti dengan penyerahan barang oleh pihak laki-laki kepada juru bicara pihak wanita. Proses ini diakhiri dengan megat tali jinnah, yang menandakan selesainya tradisi.
3. Tahap Penutup: Mengandung doa bersama dan pembagian uang aji krame kepada undangan sebagai ungkapan syukur dan kebahagiaan dari kedua mempelai.
Secara keseluruhan, proses sorong serah aji krame melibatkan serangkaian persiapan dan pelaksanaan yang berlandaskan pada nilai-nilai adat.
Tradisi sorong serah aji krame melibatkan serangkaian proses yang mencerminkan nilai-nilai budaya, sosial, dan spiritual masyarakat. Hubungan harmoni yang terdapat dalam pelaksanaan tradisi sorong serah aji krame tercermin dalam setiap prosesi yang dijalani.Â
Secara keseluruhan, setiap tahap prosesi sorong serah aji krame mengedepankan nilai-nilai yang memperkuat kerukunan dan keadilan dalam masyarakat meliputi:
Nilai Ketuhanan: Tercermin dalam lantunan tembang yang berisi pujian kepada Allah dan pada prosesi besalawat, yang merupakan ungkapan syukur atas kelancaran acara.
Nilai Kemanusiaan: Ditunjukkan melalui sikap saling menghormati dan memenuhi hak-hak, terutama pada penyerahan aji krame dan megat tali jinnah, tanpa membedakan jenis kelamin atau strata sosial.
Nilai Persatuan: Terlihat dalam kerjasama semua pihak dalam persiapan dan pelaksanaan, termasuk dalam penyerahan dan penerimaan aji krame, yang menunjukkan solidaritas dan gotong royong.
Nilai Kerakyatan dan Musyawarah: Diterapkan dalam proses pengambilan keputusan antara kedua belah pihak, mencerminkan semangat Bhineka Tunggal Ika, dan memastikan kesepakatan yang damai.
Nilai Keadilan: Muncul dari sikap sosial dan tata cara hidup yang menekankan pentingnya hubungan kekeluargaan dan kehidupan berkelompok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H