Saat saya dan istri berkunjung ke sana pertama, kami menggunakan GPS tradisional. Emang ada? Ya.... bila selama ini kita terikat sama jaringan internet maka GPS tradisional terikat pada jaringan sosial. Yaitu, cukup bertanya kepada warga-warga lokal. Mereka akan dengan senang hati menunjukkan tempatnya. Bahkan, saat berpapasan dengan mereka, mereka tak segan berkata
“monggo pinarak” alias “silakan mampir”
Bayangkan mereka tidak sedang ada di rumah, tapi mempersilakan kami mampir ke rumahnya. Memang, ini Cuma lips service atau basa-basi tapi hal-hal seperti inilah yang membuat kami kerasan dan senang. Mungkin, sikap seperti ini sudah hilang di daerah-daerah wisata yang sudah terjamah modernisasi
Namun, kunjungan ke candi Selogriyo juga menyisakan sebuah kemirisan. Betapa tidak, candi nan anggun dan cantik ini telah DIPERKOSA oleh para vandalis dengan mengukir nama-nama mereka pada bebatuan candi.
TINGGALKAN JEJAK KAKI (bukan sampah...apalagi nama-nama yang merusak keindahan obyek wisata).
Selain itu, pada bagian dalam Candi terdapat tulisan DILARANG PACARAN. Ini membuktikan bahwa banyak pengunjung yang menyalahgunakan candi molek ini sebagai ajang pelampiasan nafsu.
Candi Selogriyo berada di lereng timur kumpulan tiga bukit, yakni Bukit Condong, Giyanti, dan Malang, dengan ketinggian 740 mdpl. Secara administratif, candi ini berada di Desa Candisari, Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang. Route yang terdekat adalah jalur Magelang-Bandongan. Sesampai di Pasar Bandongan belok ke kanan menuju kecamatan Windusari. Di sebuah pertigaan terdapat papan petunjuk arah ke candi. Silakan dicari, hehehehe
Pelatarannya yang luas cocok buat tiduran dan istirahat