Mohon tunggu...
Bain Saptaman
Bain Saptaman Mohon Tunggu... Administrasi - guru

aku adalah ..Musik....liverpool...the beatles...kopi....sepeda..vegetarian...... "AKU BERONTAK....maka aku ADA"....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bersama Memerangi Pernikahan Dini Demi Penerus Bangsa

24 Mei 2016   21:11 Diperbarui: 25 Mei 2016   15:53 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu pagi... Beberapa tahun lalu

 “Yanti... kenapa gak masuk lagi?”

“Bapak gak tahu? Yanti itu minggu depan nikah Pak dan nggak mau sekolah lagi”

Kaget saya mendengarnya...

Lalu, pihak sekolah yang diwakili guru BP melakukan homevisit. Berbagai upaya kami lakukan agar anak tersebut menyelesaikan sekolahnya terlebih dahulu. Namun, keinginan orangtua dan calonbesan jauh lebih kuat daripada nasehat dan masukan yang kami berikan. Dan, Yanti pun minggu depannya menikah dengan hanya tinggal menghadapi Ujian Nasional sekitar 2 bulan kemudian. 

Itu hanyalah salah satu kasus di tempat kami beberapa tahun lalu. Kasus lainnya adalah banyak sekali lulusan SMP kami yang tidak meneruskan studi. Lulus SMP dan menikah. Kadang kami hanya mengelus dada menyaksikan anak-anak cerdas, juara kelas dan  calon penerus bangsa cuma berada di rumah menimang anaknya. Sungguh, seakan-akan ilmu yang kami berikan selama itu cuma  sia-sia. Tingkat melanjutkan anak-anak kami saat itu pun cukup rendah. Jangankan kuliah, ke jenjang SLTA pun masih jarang.

Selama ini, Faktor ekonomi selalu menjadi alasan orangtua saat sang anak tak meneruskan sekolahnya dan menikah dini. Faktor lain adalah faktor pergaulan sehingga salah satu penyebab terjadinya pernikahan dini itu adalah kehamilan.

Banner Kursus Nikah Dini di sekolah kami (Dok.Pri)
Banner Kursus Nikah Dini di sekolah kami (Dok.Pri)
Kasus Pernikahan Dini pun banyak mengisi lembaran dunia pendidikan di mana anak-anak tersebut menjadi putus sekolah.  Mayoritas menunjuk “dunia pendidikan” sebagai biang kerok segala permasalahan ini. Salahkah? Memang, selama ini tak terbantahkan bahwa sistem pendidikan kita lebih bermuara pada aspek kognitif atau kecerdasan.

Di sisi lain, aspek-aspek seperti tata krama, sopan santun,adab pergaulan seperti terlupakan. Meski, kadangkala “dipaksakan” tercantum dalam Rencana Program Pembelajaran (RPP) para guru. Namun, tak lebih dari sebatas tulisan semata tanpa adanya tindakan nyata di lapangan. 

Akan tetapi, hanya menyalahkan dunia pendidikan pun (baca sekolah) tentu tidak tepat. Pendidikan bukan Cuma tanggungjawab sekolah (kasek, guru dan karyawan) namun juga tanggung jawab bersama; Sekolah, Orangtua dan tentunya Masyarakat. Sekolah tak akan berdaya apa-apa bila sang anak didik tak mendapat pengawasan dari Orangtua dan masyarakat saat berada di luar sekolah. Karena itulah, perlunya kerjasama dari pihak-pihak terkait.

Sebagai guru di daerah pelosok di mana tingkat pernikahan dini tinggi, kami mengadakan kerjasama dengan beberapa pihak terkait seperti LSM Rifka Annisa, Puskesmas dan juga Kantor Urusan Agama (KUA). Menurut catatan Rifka Annisa, daerah tempat saya mengajar (Gedangsari Gunungkidul) merupakan wilayah dengan tingkat pernikahan Dini cukup tinggi,yakni pada 2012 terdapat 13 kasus, pada 2013 menurun jadi sembilan kasus, 2014 ada enam kasus, hingga 11 Agustus 2015 terdapat dua kasus. 

Bidang yang ditangani Rifka Annisa lebih menitikberatkan pada pencegahan kekerasan terhadap wanita (usia sekolah) yang berujung pada pernikahan dini. Sebagaimana beberapa waktu lalu, Outbond yang diadakan diLapangan Kecamatan Gedangsari dan diikuti oleh siswa-siswa SMP dan SMK 1Gedangsari. Acara yang berlangsung sepulang sekolah hingga sore ini berlangsung meriah karena dilakukan dilapangan. Ada ular tangga yang berisi ajakan, larangan dan nasehat terkait kekerasan terhadap remaja. Pun ada pembentukan kelompok siswa beda kelamin dimana akan terlihat bagaimana sang pria memperlakukan teman wanitanya dalam kelompok tersebut.

Selain dengan Rifka Annisa, sekolah kami pun menjalin MOU atau kerjasama dengan KUA dan Puskesmas. KUA Gedangsari yang dipimpin langsung oleh Ketuanya Bapak H. Yosep Muniri beberapa waktu lalu sempat menyelenggarakan Kursus Pranikah untuk Anak-anak SMP. 

Kursus Pranikah oleh Kepala KUA Gedangsari Bp. H. Yosep Muniri yang disambut antusias siswa kami (dok.pri)
Kursus Pranikah oleh Kepala KUA Gedangsari Bp. H. Yosep Muniri yang disambut antusias siswa kami (dok.pri)
Jangan salah dulu. Kursus ini bukan mengajak anak-anak usia SMP Nikah dini. Namun, sebaliknya. Acara ini pun meriah. Anak-anak berusia tanggung ini terlihat antara : rasa ingin tahu, malu dan penasaran. Nah, di sinilah sesungguhnya Pendidikan Seksitu diperlukan. Anak kadang enggan bicara dengan orangtua soal Seks.

Namun,ternyata malah terbuka dengan Pihak ketiga. Pemaparan dari KUA yang lebih menyentuh aspek Rohani sangat mudah dipahami siswa kami. Dengan memperkuat agama dalam keluarga (dan masyarakat) diharapkan, kasus-kasus terkait pelecehan seksual akan berkurang bahkan hilang. Namun, Pihak KUA tidak sendiri. Puskesmas pun memberi penguatan pada siswa kami tentang pendidikan Reproduksi serta akibat buruk yang terjadi apabila anak-anak sampai hamil dini. 

pranikah2-57445dca6323bda9084648bf.jpg
pranikah2-57445dca6323bda9084648bf.jpg
Alhamdulillah, acara seperti ini banyak memberi manfaat. Baik pada siswa, sekolah, orangtua dan tentunya masyarakat. Bagi siswa, acara seperti ini tentunya memberi mereka wawasan tentang penghargaan pada lawan jenis. Wanita merupakan mahluk yang perlu dilindungi. Bagi sekolah, acara ini tentunya merupakan aplikasi dari apa yang tercantum dalam pendidikan karakter. Pendidikan seks dan pemahaman akan pernikahan dini bukan Cuma berupa teori.Bagi orangtua, mereka tentunya sangat terbantu dalam mendidik anak-anak.Apalagi orangtua/wali siswa kami kebanyakan adalah lulusan SD-SMP dan berprofesi sebagai petani. Mereka pun kian paham bahwa pasca SMP masih ada kelanjutan studi untuk meraih masa depan atau bekerja. 

Bagaimana dengan masyarakat? Alhamdulillah daerah-daerah yang tingkat Nikah Dininya NOL akan menerima Award. Tentunya bagi para RT- RW dan DUKUH atau LURAH ini merupakan kebanggaan tersendiri dalam memimpin masyarakatnya. 

gunungkidulpost.com
gunungkidulpost.com
Jadi, sebagus apa pun sekolah. Secerdas apa pun guru-gurunya.Sepintar apa pun siswa. Dukungan dari pihak-pihak terkait dan masyarakat sangat diperlukan agar terciptakan pendidikan sebagai Gerakan Semesta. Sekolah tak bisa bekerja sendiri dalam mendidik anak-anak bangsa apalagi di jaman yang serba maju ini. Pas sekali dengan semboyan klub kesayangan saya, Liverpool:

You’ll Never Walk Alone

...

Poentjakgoenoeng, 24-5-16

Gambar : Dokpri kecuali terakhir

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun