Suatu pagi... Beberapa tahun lalu
“Yanti... kenapa gak masuk lagi?”
“Bapak gak tahu? Yanti itu minggu depan nikah Pak dan nggak mau sekolah lagi”
Kaget saya mendengarnya...
Lalu, pihak sekolah yang diwakili guru BP melakukan homevisit. Berbagai upaya kami lakukan agar anak tersebut menyelesaikan sekolahnya terlebih dahulu. Namun, keinginan orangtua dan calonbesan jauh lebih kuat daripada nasehat dan masukan yang kami berikan. Dan, Yanti pun minggu depannya menikah dengan hanya tinggal menghadapi Ujian Nasional sekitar 2 bulan kemudian.
Itu hanyalah salah satu kasus di tempat kami beberapa tahun lalu. Kasus lainnya adalah banyak sekali lulusan SMP kami yang tidak meneruskan studi. Lulus SMP dan menikah. Kadang kami hanya mengelus dada menyaksikan anak-anak cerdas, juara kelas dan calon penerus bangsa cuma berada di rumah menimang anaknya. Sungguh, seakan-akan ilmu yang kami berikan selama itu cuma sia-sia. Tingkat melanjutkan anak-anak kami saat itu pun cukup rendah. Jangankan kuliah, ke jenjang SLTA pun masih jarang.
Selama ini, Faktor ekonomi selalu menjadi alasan orangtua saat sang anak tak meneruskan sekolahnya dan menikah dini. Faktor lain adalah faktor pergaulan sehingga salah satu penyebab terjadinya pernikahan dini itu adalah kehamilan.
Di sisi lain, aspek-aspek seperti tata krama, sopan santun,adab pergaulan seperti terlupakan. Meski, kadangkala “dipaksakan” tercantum dalam Rencana Program Pembelajaran (RPP) para guru. Namun, tak lebih dari sebatas tulisan semata tanpa adanya tindakan nyata di lapangan.
Akan tetapi, hanya menyalahkan dunia pendidikan pun (baca sekolah) tentu tidak tepat. Pendidikan bukan Cuma tanggungjawab sekolah (kasek, guru dan karyawan) namun juga tanggung jawab bersama; Sekolah, Orangtua dan tentunya Masyarakat. Sekolah tak akan berdaya apa-apa bila sang anak didik tak mendapat pengawasan dari Orangtua dan masyarakat saat berada di luar sekolah. Karena itulah, perlunya kerjasama dari pihak-pihak terkait.
Sebagai guru di daerah pelosok di mana tingkat pernikahan dini tinggi, kami mengadakan kerjasama dengan beberapa pihak terkait seperti LSM Rifka Annisa, Puskesmas dan juga Kantor Urusan Agama (KUA). Menurut catatan Rifka Annisa, daerah tempat saya mengajar (Gedangsari Gunungkidul) merupakan wilayah dengan tingkat pernikahan Dini cukup tinggi,yakni pada 2012 terdapat 13 kasus, pada 2013 menurun jadi sembilan kasus, 2014 ada enam kasus, hingga 11 Agustus 2015 terdapat dua kasus.
Bidang yang ditangani Rifka Annisa lebih menitikberatkan pada pencegahan kekerasan terhadap wanita (usia sekolah) yang berujung pada pernikahan dini. Sebagaimana beberapa waktu lalu, Outbond yang diadakan diLapangan Kecamatan Gedangsari dan diikuti oleh siswa-siswa SMP dan SMK 1Gedangsari. Acara yang berlangsung sepulang sekolah hingga sore ini berlangsung meriah karena dilakukan dilapangan. Ada ular tangga yang berisi ajakan, larangan dan nasehat terkait kekerasan terhadap remaja. Pun ada pembentukan kelompok siswa beda kelamin dimana akan terlihat bagaimana sang pria memperlakukan teman wanitanya dalam kelompok tersebut.
Selain dengan Rifka Annisa, sekolah kami pun menjalin MOU atau kerjasama dengan KUA dan Puskesmas. KUA Gedangsari yang dipimpin langsung oleh Ketuanya Bapak H. Yosep Muniri beberapa waktu lalu sempat menyelenggarakan Kursus Pranikah untuk Anak-anak SMP.
Namun,ternyata malah terbuka dengan Pihak ketiga. Pemaparan dari KUA yang lebih menyentuh aspek Rohani sangat mudah dipahami siswa kami. Dengan memperkuat agama dalam keluarga (dan masyarakat) diharapkan, kasus-kasus terkait pelecehan seksual akan berkurang bahkan hilang. Namun, Pihak KUA tidak sendiri. Puskesmas pun memberi penguatan pada siswa kami tentang pendidikan Reproduksi serta akibat buruk yang terjadi apabila anak-anak sampai hamil dini.
Bagaimana dengan masyarakat? Alhamdulillah daerah-daerah yang tingkat Nikah Dininya NOL akan menerima Award. Tentunya bagi para RT- RW dan DUKUH atau LURAH ini merupakan kebanggaan tersendiri dalam memimpin masyarakatnya.
You’ll Never Walk Alone
...
Poentjakgoenoeng, 24-5-16
Gambar : Dokpri kecuali terakhir
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H