Mohon tunggu...
Abdul Rahim
Abdul Rahim Mohon Tunggu... Freelancer - pengajar di Fakultas Ushuluddindan Studi Agama UIN Mataram, Pegiat Rumah Belajar dan Taman Baca Kompak, Lombok Timur

I'm the moslem kontak 087863497440/085337792687 email : abdulrahim09bi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pertentangan Logika di Tengah Wabah

24 Mei 2020   09:22 Diperbarui: 25 Mei 2020   05:23 999
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Klaim Kebenaran
Pertentangan-pertentangan pemahaman seperti ini tidak perlu dibiarkan berlarut-larut. Perlu adanya kesepakatan bersama jika memang ibadah berjamaah tetap dilaksanakan dengan dalih di wilayah itu tidak ada yang terjangkit, tetapi tetap memperhatikan protokol kesehatan ketika itu dilaksanakan.

Misalnya dengan tetap menggunakan masker, menyediakan tempat cuci tangan sebelum masuk ke tempat ibadah, membersihkan area tempat ibadah dengan disinfektan, menghindari persentuhan, dan menghimbau kepada jamaah yang merasa sakit untuk tetap berdiam di rumah.

Hal ini juga memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk merubah pola pikir terkait pemahaman atas penyebaran wabah ini, bukan terus-menerus direpresif dengan meniadakan ibadah berjamaah yang justru menimbulkan reaksi di masyarakat, terutama yang menolak karena menganggap itu mengenteng-entengkan ibadah.

Logika medis yang dijadikan dasar untuk menutup sementara tempat ibadah pun mestinya dilihat dahulu kondisi wilayah itu dengan persebaran yang sudah positif, apakah memang ada yang terjangkit di wilayah itu atau tidak.

Masyarakat pun berhak tahu atas keterbukaan informasi sejauh mana zona-zona penyebaran wabah sehingga mereka bisa lebih waspada, dan menerima logika-logika medis yang menganjurkan jaga jarak, ataupun menghindari perkumpulan banyak orang, termasuk jamaah ibadah.

Adapun logika yang menyebutkan tempat ibadah ditutup lalu pasar dibiarkan tetap beroperasi, ini sebenarnya perbandingan yang kurang tepat juga. Karena tempat ibadah tidak bisa disamakan dengan pasar, bahkan ada yang menyebutkan bahwa itu justru merendahkan tempat ibadah jika disamakan.

Ibadah berjamaah (terutama di masyarakat Muslim) tidak bisa dilakukan dalam keadaan was-was, takut karena penyakit, dan ibadah itu menuntut kita untuk tidak berjarak. Ibadah itu pun bukan hanya di tempat ibadah, bisa dilakukan di rumah juga, dan tidak mengurangi nilai ibadah itu sendiri.

Sedangkan pasar adalah tempat yang dibutuhkan banyak orang baik penjual dan pembeli. Dan orang bisa membentuk jarak ketika di pasar. Begitu juga orang yang datang belanja bisa sekali dua minggu agar tidak terlalu sering ke pasar agar menghindari terjangkit. Jika pasar ditutup, pemerintah harus siap menopang semua gaya hidup, kebutuhan masyarakatnya, termasuk penjual yang tidak lagi bisa berjualan.

Jadi, perbandingan antara penutupan sementara tempat ibadah, yang masih bisa dilaksanakan di rumah, dengan pasar yang juga sama-sama terkonsentrasi banyak orang bukanlah perbandingan yang setara. Pasar ditutup, ekonomi akan lumpuh.

Untuk itu, pertentangan-pertentangan logika dalam masyarakat sudah semestinya disudahi. Tidak ada yang boleh mengklaim bahwa mereka yang tetap ibadah berjamaah, berdoa bersama, sebagai pihak yang paling benar. Lalu menuding yang mendukung penutupan sementara tempat ibadah sebagai bagian dari kemalasan, lemah iman, ataupun mengenteng-entengkan ibadah.

Begitu juga dengan mereka yang yakin dengan logika medis untuk mencegah penyebaran, tidak semestinya menganggap yang tetap berjamaah itu sebagai bagian dari yang membangkang atas himbauan pemerintah, tidak taat. Selama tidak ada korban, dan penyebaran bisa ditekan, layaklah ikhtiar-ikhtiar ini tetap digalakkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun