Mohon tunggu...
Abdul Rahim
Abdul Rahim Mohon Tunggu... Freelancer - pengajar di Fakultas Ushuluddindan Studi Agama UIN Mataram, Pegiat Rumah Belajar dan Taman Baca Kompak, Lombok Timur

I'm the moslem kontak 087863497440/085337792687 email : abdulrahim09bi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mayat-mayat Busuk

27 April 2016   13:31 Diperbarui: 27 April 2016   13:38 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak lama adzan shubuh pun berkumandang, mereka bertiga keluar dari sungai sejenak mengunggu sampai adzan selesai. Waktu adzan berkumandang adalah panggilan sakral yang harus mereka penuhi sesibuk apapun itu. Itu sudah mereka pegang teguh sejak mereka mendapatkan pendidikan agama waktu kecil. Meskipun pendidikan mereka rendah,  namun perjuangan dan keistiqomahan mereka menjalankan perintah agama sangat mereka jaga. Secara bergantian mereka pun shalat shubuh di dekat tebing yang di sana tersedia berugak dengan bale-bale bambu jadi alasnya dan anyaman ketaring dari daun kelapa di atas bale-bale tersebut. Sajadah dan mukenah rupanya sengaja ditinggalkan di sana.

Belum cukup untuk satu truk pasir yang dikumpulkan, kumandang shalawatan dari masjid-masjid menandakan selesainya acara shubuh dan mtahari hampir menyingsing di ufuk timur. Ibu-ibu tersebut sepertinya mesti meninggalkan lokasi penambangan. Satu persatu keluar dari sungai, biasanya waktu seperti itu penambang lainnya juga sudah datang ke sana, namun saat itu hanya ada mereka bertiga, bahkan sampai mentari sedikit-demi sedikit menampakkan merahnya masih juga belum ada yang datang.

Ketika melewati tempat kejadian tadi pagi mereka saling pandang, melihat darah yang masih berceceran di rumput yang menguning sebab hujan belum juga turun. Bau amis darah mulai tercium memaksa mereka mempercepat langkah. Sampai di lokasi pembuatan bata merah matahari sudah cukup terang, barulah mereka sadar ternyata muka mereka bertiga masih terlihat pucat. Hawa ketakutan tadi pagi masih belum hilang dari kepala mereka. Namun begitu tanpa membuang waktu mereka segera mengolah adonan tanah liat yang telah direndam sejak siang kemarin, lalu dicampur dengan tanah yng telah diayak sore harinya siap dicetak menjadi bata dengan cetakan kayu yang telah siap untuk mereka di masing-masing lahan. Anak-anak mereka dengan peci dan mukenah masih terpakai, sepulang dari mengaji shubuh segera menemui mereka di tempat pembuatan bata dan ikut membantu semampunya sebelum berangkat ke sekolah.

Mungkin hanya itulah keahlian yang mereka miliki untuk mempertahankan hidup. Perjuangan itu cukup mereka nikmati selama ketenangan hidup bersama anak-anaknya untuk makan 2 kali sehari sudah dapat terpenuhi. Tak peduli program-program pemerintah yang heboh-hebohnya tentang Jaminan kesehatan, kartu pintar, kartu miskin ataupun rumah kumuh seperti yang mereka dengar namun tak kunjung didapat. Mereka masih istiqomah bangun pagi buta dan melanjutkan sebagai pembuat bata merah, selesi masak untuk makan siang sampai malam mereka datang kembali ke lokasi penambangan. Peluh tak terkira, tenaga dan tekad tetap mereka kuras demi mendapatkan untuk beli makanan yang layak bagi anak-anak mereka. Tak jarang dari mereka sembari menunggu kantuk di malam hari masih dilanjutkan dengan membuat anyaman tikar pandan yang dihargai 12 -15 ribu, itu pun bisa jadi dalam jangka 2 sampai 3 hari.

Perjuangan mereka yang tak kenal lelah, istirahat hanya sekedarnya, inilah yang patut disematkan, istirahat bagi mereka hanyalah ketika sudah menginjakkan kaki di surga. Mereka dan orang-orang sekitarnya jadi saksi atas itu, walaupun kadang banyak dari orang sekitarnya yang acuh dan menganggap biasa perjuangan mereka. Namun mereka tak peduli, Cukuplah Tuhan menjadi saksi atas keikhlasan mereka.

Dua hari berlalu setelah kejadian itu, siang hari yang lengang tiba-tiba gempar ketika salah seorang warga kampung yang sedang mencari rumput untuk ternaknya membeberkan pada orang kampung dia menemukan mayat yang ditutupi oleh dedaunan di dekat sungai sekitar areal perbukitan tempat pemakaman Umum. Bau busuk yang menyengat tak menyurutkannya untuk terus menyabit rumput sekitar sungai, alangkah kagetnya ketika yang diinjak semakin memunculkan bau menyengat, setelah dibongkar terlihatlah mata terbelalak, dengan muka yang hamipr hancur tak dikenali. Seketika warga kampung geger dan bergerombol menuju tempat penemuan mayat tersebut meski panas menyengat dan harus menyusuri areal pemakaman untuk sampai di sana.

" Mau ke mana ibu-ibu, ndak ikut melihat mayat katanya di kuburan?". Salah seorang ibu-ibu menegur mereka ketika berpapasan menuju arah yang berlawanan.

" Iya memang mayat tempatnya di kuburan kan bu". jawab mereka sekenanya.

Di saat warga berbondong-bondong untuk menyaksikan penemuan langka yang menjadi tontonan tersebut, tidak bagi mereka bertiga, siang itu mereka tetap melanjutkan perjalanan menuju sungai tempat menambang pasir. Tidak ada rasa penasaran, bahkan untuk memastikan apakah mayat tersebut sama dengan mayat yang mereka temui pada kejadian malam itu. Tak peduli kehebohan itu yang penting mereka harus tetap bekerja, barangkali siang itu nasib baik berpihak, pasir mereka ada yang membeli. Sampai langit sore hampir memudar barulah mereka beranjak untuk pulang, mensyukuri hari itu bahwa mereka masih mendapatkan kesempatan untuk terus berjuang melawan kerasnya hidup untuk menanggungng anak-anak mereka.

Kegigihan, keteguhan dan perjuangan menyiratkan takluknya derita pada diri mereka. Hal besar yang bisa diusahakan perempuan-perempuan kampung di tengah tekanan hidup menyusul tingginya kebutuhan yang harus mereka penuhi. Malam pun semakin merangkak membawa kidung cerita mereka bersama riuhnya binatang malam di kampung terpencil itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun