Ada yang takut karena ketidak pahamannya, ada juga yang nekat lalu berujung di penjara bahkan tak jarang terdapat oknum yang bermain 'cantik' bekerja sama dengan cara tutup mata sebelah, asal ada bagiannya!, padahal jika bongkaran bangunan dan besi tua diatur lebih eksplisit dapat dijadikan Pendapatan Daerah yang dapat digunakan kembali untuk kepentingan sosial kemasyarakatan
Mendengar kata bongkaran bangunan, angan kita terbesit tentang onggokan material puing kotor berdebu. Meski demikian, bongkaran ini kemudian tidak dapat dipandang sebelah mata karena masih terdapat dan bernilai ekonomis.
Kenyataan dilapangan ini sayangnya dimanfaatkan secara serampangan oleh pihak-pihak yang mengejar keuntungan sendiri tanpa memperdulikan aturan yang berlaku.
Cara-cara yang diatur tersebut yakni pemindah tanganan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan, atau disertakan sebagai modal Pemerintah/ Pemerintah Daerah setelah mendapat persetujuan DPR/ DPRD.
Banyak terdapat bongkaran bangunan di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) dalam satu dekade terakhir yang menarik untuk dicermati.
Bongkaran jembatan-jembatan yang didominasi berbahan pipa besi, bongkaran bangunan gedung sekolah dan perkantoran serta ada juga bangunan berupa stadion olah raga. Kesemuanya itu belum ditata kelola secara baik oleh pihak pengguna barang.
Pemanfaatan Bongkaran BangunanÂ
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) mengkonfirmasi pemberian salah satu hak pakai bagi Pemerintah Kabupaten Penukal Abab Lematang ilir (PALI) yakni berupa Stadion Olah Raga berikut tribun dan tiga bangunan gedung lainnya yang berada dalam satu kawasan.
Tahun 2020 silam, tribun Gelora November direnovasi menggunakan dana bantuan Gubernur Sumatera Selatan yang diperoleh dari program Corporate Social Responcibility (CSR) PT Bukit Asam senilai Rp. 5,7 miliar yang dikerjakan PT Aprilia Maju Bersama.
Bongkaran bangunan tersebut raib tidak ada pertanggung jawabannya.