Mohon tunggu...
Hengky  Yohanes
Hengky Yohanes Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis PALI tinggal di Pendopo

Jika menulis di Kompasiana bisa mendapat predikat menjadi Penulis, insyaAllah saya akan jadi penulis yang baik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tidak Ada Alasan untuk Tidak Dibayar, Herko: "Kami Merugi"

16 Oktober 2021   00:12 Diperbarui: 16 Oktober 2021   00:15 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
HENGKY YOHANES; Jurnalis/dokpri

EDITORIAL (Catatan Akhir Pekan)

Lama menunggu pembayaran dari Bendahara Umum Daerah (BUD), Penyedia Barang dan Jasa Pemerintah (PBJ) -- PT HERKO SEJAHTERA ABADI alami kerugian karena terganggunya arus kas perusahaan tersebut akibat penundaan pembayaran BUD yang berlarut. Bahkan PBJ tuding pelayanan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, buruk dan terindikasi adanya perlakuan oknum berbuat curang.

PALI - //catatan akhir pekan; Penelusuran terkait ragam keluhan yang dialami PBJ tak terkecuali pelaku (industri) media atas pergeseran anggaran yang terjadi di dua tahun terakhir pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) menarik perhatian untuk diperbincangkan dikalangan jurnalis. Alhasil, banyak fakta terkuak yang satu persatu akan menjadi catatan setiap akhir pekan.

Studi kasus yang menjadi objek penelusuran kali ini adalah "Hutang/Tunda Bayar", yakni kewajiban pembayaran pada pihak ketiga yang terjadi ketika pemerintah (daerah) menerima hak atas barang atau jasa.

Alasan klasik yang acap diterima 'pemborong' adalah "kasda kosong".

Dari hipotesis sederhana termasuk melakukan penelusuran untuk mendapatkan gambaran dan pembuktian terhadap kondisi yang dimaksud dengan kata 'kosong' tersebut. kami mendapati argumentasi bantahannya.

Pertanggal 12 Oktober 2021 dari sumber orang dalam kami peroleh informasi bahwa Kas Umum Daerah masih tersedia 16,9 miliar rupiah pada rekening Bank Sumselbabel. Inikah yang dimaksud kosong? Atau ini hanya 'pengelabuan' bagi sebagian oknum pegawai saja yang segaja menghambat dengan maksud dan tujuan-tujuan tertentu?

Entahlah, namun dugan ini tentu bukan tanpa alasan. Fakta-fakta di lapangan yang kami inventarisir menunjukan adanya indikasi 'skandal' pengelolaan keuangan di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) PALI. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi kami yang menjalankan prinsip-prinsip jurnalisme dan kemudian akan kami sajikan dalam bentuk jurnal investigasi sebagai implikasi perjanjian kami (jurnalis) dengan publik.

Gambar : Print Out Rekening Koran Kas Umum Daerah PALI di BSB (12/10)/ist
Gambar : Print Out Rekening Koran Kas Umum Daerah PALI di BSB (12/10)/ist

Salah satu bahasan pada catatan akhir pekan ini adalah gambaran sepintas tentang indikasi modus operandi 'penjegalan' berkas penagihan yang kami dapati dalam proses penagihan retensi/ pemeliharaan 5% atas pekerjaan lanjutan intake (air bersih) sebagaimana perjanjian kontrak tanggal 21 Juli 2020 oleh PT Herko Sejahtera Abadi.

Verifikasi kelengkapan data yang yang telah dibubuhi tanda tangan dan catatan dari petugas terpaksa harus dikembalikan ke SKPD Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP) karena salah satu berkas (kwitansi asli) tiba-tiba saja dinyatakan hilang.

Terpaksa Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) di DPKP yang bertanggungjawab terhadap kelengkapan dokumen, mesti membuatnya lagi.

Tidak mudah memang, namun akhirnya kwitansi berhasil ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) meskipun harus mengunjungi sang pejabat di Lapas Muara Enim karena yang bersangkutan sedang menjalani tahanan di sana.

Sejak itu (21/09), berkas kembali masuk loket pelayanan di BPKAD dan sampai catatan akhir pekan ini dibuat masih belum dapat dicairkan. "Saya merugi pak" dengan nada kesal Direktur PT Herko berkomentar karena terlalu lama membayar bunga Bank yang mengganggu arus kas perusahaan kami, sementara terkonfirmasi dari Bendahara bahwa dokumen masih berada di ruang Kaban dan masih menunggu untuk diproses setelah yang bersangkutan kembali ngantor.

Kejadian seperti ini kerap dijumpai dan dialami pihak kontraktor PBJ, seharusnyalah pemerintah segera mengatasinya dengan cara-cara yang lebih kekinian dengan sistem pengelola keuangan berbasis online agar tercipta Good Government yang dicita-citakan. Tidak ada lagi alas an tagihan pihak III tidak dibayar jika semua syarat dan prosedur sudah terpenuhi sesuai dengan aturan yang ada.

Referensi tulisan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun