“Mereka adalah Ayah dan Ibu dari para Kolano yang di tasbihkan memimpin alam, balakusu se kano-kano di jaziratul Muluk.”
jelas kawan, pada saya. Sambil termangut-mangut mendengar penjelasan itu.
Konon katanya pertemuan awal Jafar Shadiq dan Siti Nursafa, pada Ahir abad ke-3. berawal kedatangan Tuan Jafar ke negeri limau “Tara-no-ate” atas niat dan misi mulia. Suatu ketika di musim semi, agin yang bertiup kencang, dengan air laut pasang dan gelombang yang bergelora. Di pesisir utara limau gapi, sampailah Tuan Jafar yang datang dari negeri jauh di atas angina ke limau gapi. setibanya Tuan Jafar meluangkan waktu untuk beristirahat akibat keletihan yang Nampak dari wajahnya. Beberapa saat Kemudian Tuan Jafar terbangun dari tidur, dan mulai menyusuri setapak demi setapak, tempat yang terbilang asing baginya.
Dalam perjalanan yang telah menghabiskan waktu setengah hari itu, akhirnya berujung pada tersesat-nya Tuan Jafar hingga ke hutan tanpa seorang pun. Tersesat dan letih, Tuan Jafar. akhinya memilih berhenti sejenak dan beristirahat. Dalam bingung mencari cara, agar bisa kembali ke tempat awal di mana Tuan Jafar memulai perjalanan-nya. Dengan mata bak Goheba tajam menerawang sana-sini, ibarat mau menerkam mangsa. masuk menerobos ke selah pohon-pohon besar tampak angker.
terdengar oleh-nya suara riang dari kejauhan tertawa gembira terbawa angin menghampiri Tuan Jafar. pada saat istirat dalam hutan. rasa penasaran, bercampur gugup, dalam jiwa memaksa Tuan Jafar mencari sumber suara dari arah manakah gerangan datangnya.
Rasa penasaran sekalugus terheran Tuan Jafar, karena seingat-nya tidak ada satu pun orang di sekitar hutan ini yang di temui sebelum-nya. tempat Tuan Jafar lagi beristirahat dalam keletihan. Penasaran bercampur heran itu mengajaknya berjalan memastikan sumber suara. tak seberapa jauh dari tempat itu, Dalam pencahrian Tuan Jafar akhirnya menemukan, sambil terkejut bukan kepalang, bercampu gembira melihat ada tujuh gadis sebegitu riang-nya mandi dalam telaga ake santosa.
Di balik semak-semak, hutan, dan rimbu-nya. Ternyata ada kehidupan yang sejak awal tak di duga Tuan Jafar. Dalam pengintaian bercampur takjub atas ke tujuh gadis itu, dengan sabar sambil bertanya-tanya dalam benaknya “Tempat dan asal mereka?”. Dan waktu pun sudah hampir petang, tatkalah segrombolan burung terbang dan bernyanyi merdu riang menuju tempat peraduan. penanda datangnya gelap, Ke tujuh gadis pun bergegas dari telaga ake santosa untuk pulang ke tempat asal mereka. Tepatnya puncak kie Gapi atau di kenal kemudian dengan sebutan kahyangan.
Dengan heranya Tuan Jafar bercampur kagum, betapa tidak. kecantikan dan jelita-nya tujuh gadis tersebut sungguh mempesona di pandang mata, dalam hati kecil Tuan Jafar mengagumi-nya. dan pertanyaan pun bertubi-tubi meleset cepat bak anak panah yang lepas dari busur, masuk dalam benak Tuan Jafar. Saking penasaran, dengan perasaan penuh tanya.
“Apa mungkin tujuh gadis itu akan balik ketempat ini…?”
Ya, ke telaga ake santosa tempat nan indah sungguh adu hay, di mana tujuh gadis itu sering mandi bahkan menghabiskan waktu sambil bercada gurau.
Malam berganti siang, waktu terus berputar, dan Tuan Jafar pun belum bisa melepaskan hasrat, citra, dan bayangan tujuh gadis mempesona yang pernah dia lihat. hingga hari ke 20 bulan di langit, datanglah saat yang sangat yang di nantikan Tuan Jafar. Perjumpaan yang sungguh sangat dramatis, salah seorang dari tujuh gadis tersebut, selendang-nya di sembunyikan Tuan Jafar, pada saat mengintai mereka dari balik semak dan pohon besar. pengitaian tanpa di sadari oleh tujuh gadis tersebut, kurang lebih ini kali kedua yang di lakukan oleh Tuan Jafar. walhasil sang gadis tersebut tak dapat kembali ke kahyangan tempat mereka tinggal. sebab tanpa daya, selendang sebagai sayap untuk terbang kini telah hilang entah kemana. Sementara enam saudara-nya telah kembali pulang ke kahyangan.