Mohon tunggu...
Baharudin Pitajaly
Baharudin Pitajaly Mohon Tunggu... -

penikmat Kopi, peminat ikan Kakap

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Negara Paranoid dan Kelicikan Siasat Barat

7 Juni 2016   17:20 Diperbarui: 7 Juni 2016   20:32 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Monumen Pancasila Sakti. Rappler.com

Di lain pihak para Purnawirawan Tentara seperti Kivlan Zein akhirnya ikut memprovokasi hingga mengorganisir kelompok-kelompok ormas yang sejak awal anti dan tidak respek terhadap PKI karena di anggap mengancam Pancasila sebagai dasar negara, atas dasar itulah membuat simposium tandingan yang sebenarnya tidak memiliki arah yang jelas apa maksud dan tujuannya.  

Simposium yang di gagas Kivlan cs dianggap banyak kalangan sebagai orang yang sudah kering imajinasi tidak lagi kreatif dan hanya mencari sensasi semata, akhirnya terbukti dalam simposium tersebut ada beberapa logo organisasi yang digunakan sebagai pendukung simposium ternyata pencatutan sepihak yang aneh memang.

Tepat yang harus di lakukan oleh Kivlan cs adalah membuat simposium yang dengan tema menangkal isu Khilafa atau Negara Islam yang di perjuangkan para wahabisme yang terang-terangan mengamcam keutuhan NKRI dan Pancasila tentu akan lebih menarik dan banyak akan mendukung kalau hanya kepengen membut sensasi.  

Peristiwa pembantaian ini sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam konteks kudeta berdarah hingga tewasnya 7 jenderal sebagai putera terbaik bangsa, negara sebenarnya ikut mengondisikan lewat TNI-AD walaupun situasi ini tidak sepenuhnya benar dilakukan oleh TNI-AD. Peristiwa ini sebenarnya imbas dan memiliki hubungan yang erat dengan perang dingin (Cold War), AS dan CIA-nyalah adalah agen yang paling bertanggung jawab karena semua skenarionya di atur oleh mereka dalam grand strategy-nya.  

Jadi tidak perlu berlebihan apa lagi sampai menyalahkan dan meminta negera wajib meminta maaf untuk memenuhi rasa adil pada korban, namun kelompok yang katanya sebagai aktor pro demokrasi juga jangan terlalu egois dan merasa paling benar dalam soal ini. 

Tidak perlu melakukan provokasi tambahan, dibesar-besarkan atau kemudian mempolitisir peristiwa pembantaian sesama anak bangsa, justru makin mengaburkan makna keadilan yang diperjuangkan. Intinya dua pihak di korbankan dan masuk jebakan asing.    

Semestinya kita sebagai bangsa sudah lebih maju dalam pengertian memikirkan hal yang lebih strategis bukan malah berjalan di tempat, seolah masalah yang di hadapi bangsa ini hanya soal PKI dan peristiwa pembantaian 65-66, atau menguatnya isu kebangkitan hantu Komunis.

Kita masih punya banyak PR yang harus di selesaikan satu persatu dengan cepat dan efektif,  Dan jangan pula terjebak atas wacana atau apa pun itu yang sebenarnya hanya menghabiskan energi kita dalam mengelola bangsa ini, negara-negara di sekitar kita seperti Malaysia, Filipina, atau Singapura sudah bicara mengantisipasi 5-10 tahun kedepan soal yang jauh lebih mendasar dan strategis misalnya dinamika kawsan Pasifik dan kebangkitan tatanan dunia baru.

Bahkan negara-negara maju lainnya di dunia ini sudah bicara soal pengembangan teknologi dan sistem pertahanan yang lebih canggih seperti Tiongkok yang rela menghabiskan uang yang banyak hanya untuk melengkapi alutsista dan sistem tempurnya. 

Atau Rusia yang sekarang lagi mengembangkan sebuah sistem tempur dengan merekrut hewan sebagai pasukan khusus, AS justru lebih maju lagi dalam soal ini karena hampir semua pangkalan tempurnya diletakkan di luar negaranya.

Itu artinya negara-negara ini memiliki pandangan yang sangat futuristik hingga mampu memproyeksikan secara tepat kecendrungan dunia ke depan. Untuk itu kita butuh kewarasan sebagai bangsa besar dalam melihat masalah tidak harus mengunakan kaca mata orang lain apalagi sibuk mengurusi simbol palu dan arit, atau sibuk membumihanguskan buku-buku bacaan yang punya kaitan dengan Komunis dan atau PKI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun