Mohon tunggu...
Baharuddin Yusuf
Baharuddin Yusuf Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pasca Sarjana di Institut Pertanian Bogor (IPB) Universty

Baharuddin Yusuf merupakan salah satu Kader Himpunan Mahasiswa Islam serta Mahasiswa Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor University

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Kaleidoskop Identitas: Politik Identitas di Indonesia

6 Oktober 2023   09:11 Diperbarui: 6 Oktober 2023   09:26 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

 

Ketika kita memeriksa pemilihan umum tahun 2019, kita dapat dengan jelas mengamati intensitas yang signifikan dalam penekanan pada politik identitas, yang bahkan menghasilkan istilah "Kecebong versus Kampret." Hal ini mencuat sebagai penanda bagi masing-masing kubu pasangan calon. Berbagai isu kontroversial diperdebatkan secara terbuka, seperti tuduhan bahwa Jokowi adalah keturunan PKI, upaya pencitraan sebagai anti-Islam, kriminalisasi ulama, konspirasi larangan adzan, narasi Prabowo yang dikaitkan dengan perayaan Natal, serta imej Prabowo sebagai tokoh ultra nasionalis dan Islam Nusantara sebagai alternatif yang lebih moderat. Semua ini dirancang untuk memperkuat basis pemilih masing-masing calon dan untuk memenangkan perang di ranah digital, dengan tujuan mempengaruhi opini publik secara luas[8].

 

Politik identitas membuat masyarakat sulit untuk berdamai, memecahbelah, dan memprioritaskan kelompoknya sendiri. Sehingga memungkinkan suatu kelompok untuk menguasai, karena adanya keunggulan suatu kelompok dalam suatu bidang tertentu atau sumber daya yang ada. Identitas, sebagai komponen yang melekat pada individu, memberikan peluang bagi aktor politik untuk memanfaatkan sentimen emosional individu atau kelompok tersebut. Tujuannya adalah memicu kemarahan di antara pendukung pasangan calon yang bersangkutan. Konsep ini sejalan dengan pandangan Antoine Banks[9] yang menyatakan bahwa kemarahan juga memiliki potensi untuk memicu prasangka dan memengaruhi sikap politik individu. Dengan kata lain, sentimen ini bisa dikelola dengan cermat untuk mengidentifikasi orientasi politik individu atau kelompok, karena dianggap sebagai alat yang paling efektif dalam memengaruhi pandangan politik.

 

Kendati demikian, perlu diingat bahwa dampak penggunaan isu identitas untuk kepentingan politik seringkali tidak dipertimbangkan dengan cermat. Terkadang, pendekatan semacam ini mendekati strategi Machiavellian, di mana segala cara dianggap sah dalam perjuangan merebut kekuasaan. Bahkan lebih lanjut, politik identitas bisa berubah menjadi elemen budaya populis, khususnya populisme kanan radikal, yang berkaitan erat dengan konsep-konsep seperti nativisme dan politik identitas[10]. Kecenderungan menggunakan isu-isu identitas seperti agama, etnisitas, atau gender untuk memisahkan masyarakat menjadi kelompok yang bersaing satu sama lain. Dalam upaya ini, prinsip-prinsip moral atau integritas sering kali diabaikan demi mencapai tujuan politik dan kekuasaan. Francis Fukuyama[11] menegaskan bahwa bentuk baru politik identitas ini berada di balik fenomena populisme sayap kanan.

[1] Henri Tajfel and John C. Turner, "Teori Identitas Sosial tentang Perilaku Kelompok," dalam Psikologi Sosial Hubungan Antar Kelompok (Hal. 33-47). Tahun publikasi tidak dicantumkan dalam referensi ini.

[2] ohn C. Turner, "A Self-Categorization Theory," dalam Rediscovering the Social Group: A Self-Categorization Theory, diedit oleh John C. Turner, Michael A. Hogg, Peter J. Oakes, Stephen D. Reicher, dan Margaret S. Wetherell (Oxford, UK: Basil Blackwell, 1987), halaman 42-67.

[3] Agnes Heller and Sonja Punsher, "Biopolitical Ideologies and Their Impact on the New Social Movements," dalam A New Handbook of Political Societies (Oxford: Blackwell, 1995).

[4] Supriatna, Encup, and Rizki Hegia Sampurna, "POLITICS OF IDENTITY IN INDONESIA: EVIDENCES AND FUTURE DIRECTIONS," Proceeding of International Conference on Social Sciences, 2020.

[5] Ahmad Syafii Maarif, dkk., Politik Identitas dan Masa Depan Pluralisme Kita (Jakarta: Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD), Yayasan Wakaf Paramadina, 2010).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun