Mohon tunggu...
BagusWic
BagusWic Mohon Tunggu... Menyalin pikiran ke dalam kata-kata. -

Menyusun larik-larik kata untuk membuat jalan baru. Yang mungkin asing dilalui saat tersedia arus kuat dan nyaman jika mengalir di dalamnya. Tapi jalur kecil ini akan selalu terbuka. Kapanpun. Saat engkau membutuhkan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kematian Mimpi

8 April 2018   09:09 Diperbarui: 8 April 2018   09:28 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: fineartamerica.com

Tubuhnya tertelan dalam kusut. Di atas tempat tidur yang berserak. Tangannya selalu cekatan, memeluk sepotong kain yang telah lusuh di sana. Hanya itu yang mungkin bisa dilkukan saat itu. Karena setidaknya, dia merasa masih bersama separuh hatinya.

Sejak empat tahun lalu, dia tak pernah bisa pernah pisah dengan scraf itu. Wol hitam dengan berhias warna abu, dirajut dengan halus dan hati-hati, adalah hadiah dari separuh jiwanya. Dia tak pernah lupa, 'jaga dirimu baik-baik', dengan bisikan lembutnya. Dan sejak itu, syal tersebut adalah kulit yang melekat di lehernya, setiap waktu, saat dingin menghampirinya.

Detik-demi-detik terasa sangat panjang. Setiap detaknya adalah sayatan runcing dalam hati lelaki itu. Pedih. Tragedi ini tak mungkin tergambarkan. Bahkan oleh Hamlet-nya Shakespeare.

Nama perempuan itu tak bisa dicari lagi. Bahkan dalam aliran darahnya, yang dulu selalu mengalir dalam dirinya. Menuju telaga kebahagaiaan. Di hatinya.

Tawanya tak lagi menemani secangkir kopi. Di pagi hari, ketika mereka menghabiskan cerita-cerita tentang bunga tidurnya setiap malam.

Begitulah. Mereka telah merangkai istana mimpinya. Dengan potongan-potongan waktu, yang dihiasnya dalam kenangan suka cita. Setiap saat.

Namun semuanya sudah tak bisa ditemukan lagi.

Lelaki di atas ranjang.

Kedua matanya kecil. Lurus tanpa lengkung. Terkunci rapat. Dan dia telah meninggalkan sore hari yang hangat itu.      

Sumba, 080418

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun