Pendahuluan
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah tulang punggung bagi pengembangan mutu pendidikan tinggi di Indonesia. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 mengatur perangkat minimal SPMI yang wajib dimiliki oleh setiap perguruan tinggi, yaitu 1) kebijakan mutu, 2) pedoman PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan), 3) standar pendidikan tinggi, dan 4) tata cara pendokumentasian. Namun, pertanyaan penting yang menjadi renungan bersama: cukupkah perangkat minimal ini untuk menjamin mutu pendidikan yang berkelanjutan?
Penulis berpandangan perguruan tinggi akan menghadapi tantangan dalam mengimplementasikan SPMI bila hanya dengan perangkat minimal. Kebutuhan untuk menambahkan dokumen pendukung seperti panduan teknis (instruksi kerja), pedoman operasional, dan Standar Operasional Prosedur (SOP) sering kali akan muncul dari kompleksitas operasional di lapangan. Artikel ini akan mengeksplorasi apakah perangkat minimal sudah cukup memadai dan mengapa dokumen tambahan mungkin menjadi kebutuhan yang mendesak.
Baca juga: Penguatan SPMI dengan 10 Peran Manajer ala Mintzberg
Apakah Perangkat Minimal Sudah Memadai?
Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 memberikan 4 (empat) perangkat utama sebagai landasan minimal pelaksanaan SPMI. Kebijakan mutu berfungsi sebagai dokumen strategis yang menetapkan visi dan arah mutu institusi. Pedoman PPEPP memberikan kerangka teknis untuk menjalankan siklus penjaminan mutu, sementara standar pendidikan tinggi dan tata cara pendokumentasian memastikan bahwa pelaksanaan mutu dapat diukur dan ditelusuri.
Meskipun perangkat ini memberikan dasar yang kuat, implementasi di banyak perguruan tinggi menunjukkan bahwa perangkat minimal sering kali terlalu generik dan tidak cukup spesifik untuk kebutuhan unik masing-masing institusi. Sebagai contoh, pedoman PPEPP di tingkat institusi biasanya memberikan kerangka besar, tetapi tidak cukup detail untuk mengarahkan pelaksanaan di tingkat program studi. Akibatnya, interpretasi yang berbeda antara unit kerja dapat menyebabkan inkonsistensi dalam pelaksanaan standar.
Lebih jauh, perangkat minimal ini kurang memberikan panduan rinci untuk aktivitas operasional harian. Misalnya, tanpa SOP atau panduan teknis, staf akademik dan administratif sering kali kebingungan tentang langkah spesifik yang harus diambil untuk memenuhi standar pendidikan tinggi yang telah ditetapkan.
Baca juga: Seni Merancang Mission Differentiation Perguruan Tinggi
Mengapa Perangkat Tambahan Dibutuhkan?
Dokumen tambahan seperti panduan teknis, pedoman dan SOP memainkan peran penting dalam melengkapi perangkat SPMI. SOP memberikan langkah-langkah operasional yang jelas, memastikan bahwa standar dapat diterapkan secara konsisten di seluruh unit kerja. Sebagai contoh, SOP untuk kelengkapan evaluasi pemenuhan standar pendidikan tinggi membantu tim audit internal memahami cara memeriksa kepatuhan terhadap standar secara efisien dan akurat.
Panduan teknis, di sisi lain, memberikan detail tentang proses spesifik, seperti pengelolaan penelitian, pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat, atau pengelolaan dokumen akademik. Tanpa panduan ini, standar-standar yang ada, sering kali hanya menjadi dokumen formal tanpa pelaksanaan nyata di lapangan, tanpa ada panduan detail yang menyertainya.
Universitas yang memiliki struktur organisasi yang kompleks dengan banyak program studi dan fakultas tentu memerlukan perangkat tambahan untuk memastikan kelancaran kegiatan dan koordinasi. Panduan dan SOP membantu mengurangi risiko interpretasi yang berbeda, resiko konflik dan mempercepat penyelesaian masalah operasional. Bahkan untuk perguruan tinggi kecil, dokumen tambahan juga dapat meningkatkan efisiensi dengan memberikan arahan spesifik yang menghemat waktu dan sumber daya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!