Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan mempunyai ciri tidak harus terjadi dalam suatu organisasi tertentu. Selain itu juga tidak dibatasi oleh jalur komunikasi struktural, melainkan bisa menjalin jalur network yang meresap secara luas melampaui jalur struktural dan apabila kepemimpinan dibatasi oleh tata krama birokrasi atau dikaitkan dalam suatu organisasi tertentu, penulis menyebutnya bukan seorang pemimpin yang paham akan kepemimipinan melainkan hanya menjalankan manajemen semata.
Berkaitan tentang konsep kepemimpinan dalam Islam, ada satu ungkapan yang selalu  saya pegang dari serat centhini R.A Ronggowarsito yang diambil dari dalam kamus Lisanul Arab disebutkan bahwa kata qaud adalah kebalikan dari kata sauq. Ungkapan yaqudu ad-daabbah berarti memimpin binatang dari arah depan, sedangkan ungkapan yasuqu as-saabbah berarti menggiring binatang dari belakang.
Pengertian secara etimologis ini memberikan isyarat lembut yang intinya bahwa posisi seorang pemimpin adalah didepan. Hal itu supaya ia menjadi penunjuk jalan kebaikan bagi jamaahnya dan membimbing mereka kepada sesuatu kemaslahatan.
Jadi setiap orang menjadi pemimpin wajib mengontrol dalam artian menjadi bumi yang mampu disinggahi dengan penuh kedamaian oleh bawahannya secara konsisten atau secara etimologi yang sering disebut memahayu hayuning bawana.Â
Pemimpin umat adalah para ulama. Pemimpin para raja adalah akal sehat. Pemimpin orang-orang shalih adalah ketaqwaan mereka. Pemimpin pelajar adalah pengajarnya dan pemimpin anak adalah orang tuanya. Sebagaimana penjaga wanita adalah suaminya dan penjaga budak adalah tuannya. Maka setiap manusia yang menjadi pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinanya.
Dalam Islam kepemimpinan identik dengan istilah khalifah yang berarti wakil. Namun kemudian mengalami pergeseran dengan masuknya kata amir atau penguasa. Oleh sebab itu kedua istilah ini dalam bahasa Indonesia sering diasumsikan sebagai pemimpin formal.Â
Namun kalau kita berpacuan kepada Al-Qur'an selaku kitab suci agama islam sependek yang penulis tahu di surat albaqarah ayat 30 telah dijelaskan dan dapat diambil kesimpulan bahwa setiap manusia adalah pemimpin bagi dirinya sendiri Maka kedudukan nonformal dari seorang khalifah juga tidak bisa dipisahkan lagi.
Ada beberapa nilai-nilai kepemimpinan dalam Al-Qur'an yang sampai saat ini menurut saya masih relevan digunakan dalam society 5.0 sebagai wujud transformasional modern; yakni Shiddiq, Amanah, Tabligh, dan Fathonah.
Di era society 5.0 ini terdapat dua landasan yang harus di kuasai yakni kecerdasan buatan dan big data, dengan demikian menjadi pemimpin muslim yang intelgensia  harus mengadaptasi perubahan zaman secara efektif dan benar.Â
Dengan mengandalkan kecerdasan buatan dan menerapkan empat sifat khalifah sebagai seorang muslim, saya yakin pemimpin tersebut akan menjadi suri tauladan yang dapat dicontoh dan selalu menerapkan hukum-hukum islam yang ada dan menerapkannya pada era sekarang.
Dengan demikian, khalifah atau pemimpin di era society 5.0 harus menerapkan keempat sifat tersebut dan selalu terus mengevaluasi dan mengdaptasi ilmu, teknologi dan lain sebagainya yang mengikuti zaman. Sebagai kepribadian muslim intelegensi juga harus tetap terjaga keislamannya dan menerapkan sesuai dengan ajarannya.