Mohon tunggu...
Bagus Sudewo
Bagus Sudewo Mohon Tunggu... Lainnya - Blog

Gen Z | Contributor Writer Yoursay.id

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Edukasi Finansial: Hindari Konflik Sosial Akibat Hutang Piutang

11 Juli 2024   20:08 Diperbarui: 17 Juli 2024   15:46 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu hal yang sangat sensitif dalam menjalin hubungan dengan orang lain bahkan dengan kerabat ialah soal hutang. Peminjaman uang adalah tanda bahwa seseorang membawa masalah finansialnya kepada orang lain yang seharusnya merupakan masalah dirinya sendiri. Kenyataanya hutang piutang pasti diikuti oleh berbagai masalah sosial.

Banyak masyarakat terjebak hutang karena ketidakpahaman tentang risiko dan konsekuensi pinjaman, terutama dari pinjaman online ilegal. Ini menunjukkan perlunya edukasi keuangan yang lebih luas.

Ditambah lagi jika berhutang di pinjol, praktik penagihan utang sering melibatkan ancaman, kekerasan verbal, bahkan fisik. Debt collector sering menyebarkan data pribadi peminjam ke kontak-kontak mereka. Tekanan dari debt collector sering menyebabkan stres, depresi, bahkan kasus bunuh dir. 

Itu kalau berhutang dari pinjol, ada lagi yang berhutang kepada kerabat dan teman. Tidak sedikit cerita warganet yang menganggap yang ia beri pinjaman lebih galak dari dirinya ketika ditagih hutang. Inilah dapat merusak hubungan sosial antara pemberi dan peminjam.

Orang yang berhutang adalah orang yang mengalami tekanan dan stres finansial yang berat. Berhutang dapat membuat seseorang merasa malu atau rendah diri. Ketidakmampuan membayar hutang dapat menimbulkan rasa tidak berdaya. Sehingga ketika ditagih, hal ini dapat memicu reaksi emosional seperti kecemasan, frustrasi, atau kemarahan.

Stigma Sosial kepada Individu yang Tidak Mau Meminjamkan Uang

Stigma sosial dan sanksi informal terhadap individu yang tidak mau meminjamkan uang masih cukup kuat di masyarakat Indonesia.

Budaya gotong royong dan tolong-menolong yang mengakar kuat di Indonesia membuat orang yang tidak mau meminjamkan uang sering dianggap tidak peduli atau pelit. Hal ini sering digunakan penghutang sebagai memberi tekanan sosial pada pemberi.

Masyarakat Indonesia cenderung lebih mengandalkan jaringan sosial dibanding lembaga pinjaman formal untuk berhutang. Akibatnya, orang yang menolak meminjamkan uang dianggap merusak kohesi sosial. Individu yang menolak meminjamkan uang bisa menghadapi sanksi sosial seperti gosip negatif, atau hilangnya kepercayaan dari lingkungan.

Banyak orang merasa terjepit antara keinginan membantu dan kekhawatiran tidak dibayar kembali, yang bisa menimbulkan konflik internal. Tidak sedikit cerita warganet yang diminta uangnya oleh kerabat, ya diminta, kerabatnya terus meminjam namun tidak pernah dikembalikan. Akhirnya terjebak dalam gotong royong semu dimana peminjam tinggal enak menerima uang, dan dirinya pusing karena ada kebutuhan yang tidak terpenuhi.

Dampak Buruk berhutang, Baik dari Sisi Peminjam dan Pemberi

Berdasarkan kasus-kasus yang beredar, ada beberapa contoh nyata terkait penagihan utang yang terjadi di masyarakat Indonesia dan dampaknya terhadap hubungan sosial

Pertama, seorang warga menagih utang Rp 25 juta melalui komentar di Facebook, namun justru dijerat UU ITE dengan tuntutan 2,5 tahun penjara dan denda Rp 750 juta. Ini menunjukkan bagaimana penagihan utang melalui media sosial dapat berujung pada masalah hukum.

Kedua, kasus Afifah Muflichati yang terjerat hutang ratusan juta rupiah dari pinjaman online ilegal. Dia mengalami teror dan pencemaran nama baik melalui pesan yang dikirim ke sekitar 50 kerabat dan rekan kerjanya. Hal ini menggambarkan bagaimana utang dapat merusak reputasi dan hubungan sosial seseorang.

Lalu, kasus di Gresik. Seorang emak-emak melempar mangkuk ke penagih utang dari koperasi, menyebabkan cekcok dan perkelahian. Ini menunjukkan bagaimana penagihan utang memicu konflik fisik dan kekerasan.

Yang paling parah, ada kasus bunuh diri terkait pinjaman online AdaKami. Adanya laporan korban bunuh diri akibat teror penagihan utang yang dilakukan debt collector, bahkan setelah korban meninggal. Ini menggambarkan dampak ekstrim dari tekanan hutang terhadap kesehatan mental.

Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa praktik penagihan utang yang tidak etis dapat memiliki dampak serius terhadap hubungan sosial, mulai dari gangguan komunikasi hingga kerusakan permanen pada ikatan keluarga dan pertemanan. 

Strategi untuk Menolak Pinjaman

Strategi bisa dimulai saat awal kita diminta uang oleh peminjam, kita punya hak untuk menolak. Komunikasikan dengan tegas namun sopan, jelaskan situasi keuangan terkait prioritas keuangan Anda saat ini dan dana telah dialokasikan untuk keperluan tertentu. Gunakan alasan umum seperti "dana sudah dialokasikan" atau "sedang ada pengeluaran besar".

Kita bisa menawarkan alternatif solusi seperti Sarankan opsi pinjaman lain seperti KTA dari bank. Jangan jadi orang yang tidak enakkan dan merasa bersalah, ingat bahwa tidak meminjamkan uang bukan berarti Anda orang yang jahat. Fokus pada hal-hal yang bisa kita kontrol, yaitu keputusan keuangan kita sendiri.

Pentingnya Kesadaran dalam Hal Keuangan

Jadikan literasi keuangan sebagai fondasi. Pemahaman dasar tentang konsep keuangan merupakan langkah awal yang krusial. Tanpa literasi keuangan yang memadai, kita rentan terhadap kesalahan pengelolaan keuangan dan eksploitasi finansial.

Keputusan keuangan individu berpotensi memberi dampak pada orang lain. Sadari bahwa keputusan keuangan pribadi dapat berdampak pada lingkungan sosial yang lebih luas. Misalnya, gaya hidup konsumtif yang berlebihan dapat mempengaruhi norma sosial dan tekanan yang membuat orang lain iri.

Literasi keuangan perlu disebarkan minimal pada keluarga dan kerabat. Dorong penetapan tujuan keuangan yang jelas dengan mengajarkan pembuatan rencana anggaran dan pengelolaan pengeluaran. Jangan lupa juga untuk membangun budaya menabung dan investasi. Ajarkan pentingnya menabung sejak usia dini melalui program money parenting. Berikan edukasi pada usia produktif tentang berbagai opsi investasi, termasuk investasi emas.

Akhir kata, upaya meningkatkan kesadaran sosial dalam urusan keuangan dapat menciptakan masyarakat yang lebih resilient, inklusif, dan sejahtera secara finansial. Hal ini bukan hanya bermanfaat bagi individu, tetapi juga berkontribusi pada stabilitas ekonomi dan kohesi sosial yang lebih baik secara keseluruhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun