Bab 5 berjudul Mempromosikan Militer dan Dwifungsi Kepada Masyarakat Sipil. Seminar 72 melahirkan beberapa proyek untuk mempromosikan peran militer dan revolusi. Salah satu hasil proyeknya adalah Buku Sejarah Nasional Indonesia.Â
Buku ini terdiri dari 6 Jilid yang semuanya ditulis oleh professor dan dosen ternama dari beberapa Universitas yang ada di Indonesia masa itu, seperti Prof. Sartono Kartodirjo dan Marwati Djoened. Nugroho Notosusanto juga berperan dalam penulisan buku ini sebagai penyunting.Â
Namun proyek Sejarah Nasional Indonesia (SNI) sempat mendapatkan kritik dari ahli sejarah Indonesia sejalan juga dengan kritik yang dilayangkan untuk mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Sebagian besar kritik yang dilayangkan berhubungan dengan fakta bahwa guru-guru sekolah pada 1984 mengajar tanpa bahan ajar, karena penyusunan buku PSPB yang belum selesai.
Bab 6 berjudul Menetapkan Tradisi Kemiliteran dan Musuh-Musuh Negara. Generasi militer Angkatan'45 mulai pensiun seiring setelah wafatnya Nugroho pada tahun 80-an. Pada pertengahan tahun 1980, fokus utama sejarah yang semula berpusat pada militer dalam menumpas kudeta menjadi tema-tema yang digunakan untuk melegitimasi insan militer dari generasi-generasi selanjutnya.Â
Proyek pertama yang diselesaikan setelah adanya pergeseran fokus ini adalah Museum Keprajuritan Nasional. Namun museum tetap berfokus pada keberlanjutan dominasi militer dan sejalan dengan rencana pembangunan.
Secara keseluruhan buku ini menarik untuk dibaca dan dijadikan sumber bacaan maupun acuan untuk menyusun karya ilmiah terutama bagi siapapun yang berfokus pada tema kajian sejarah Orde Baru. Jelas, bahwa Katharine sang penulis disini meletakkan pemahaman bahwa sejarah pada masa rezim Orba merupakan alat yang digunakan untuk melegitimasi kekuasaan.
Beberapa hal yang menarik yang didapatkan setelah membaca buku ini adalah buku PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa) yang mungkin diantara para pembaca sekalian pernah mempelajari buku ini semasa SD dan SMP dulu, ternyata buku ini adalah bentukan dari pemerintahan Orde Baru.Â
Presiden Soeharto saat itu memiliki maksud dan tujuan untuk menanamkan kembali nilai-nilai 45 kepada para pelajar dan pemuda generasi bangsa. Menurut beliau, pendidikan sejarah ini sangat berguna untuk mewariskan semangat dan nilai perjuangan bangsa Indonesia selama masa perang kemerdekaan tahun 1945-1949.
Dibalik penyusunan proyek-proyek sejarah pada era Orde Baru, terdapat satu tokoh yang dominan dan hampir dibahas di semua bab yang ada dalam buku ini. Tokoh tersebut tidak lain adalah Nugroho Notosusanto. Selain dikenal sebagai Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nugroho Notosusanto juga seorang penulis dan aktivis yang menaruh hati pada perkembangan sejarah. Atas dasar perintah dari Jenderal A.H Nasution lah Nugroho mulai menyusun proyek-proyek sejarah.Â
Sepanjang karirnya baik sebagai penulis maupun aktivis, Nugroho mendedikasikan dirinya terhadap pemerintah. Termasuk yang dapat kita lihat seperti buku-buku ajar di sekolah maupun universitas seperti PSPB dan SNI merupakan buah karya dari Nugroho Notosusanto.
Jika dilihat dari segi fisik, buku ini memang nampak tebal karena jumlah halamannya sebanyak 459. Namun hal ini tidak menjadikan buku ini tidak layak untuk dibaca. Dari segi bahasa, penempatan kata-kata yang baku namun tidak terkesan ilmiah membuat isi dari buku ini mudah untuk dipahami.Â