Mohon tunggu...
Bagus PutraW
Bagus PutraW Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Robot produksi.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Mengapa Manusia Modern Masih Percaya Mitos?

5 Agustus 2024   09:51 Diperbarui: 5 Agustus 2024   10:03 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi kursi istana. AI

Mitos ini, memang mencerminkan hubungan kompleks antara tradisi, kepercayaan, dan realitas politik di masyarakat. Situasi ini menciptakan narasi bahwa ada "kutukan" yang menyelimuti incumbent yang berniat untuk melanjutkan masa jabatan mereka di Kendal, sehingga masyarakat mulai mempercayai bahwa ada kekuatan gaib yang mengatur jalannya pemilihan.

Kepercayaan akan mitos ini tidak hanya terbatas pada masyarakat awam, tetapi juga melibatkan kalangan terdidik dan modern. Hal ini menimbulkan pertanyaan: mengapa orang-orang modern masih percaya pada mitos yang tampaknya tidak berdasar? Salah satu alasan utama adalah bahwa mitos sering kali menawarkan penjelasan yang sederhana untuk fenomena kompleks dalam politik.

Dalam konteks Pilkada, banyak orang merasa cemas dan tidak pasti tentang hasil pemilihan, sehingga mereka mencari cara untuk memahami situasi tersebut melalui narasi yang familiar dan mudah dicerna.

Selain itu, mitos juga berfungsi sebagai alat sosial dalam komunitas. Masyarakat sering kali menggunakan mitos untuk membentuk identitas kolektif, membangun solidaritas, dan menjalin hubungan sosial. 

Dalam hal ini, kepercayaan pada mitos menjadi bagian dari budaya lokal yang mengikat masyarakat, meskipun mereka hidup di era modern yang didominasi oleh teknologi dan informasi. Mitos memberikan rasa aman dan kontrol dalam situasi yang tidak pasti, seperti dalam proses politik yang sering kali dipenuhi dengan intrik dan ketidakpastian.

Meskipun berada di era modern, masyarakat masih menggunakan mitos sebagai cara untuk memahami realitas yang ada. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menyikapi mitos ini dengan bijak, tidak hanya sebagai bagian dari budaya, tetapi juga sebagai indikator dari dinamika sosial yang lebih luas dalam konteks politik di Indonesia. 

Masyarakat perlu didorong untuk lebih kritis dan berbasis data dalam menilai calon pemimpin mereka, sembari tetap menghargai nilai-nilai tradisi yang ada.

Atau, jangan-jangan mitos seperti ini sengaja dimunculkan sendiri oleh orang-orang di Kendal yang memang ingin terjadi perubahan di sana? Saya pun tidak berani menyimpulkan, dan biarkan masyarakat Kendal mempersiapkan pesta demokrasi dengan riang gembira, tanpa Mas Dico tentunya.(*)

Gambilangu, 5 Agustus 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun