Mohon tunggu...
Bagus Pinandoyo Basuki
Bagus Pinandoyo Basuki Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary, pemerhati hukum dan politik

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Benarkah Perppu 1/2020 Menimbulkan Kekuasaan Absolut bagi Pemerintah?

4 April 2020   09:45 Diperbarui: 4 April 2020   18:40 2228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maka Pemerintah menginginkan hal tersebut dinilai sebagai biaya ekonomi untuk recovery  dan tidak dimaknai sebagai kerugian negara secara umum yang berlaku dalam kondisi normal.

Seakan sadar akan kemungkinan digunakan pihak-pihak yang ingin memanfaatkan situasi untuk kepentingan pribadi, pembuat Perppu membatasi ketentuan ini hanya berlaku bagi Lembaga anggota KSSK yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan.

Lebih lanjut,  rumusan Pasal 27 ayat (2) Perppu 1/2020,

"Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, Anggota Sekretariat KSSK dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan serta Lembaga Penjamin Simpanan dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undangan ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ."

Melalui rumusan ketentuan ini, semakin memberikan gambaran bahwa sesungguhnya kebijakan darurat yang ditempuh Pemerintah melalui Perppu ini sepenuhnya dilakukan dengan itikad baik untuk mengatasi suatu kondisi/kejadian yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.

Dan apabila ternyata dalam pelaksanaan Perppu terdapat pihak yang beritikad tidak baik dan menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka kondisi demikian bukanlah termasuk yang dilindungi berdasarkan ketentuan Pasal ini.

Sebagaimana telah Penulis kemukakan, bahwa  melalui Perppu ini, sejatinya Pemerintah sedang menggunakan kewenangan atributifnya berdasarkan konstitusi dan kewenangan diskresinya sebagaimana diatur dalam UU 30/2014. 

Selain harus memenuhi tujuannya, diskresi atau kebijakan juga harus memenuhi syarat pengambilan diskresi yakni (1) Sesuai dengan tujuan diskresi, (2) Tidak bertentangan dengan tujuan pengambilan diskresi (3) Sesuai dengan Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) (4) Didasarkan pada alasan yang objektif (5) Tidak ada benturan kepentingan (6) Dilakukan dengan itikad baik. (vide Pasal 24 UU 20/2014).

Oleh karena hal tersebut, sepanjang persyaratannya dipenuhi, maka diskresi/kebijakan yang diambil oleh Pemerintah dalam pelaksanaan Perppu 1/2020 ini tidak dapat dipidana dan apa yang diatur dalam Pasal 27 ayat (2) Perppu 1/2020, menurut Penulis sudah tepat dan  tidak perlu diperdebatkan.

Pada dasarnya model perlindungan yang demikian bukanlah hal baru dan justru telah lama dikenal dalam sistem hukum pidana di Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengakomodirnya dengan istilah "alasan penghapus pidana" yang dielaborasi oleh para ahli hukum menjadi 3 (tiga) bagian yakni; alasan pembenar, alasan pemaaf dan alasan penghapus penuntutan. 

Untuk tema pembahasan kali ini, alasan pembenar cukup relevan diketengahkan, yakni alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan menjadi perbuatan yang patut dan benar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun