Mohon tunggu...
Bagus Budiyantono
Bagus Budiyantono Mohon Tunggu... Administrasi - Hamba Sahaya

.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Restrukturisasi, Untung atau Rugi?

13 Desember 2020   07:11 Diperbarui: 13 Desember 2020   08:32 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap lembaga keuangan seperti perbankan pasti memiliki ambisi yang kuat untuk terus memberikan pembiayaan/kredit pada nasabahnya melalui beberapa produk yang ditawarkan, hal tersebut dilakukan tidak lain ialah untuk menjaga agar bank sebagai badan usaha juga dapat terus mengembangkan usahanya serta memenuhi sirkulasi dana yang harus dilakukan pada setiap transaksi. Jika kita melihat lebih awal pada pengertian dan fungsi utama dari bank menurut  Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Bank disebutkan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit/pembiayaan dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. 

Maka dalam hal ini baik  bank syariah ataupun bank konvensional senantiasa memiliki tujuan sama yakni mengintermediasi dua kepentingan dari masyarakat tersebut hal ini sebagai upaya ikut serta dalam peningkatan taraf hidup masyarakat, salah satu bentuk dukungan atau andil perbankan khususnya bank syariah karena bank syariah memiliki dua fungsi yakni fungsi sosial dan fungsi edukasi / sebagai badan usaha dan lembaga sosial dalam upaya ikut serta melakukan peningkatan taraf hidup masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi negara. 

Bank memberikan bantuan pembiayaan kepada nasabah/seseorang yang ingin memiliki suatu barang seperti kendaraan bermotor dan lain sebagainya untuk kepentingan pribadi, usaha atau pekerjaan serta bantuan modal kepada UMKM dan usaha lainnya agar dapat mengembangkan usahannya, terlebih lagi di masa pandemi seperti saat ini. 

Banyak orang yang di PHK dari pekerjaannya dan juga banyak dari sektor usaha yang terdampak terlebih UMKM, pada permasalahan ini peran bank baik bank syariah ataupun bank konvensional sangat diperlukan untuk membantu kesulitan keuangan/permodalan lebih lanjut kepada masyarakat seperti pada sektor usaha agar tetap dapat terus berjalan sehingga perekonomian terus berjalan, lantas bagaimana dengan nasabah yang masih memiliki pembiayaan di bank? 

mereka yang memiliki pinjaman/pembiayaan di bank syariah/konvensional kemudian belum terlepas dari sistim bagi hasil (pengembalian) hingga masa pandemi seperti sekarang akan membuat pihak bank juga bingung, sebab jika pengembalian terhenti, maka ini disebut pembiayaan bermasalah (jika di perbankan syariah), sedangkan di satu sisi bank perlu adanya sirkulasi dana, baik dana masuk melalui bagi hasil yang digunakan untuk melakukan kegiatan lain dalam usahanya salah satunnya ialah untuk disalurkan lagi kedalam bentuk pembiayaan kepada nasabah lain kemudian selebihnya atau margin dari hasil pengembalian atas pembiayaan tersebut akan diakui bank sebagai pendapatan. 

Dalam hal ini Presiden RI dalam keterangan pers hari Selasa 24 Maret 2020 menyampaikan bahwa OJK memberikan kelonggaran/relaksasi kredit usaha mikro dan usaha kecil untuk nilai dibawah Rp10 milyar baik kredit/pembiayaan yang diberikan oleh bank maupun industri keuangan non-bank kepada debitur perbankan. 

Bagi debitur perbankan, akan diberikan penundaan sampai dengan 1 (satu) tahun dan penurunan bunga. Hal tersebut tertuang dalam ketentuan yang mengatur secara umum pelaksanaan restrukturisasi kredit/pembiayaan sebagai akibat dampak dari persebaran virus COVID-19. Bentuk relaksasi yang dikenal ini disebut retrukturisasi, kebijakan ini ialah bentuk kelonggaran bagi nasabah untuk masa pinjamannya diperpanjang sesuai aturan yang berlaku, dan dengan penyesuaian lebih sedikit pengembalian terhadap bank terkait. 

Dari kebijakan tersebut sepintas pastinya akan terlihat memudahkan para nasabah, lantas bagaimana dengan bank ? apakah bank rugi dengan adanya kebijakan ini ? ataukah justru nasabah khususnya UMKM yang rugi ? mari kita lihat satu persatu dari dua perspektif/sudut pandang.

Dari sisi nasabah seperti UMKM, jika kita lihat dari tujuan dilakukannya restrukturisasi ini ialah untuk membantu nasabah khususnya yang memiliki usaha kecil agar dapat terus mempertahankan usahannya meski di masa pandemi, pemerintah mengambil berusaha mengambil jalan tengah dalam kebijakannya melalui restrukturisasi ini agar tidak merugikan kedua belah pihak, ketika usahanya diberikan kelonggaran pengembalian, maka dana yang seharusnya digunakan UMKM ini untuk membayar angsuran/pengembalian dapat dimanfaatkan dulu sebagai upaya mempertahankan usahannya yang sedang dalam masa kritis, sehingga harapannya jika dana tersebut sudah dapat diupayakan dengan maksimal sesuai dengan kebutuhannya lalu kemudian usahanya berhasil keluar dari masa kritis, maka UMKM akan memiliki tambahan dana yang lebih untuk kemudian dapat melakukan pengembalian terhadap pihak bank yang disisi lainnya juga usaha mereka terselamatkan dari ancaman kebangkrutan dan terlilit hutang/pengembalian terhadap bank. 

Hal ini dibuktikan salah satunya yang dibuktikan melalui pengakuan Ibu Indah seorang pengusaha hasil laut berasal dari Galesong Kabupaten Takalar, bahwa usahannya yang telah dijalankan sejak 2018 lalu tetap dapat bertahan di masa pandemi COVID-19 dengan adanya program/kebijakan restrukturisasi dari bank. 

Dengan pernyataan ini sebenarnya memang kebijakan ini tidak merugikan nasabah, sebab kelonggaran merupakan bentuk keringanan. Masalah utama nasabah ketika sedang kesulitan finansial (utamannya) ialah jika mereka harus berhadapan dengan penagihan dari bank (jika dimisalkan tidak adanya kebijakan ini) sehingga nasabah akan semakin pusing dan kehabisan akal, malah akan menimbulkan masalah baru bagi wilayah sekitar jika sampai nasabah melakukan tindak pidana seperti pencurian hanya untuk melunasi angsuran terhadap bank.

Sedangkan jika dilihat dari sisi perbankan, baik bank konvensional maupun bank syariah sebenarnya dalam hal ini memiliki permasalahan dan solusi yang sama terkait kebijakan dari pemerintah, maka kedua jenis bank ini tidak memerlukan pembahasan sendiri-sendiri dalam pembahasan restrukturisasi ini, jika kita kembali terhadap fungsi dan tujuan dari bank ialah untuk menghimpun dana dan menyalurkannya kembali terhadap masyarakat. Artinya, bank dalam kegiatan usahannya memerlukan adanya sirkulasi dalam keuangan mereka.

Jika bank hanya melakukan satu dari dua kegiatan ini maka bank tidak dapat melanjutkan usahannya, maka dengan adanya kebijakan restrukturisasi ini, meskipun jika dilihat sepintas bank mengalami kerugian sebab harus merelakan kelancaran pengembalian dari nasabahnya, namun hal tersebut hanya bersifat sementara, ibaratnya jika kita mau untung lebih besar kita harus mau rugi dulu, atau jika kita ingin usaha kita berlanjut maka harus distimulus dengan mendapatkan income dari pihak yang kita harapkan keuntungan darinnya. 

Maka dalam hal ini bank berusaha untuk mengoptimalkan kembali usahannya melalui kebijakan restrukturisasi, bank memberikan kesempatan nasabahnya kembali normal dulu kondisi finansialnya barulah nantinya nasabah tersebut dapat melanjutkan kewajibannya berupa pengembalian kepada bank. Lebih baik rugi sedikit daripada bank harus kehilangan stabilitasnya dengan tingkat pembiayaan bermasalah/ Net Performing Loan (NPL) yang tinggi, sebab jika NPL tinggi maka artinya nasabah sudah tidak mampu lagi melakukan pengembalian dengan berbagai macam sebab, salah satunya karena nasabah menghilang atau lari dari tanggungjawab. 

Oleh karena itu, selagi nasabah masih beritikad baik dan dengan kerja kerasnya berusaha untuk menuntaskan tanggungjawabnya terhadap bank melalui pembiayaan yang masih ia harus selesaikan, bank juga mendukung hal tersebut dengan berusaha agar nasabah tidak putus asa dan sebab negatif lain yang dimungkinkan akan merugikan bank. 

Dalam hal ini, NPL dapat ditekan dengan melakukan penurunann kewajiban pencadangan sehingga likuiditas bank juga daat lebih terjaga. Hal yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya likuiditas hanya akan dialami oleh bank yang sejak awal telah mengalami kesulitan likuiditas seperti BPR menurt keterangan Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah. 

Di sisi lan, terdapat hal positif juga dalam penerapan restrukturisasi ini yang dialami oleh BRIsyariah, seiring dengan adanya penyaluran pembiayaan dan restrukturisasi, BRIsyariah mencatatkan perbaikan kualitas pembiayaan dengan tingkat pembiayaan bermasalah atau Net Performing Financing (NPF) gross 3,99% dan NPF net 2,49%, kemudian NPF coverage ratio perseroan naik menjadi 71,44 persen dari sebelumnya 27,9 persen di semester 1-2019. Hal ini menunjukkan bahwa BRISyariah lebih berkonsentrasi kepada penekanan risiko seperti terlihat dari NPF yang dapat ditekan dan coverage ratio yang juga menumbuh.

Maka dari uraian dan beberapa fakta terkait, jika ditanya restrukturisasiuntung atau rugi ? lalu siapa yang dirugikan ? maka jawabanya ialah tidak ada yang dirugikan terlebih secara signifikan, sebab namanya bencana terlebih seperti COVID-19 ini sulit diprediksi keberadaanya, terlebih lagi ini jenis penyakit/virus baru meskipun bagian dari pengembangan virus sebelumnya yang setara seperti SARS. Bentuk kebijakan seperti restrkturisasi ini sudah merupakan bentuk kebijakan yang tidak memihak salah satu pihak, kebijakan ini merupakan kebijakan penengah yang digunakan untuk mengantisipasi terjadinya risiko yang lebih besar baik dari sisi perbankan maupun nasabahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun