Mohon tunggu...
Bagus Budiyantono
Bagus Budiyantono Mohon Tunggu... Administrasi - Hamba Sahaya

.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Restrukturisasi, Untung atau Rugi?

13 Desember 2020   07:11 Diperbarui: 13 Desember 2020   08:32 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan pernyataan ini sebenarnya memang kebijakan ini tidak merugikan nasabah, sebab kelonggaran merupakan bentuk keringanan. Masalah utama nasabah ketika sedang kesulitan finansial (utamannya) ialah jika mereka harus berhadapan dengan penagihan dari bank (jika dimisalkan tidak adanya kebijakan ini) sehingga nasabah akan semakin pusing dan kehabisan akal, malah akan menimbulkan masalah baru bagi wilayah sekitar jika sampai nasabah melakukan tindak pidana seperti pencurian hanya untuk melunasi angsuran terhadap bank.

Sedangkan jika dilihat dari sisi perbankan, baik bank konvensional maupun bank syariah sebenarnya dalam hal ini memiliki permasalahan dan solusi yang sama terkait kebijakan dari pemerintah, maka kedua jenis bank ini tidak memerlukan pembahasan sendiri-sendiri dalam pembahasan restrukturisasi ini, jika kita kembali terhadap fungsi dan tujuan dari bank ialah untuk menghimpun dana dan menyalurkannya kembali terhadap masyarakat. Artinya, bank dalam kegiatan usahannya memerlukan adanya sirkulasi dalam keuangan mereka.

Jika bank hanya melakukan satu dari dua kegiatan ini maka bank tidak dapat melanjutkan usahannya, maka dengan adanya kebijakan restrukturisasi ini, meskipun jika dilihat sepintas bank mengalami kerugian sebab harus merelakan kelancaran pengembalian dari nasabahnya, namun hal tersebut hanya bersifat sementara, ibaratnya jika kita mau untung lebih besar kita harus mau rugi dulu, atau jika kita ingin usaha kita berlanjut maka harus distimulus dengan mendapatkan income dari pihak yang kita harapkan keuntungan darinnya. 

Maka dalam hal ini bank berusaha untuk mengoptimalkan kembali usahannya melalui kebijakan restrukturisasi, bank memberikan kesempatan nasabahnya kembali normal dulu kondisi finansialnya barulah nantinya nasabah tersebut dapat melanjutkan kewajibannya berupa pengembalian kepada bank. Lebih baik rugi sedikit daripada bank harus kehilangan stabilitasnya dengan tingkat pembiayaan bermasalah/ Net Performing Loan (NPL) yang tinggi, sebab jika NPL tinggi maka artinya nasabah sudah tidak mampu lagi melakukan pengembalian dengan berbagai macam sebab, salah satunya karena nasabah menghilang atau lari dari tanggungjawab. 

Oleh karena itu, selagi nasabah masih beritikad baik dan dengan kerja kerasnya berusaha untuk menuntaskan tanggungjawabnya terhadap bank melalui pembiayaan yang masih ia harus selesaikan, bank juga mendukung hal tersebut dengan berusaha agar nasabah tidak putus asa dan sebab negatif lain yang dimungkinkan akan merugikan bank. 

Dalam hal ini, NPL dapat ditekan dengan melakukan penurunann kewajiban pencadangan sehingga likuiditas bank juga daat lebih terjaga. Hal yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya likuiditas hanya akan dialami oleh bank yang sejak awal telah mengalami kesulitan likuiditas seperti BPR menurt keterangan Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah. 

Di sisi lan, terdapat hal positif juga dalam penerapan restrukturisasi ini yang dialami oleh BRIsyariah, seiring dengan adanya penyaluran pembiayaan dan restrukturisasi, BRIsyariah mencatatkan perbaikan kualitas pembiayaan dengan tingkat pembiayaan bermasalah atau Net Performing Financing (NPF) gross 3,99% dan NPF net 2,49%, kemudian NPF coverage ratio perseroan naik menjadi 71,44 persen dari sebelumnya 27,9 persen di semester 1-2019. Hal ini menunjukkan bahwa BRISyariah lebih berkonsentrasi kepada penekanan risiko seperti terlihat dari NPF yang dapat ditekan dan coverage ratio yang juga menumbuh.

Maka dari uraian dan beberapa fakta terkait, jika ditanya restrukturisasiuntung atau rugi ? lalu siapa yang dirugikan ? maka jawabanya ialah tidak ada yang dirugikan terlebih secara signifikan, sebab namanya bencana terlebih seperti COVID-19 ini sulit diprediksi keberadaanya, terlebih lagi ini jenis penyakit/virus baru meskipun bagian dari pengembangan virus sebelumnya yang setara seperti SARS. Bentuk kebijakan seperti restrkturisasi ini sudah merupakan bentuk kebijakan yang tidak memihak salah satu pihak, kebijakan ini merupakan kebijakan penengah yang digunakan untuk mengantisipasi terjadinya risiko yang lebih besar baik dari sisi perbankan maupun nasabahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun