Setiap lembaga keuangan seperti perbankan pasti memiliki ambisi yang kuat untuk terus memberikan pembiayaan/kredit pada nasabahnya melalui beberapa produk yang ditawarkan, hal tersebut dilakukan tidak lain ialah untuk menjaga agar bank sebagai badan usaha juga dapat terus mengembangkan usahanya serta memenuhi sirkulasi dana yang harus dilakukan pada setiap transaksi. Jika kita melihat lebih awal pada pengertian dan fungsi utama dari bank menurut  Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Bank disebutkan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit/pembiayaan dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.Â
Maka dalam hal ini baik  bank syariah ataupun bank konvensional senantiasa memiliki tujuan sama yakni mengintermediasi dua kepentingan dari masyarakat tersebut hal ini sebagai upaya ikut serta dalam peningkatan taraf hidup masyarakat, salah satu bentuk dukungan atau andil perbankan khususnya bank syariah karena bank syariah memiliki dua fungsi yakni fungsi sosial dan fungsi edukasi / sebagai badan usaha dan lembaga sosial dalam upaya ikut serta melakukan peningkatan taraf hidup masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi negara.Â
Bank memberikan bantuan pembiayaan kepada nasabah/seseorang yang ingin memiliki suatu barang seperti kendaraan bermotor dan lain sebagainya untuk kepentingan pribadi, usaha atau pekerjaan serta bantuan modal kepada UMKM dan usaha lainnya agar dapat mengembangkan usahannya, terlebih lagi di masa pandemi seperti saat ini.Â
Banyak orang yang di PHK dari pekerjaannya dan juga banyak dari sektor usaha yang terdampak terlebih UMKM, pada permasalahan ini peran bank baik bank syariah ataupun bank konvensional sangat diperlukan untuk membantu kesulitan keuangan/permodalan lebih lanjut kepada masyarakat seperti pada sektor usaha agar tetap dapat terus berjalan sehingga perekonomian terus berjalan, lantas bagaimana dengan nasabah yang masih memiliki pembiayaan di bank?Â
mereka yang memiliki pinjaman/pembiayaan di bank syariah/konvensional kemudian belum terlepas dari sistim bagi hasil (pengembalian) hingga masa pandemi seperti sekarang akan membuat pihak bank juga bingung, sebab jika pengembalian terhenti, maka ini disebut pembiayaan bermasalah (jika di perbankan syariah), sedangkan di satu sisi bank perlu adanya sirkulasi dana, baik dana masuk melalui bagi hasil yang digunakan untuk melakukan kegiatan lain dalam usahanya salah satunnya ialah untuk disalurkan lagi kedalam bentuk pembiayaan kepada nasabah lain kemudian selebihnya atau margin dari hasil pengembalian atas pembiayaan tersebut akan diakui bank sebagai pendapatan.Â
Dalam hal ini Presiden RI dalam keterangan pers hari Selasa 24 Maret 2020 menyampaikan bahwa OJK memberikan kelonggaran/relaksasi kredit usaha mikro dan usaha kecil untuk nilai dibawah Rp10 milyar baik kredit/pembiayaan yang diberikan oleh bank maupun industri keuangan non-bank kepada debitur perbankan.Â
Bagi debitur perbankan, akan diberikan penundaan sampai dengan 1 (satu) tahun dan penurunan bunga. Hal tersebut tertuang dalam ketentuan yang mengatur secara umum pelaksanaan restrukturisasi kredit/pembiayaan sebagai akibat dampak dari persebaran virus COVID-19. Bentuk relaksasi yang dikenal ini disebut retrukturisasi, kebijakan ini ialah bentuk kelonggaran bagi nasabah untuk masa pinjamannya diperpanjang sesuai aturan yang berlaku, dan dengan penyesuaian lebih sedikit pengembalian terhadap bank terkait.Â
Dari kebijakan tersebut sepintas pastinya akan terlihat memudahkan para nasabah, lantas bagaimana dengan bank ? apakah bank rugi dengan adanya kebijakan ini ? ataukah justru nasabah khususnya UMKM yang rugi ? mari kita lihat satu persatu dari dua perspektif/sudut pandang.
Dari sisi nasabah seperti UMKM, jika kita lihat dari tujuan dilakukannya restrukturisasi ini ialah untuk membantu nasabah khususnya yang memiliki usaha kecil agar dapat terus mempertahankan usahannya meski di masa pandemi, pemerintah mengambil berusaha mengambil jalan tengah dalam kebijakannya melalui restrukturisasi ini agar tidak merugikan kedua belah pihak, ketika usahanya diberikan kelonggaran pengembalian, maka dana yang seharusnya digunakan UMKM ini untuk membayar angsuran/pengembalian dapat dimanfaatkan dulu sebagai upaya mempertahankan usahannya yang sedang dalam masa kritis, sehingga harapannya jika dana tersebut sudah dapat diupayakan dengan maksimal sesuai dengan kebutuhannya lalu kemudian usahanya berhasil keluar dari masa kritis, maka UMKM akan memiliki tambahan dana yang lebih untuk kemudian dapat melakukan pengembalian terhadap pihak bank yang disisi lainnya juga usaha mereka terselamatkan dari ancaman kebangkrutan dan terlilit hutang/pengembalian terhadap bank.Â
Hal ini dibuktikan salah satunya yang dibuktikan melalui pengakuan Ibu Indah seorang pengusaha hasil laut berasal dari Galesong Kabupaten Takalar, bahwa usahannya yang telah dijalankan sejak 2018 lalu tetap dapat bertahan di masa pandemi COVID-19 dengan adanya program/kebijakan restrukturisasi dari bank.Â