Mohon tunggu...
Bagus anak wage
Bagus anak wage Mohon Tunggu... -

saya bagus anak wage

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ujung Cerita yang Tak Tuntas

26 Agustus 2011   16:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:27 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiinnn tiiinn...

Suara klakson Mikrolet D-01 Jurusan Kebayoran-Ciputat, memanggil ku. Aku yang baru saja keluar dari gang kossan, sudah ditunggu si supir angkot. Aku berniat menuju kampus ku di bilangan Ciputat Tangerang Selatan. Niat ku hanya pergi ke kampus untuk mengurus nilai selama ku berkuliah empat tahun. Aku mau wisuda bulan ini.

Tak banyak yang ku bawa, hanya kuitansi-kuitansi pembayaran semester per semester, transkip nilai, foto kopi beberapa dokumen, beberapa lembar uang pecahan seratus ribuan yang tersimpan di dompet yang ku taruh di tas dan beberapa lembar foto ukuran kecil serta dua buah telepon genggam.

Aku naik mikrolet dengan tulisan "Kebayoran" berhuruf Arial berwarna kuning menyala serta tulisan D-01ukuran kecil di pojok kiri kaca depan mikrolet ini. Mikrolet yang terawat rapi. Bersih.

Masuk di dalam mikrolet itu, langsung ku pilih tempat di pojok bangku 4. Waktu itu ada tiga orang pria, satu di bangku 6, satu orang di bangku empat tepat disamping ku dan satu lagi di dekat pintu, di bangku kecil. Aku pun merasa aman saat itu.

Aku berangkat dari jalan haji Nawi, Kebayoran, Jakarta Selatan, menuju Ciputat, Tangerang Selatan. Hingga Lebak Bulus tak ada penumpang lain, hanya tiga orang pria tadi dan aku. Kursi di depan samping supir pun kosong.

Tak ada pikiran negatif selama perjalanan, karena memang tepat tengah hari. Curiga pun tak ada, semua normal. Semua biasa.

Hingga di suatu jalan di dekat Gintung, angkot ini berbelok menuju kampus Universitas Muhammadiyah Jakarta, jalanannya menurun tajam. Padahal mikrolet ini tak bertrayek ke jalan ini.

Sontak aku teriak, "kiri bang." Namun pria yang sedari di depan pintu malah merapatkan pintu, gelap seketika, memang kaca mikrolet ini dibuat gelap dan tak terlihat dari luar walau hari masih siang.

Baru aku merasakan keanehan. Gelagat tiga orang tadi menjadi aneh, bahkan membuat ku takut. Aku teriak sejadi-jadinya. Aku ingin segera ke Kampus bukan ke tempat antah berantah.

Saat masa panikku ini, aku belingsatan, teriak dan meronta. Tas yang ku kekap dari tadi dicoba dirampas oleh seorang pria, pria yang duduk di kursi enam. Tarik ulur pun terjadi. Aku terhuyung-huyung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun