Mohon tunggu...
Bagus anak wage
Bagus anak wage Mohon Tunggu... -

saya bagus anak wage

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Skenario Ini Tidak untuk Aku

3 Juli 2010   21:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:07 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“ini mas pesanannya”, ujar pemilik warung. “mungkin karena haus, dia ke mari pesan minuman yang ternyata sama dengan yang mas pesan kemarin”. Lanjutnya. “Terus dia ceritakan hal itu. Lalu dia meminjam kertas dan pulpen”, sambungnya sembari mengambil kertas di dekat tempat gula di samping sebuah termos. “katanya kasihkan ke orang pertama yang datang kesini” tangkas bapak berkumis tebal sembari berjalan ke luar warungnya menuju kea rah ku duduk. “eh ternyata si mas yang datang duluan” ujarnya sembari menghampiri ku dan duduk disampingku.

“ini mas” katanya sambil menyodorkan sehelai kertas yang dilipat empat bagian. “kemarin dia menitipkannya ke saya, karena ini amanat saya gak berani baca”, ujarnya sembari tersenyum hangat.

Kuterima kertas itu dengan hati yang kebingungan dan ku buka perlahan. Ku temukan kata-kata
“aku sedang gulana
aku butuh bahu untuk ku menangis
aku butuh kau untuk ku melepas duka
tapi skenario ini tidak untuk aku”
Untuk pria bercelana oranye.

Aku masih bimbang, bingung, dan tidak bisa berpikir lagi. Apa maksud kata-kata ini? Dan siapa pria bercelana oranye>

Seketika itu, kopi hitam yang ku pesan tersenggol tangan kanan ku ketika melipat kertas. Air kopi panas ini tumpah ke celana pendek ku. Dan seketika itu juga aku sadar, bahwa celana ku berwarna oranye.

Timbul pertanyaan di otak ku dan ku tanyakan ke sang bapak berkumis tebal, “terus perempuan itu kemana pak?”. “dia langsung pulang ke rumah neneknya di Jakarta malam itu juga naik pesawat”, singkap si empunya warung.

Sekali lagi aku terbersit pikiran awal ku tadi dan kata terakhir si perempuan bergaun biru. “Skenario ini tidak untuk aku”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun