Mohon tunggu...
Bagus anak wage
Bagus anak wage Mohon Tunggu... -

saya bagus anak wage

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Skenario Ini Tidak untuk Aku

3 Juli 2010   21:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:07 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku yang membawa gulungan tikar yang mirip risol raksasa itu melangkah dari warung kecil sembari menengoki perempuan bergaun biru di sana. Lagi-lagi ku berpikir, untuk apa perempuan dengan keegoannya yang mau-maunya berbasah-basahan dan berdingin-dinginan di sana?

Ku susuri jalan setapak dari pantai menuju ke tempat aku bermalam yang cuma diterangi cahaya lampu seadanya bahkan nyaris gelap, maklum tarif listrik sedang cari muka akhir-akhir ini, jadi cuma ini yang ku dapat. Tidak jauh juga memang dari pantai tadi ke tempat penginapan ku, jadi tak terlalu was-was akan hal tersebut.

Di depan tempat ku bermalam, ku rogoh kantong celana pendek ku sebelah kiri, ku cari kunci pembuka kamar dengan gantungannya bertuliskan “sweet dreams”. Setelah dapat, ku buka pintu dan langsung menuju ke tempat dimana orang-orang menyebutnya “sweet dreams”.

Ku lempar gulungan tikar yang ku bawa ke pojokkan dekat pintu masuk dan ku langsung rebahkan badan yang 60 kg ini ke kasur putih nan empuk tanpa mandi atau sekedar cuci muka. Ku tutupi mata ku yang terpejam ini dengan bantal yang warnanya putih juga. Aku bahkan tak tertarik menyalakan lampu di kamar ini yang cuma 10 watt, aku takut penyedia tempat bermalam ini kerepotan membayar tagihan listrik nantinya.

Tanpa sadar, entah kapan mulainya, aku sudah terlelap dan terjaga saat sinar matahari yang masuk lewat lubang-lubang gordein (maaf kalo salah tulis, saya tidak tau tulisan versi EYD-nya) mengetuk kelopak mata ku. Aku terjaga, dan segera ku mencari alat pengingat masa, sebuah jam yang ternyata berada di tembok tepat di atas kepala ku. Jam bulat itu berjarum pendek di angka delapan dan berjarum panjang di angka tiga. Itu berarti sudah 12 lebih aku memejamkan mata.

Ubah posisi dari tidur ke duduk, sembari mengucek-ngucek mata, aku langsung terganggu dengan bunyi perut yang berdisko ini. Tanpa berrpikir lagi, aku menuju ke kamar mandi untuk sekedar membasahkan muka dan gosok gigi.

Aku yang masih memiliki beberapa lembar uang dikantong sebelah kanan ini, segera bergegas menuju warung kecil yang dimiliki bapak berkumis tebal yang semalam ku juntrungi untuk melahap lagi roti isi coklat yang bakarannya seala kadarnya itu. Tidak lupa mengunci pintu tentunya, aku membawa kaki ini berjalan 5 Km/jam, cukup cepat untuk orang yang baru bangun tidur dan kelaparan.

Sesampai di warung ku sapa pemilik warung kecil itu, “pagi pak”. “pagi juga mas”, ujar bapak berkumis itu. “mau pesen apa mas?” sambung bapak berkumis tebal sang empunya warung yang ternyata tahu bahwa saya sedang dilanda kelaparan. Pagi ini aku ingin merasakan sebakaran roti isi coklat yang mirip dengan kemarin, tapi minuman yang ku pesan kali ini beda, kopi hitam. Sang bapak berkumis tebal itu dengan sigap mengangkat pinggan dan termosnya.

Bapak berkumis yang sedang mengaduk kopi, gula dan air panas di gelas belimbingnya seketika berkata, “oh iya mas, mba-mba bajunya biru yang kemarin di pantai, jam 9 mampir ke sini loh”. Aku langsung kaget mendengar itu tapi aku hanya diam mendengar sang bapak bicara.

“dia cerita, dia habis bertengkar hebat dengan tunangannya. Padahal malam itu mereka akan membicarakan hari tanggal pernikahan mereka”, ujar si bapak. “tapi dia tak jadi menikah karena hal sepele, entah masalahnya apa dia tak cerita”, lanjut si bapak sembari membolak balik roti isi coklat pesanan ku.

Aku cuma terdiam mendengar si bapak berceloteh. Antara iba, kasihan dan penasaran, aku terus mencoba jaga sikap, toh si perempuan bergaun biru itu sudah bertunangan. Sayang skenario itu tidak untuk saya dalam hati bergumam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun