Mohon tunggu...
Bagus_032
Bagus_032 Mohon Tunggu... -

Menulislah, apapun, jangan pernah takut tulisanmu tidak dibaca orang, yang penting tulis, tulis dan tulis. Suatu saat pasti berguna. (Pramoedya Ananta Toer)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Benarkah Televisi Berbahaya Bagi Anak ?

21 September 2015   20:00 Diperbarui: 21 September 2015   20:42 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber gambar : http://www.opoae.com/2013/03/hal-hal-yang-tanpa-disadari-dapat.html

 

Di era globalisasi saat ini, berbagai teknologi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dapat dikatakan mengalami kemajuan yang sangat signifikan. Dan salah satunya adalah televisi. Televisi mengalami perkembangan begitu pesat seiring dengan perkem bangan teknologi elektronika dan telah menjadi fenomena besar pada abad ini. Televisi seperti sudah menjadi kebutuhan primer setiap orang. Televisi seakan menjelma menjadi barang yang seperti harus dimiliki. Televisi dapat dikatakan mampu merangkul berbagai golongan masyarakat dari kelas bawah, menengah, hingga kelas atas. Penikmatnya pun mencangkup semua umur dari anak kecil sampai ke orang tua. Kriteria televisi yang isitimewa yaitu berupa audio visual atau gabungan suara, gambar dan warna tersebutlah yang membuat televisi disukai oleh berbagai golongan masyarakat dan semua umur. Televisi tidak memerlukan sederetan huruf-huruf seperti media cetak lainnya. Cukup dengan melihat dan mendengarkan untuk dapat menikmatinya. Selain itu televisi juga mempunyai jangkauan yang sangat luas.

Progam-progam yang disajikan kepada penikmatnya pun sudah mulai beragam. Dari mulai takl show, reality show, komedi, sinetron, film, dll. Karena televisi memiliki peran yang begitu besar dalam membentuk persepsi, pemahaman, dan cara berpikir kepada penikmatnya sudah sepantasnya tayangan yang diberikan oleh televisi harus bersifat edukatif, menambah wawasan, memberikan informasi, dan memberikan pengetahuan baru yang positif.  Akan tetapi dewasa ini, banyak kita jumpai tayangan-tayangan yang tidak mendidik dan lebih mengarah ke hal negatif. Sudah banyak kita jumpai tayangan-tayangan yang mengandung kekerasan yang dikemas dalam format acara komedi.

Sebagai contoh : pengisi acara memukulkan property ke pengisi acara lain dan hal itu dilakukan berkali-kali.  Tak hanya komedi, sinetron-sinetron pun juga tak luput menampilkan adegan yang mengandung kekerasan yang dalam hal ini lebih frontal karena didalam adegan kekerasan tersebut menampilkan adegan perkelahian. Selain kekerasan, dalam acara berbau komedi juga menampilkan bahasa dan adegan-adegan yang tidak sepantasnya diucapkan oleh pengisi acara didalam televisi. Bahkan yang lebih parah lagi progam komedi tersebut menampilkan gerakan erotis yang tidak senonoh dengan diiringi alunan musik.

Kemudian apa yang terjadi jika tayangan-tayangan tersebut disaksikan oleh anak dibawah umur secara terus menerus ? Apa dampaknya bagi mereka ?

Bila diamati dari teori kultivasi yang dikembangkan oleh George Gerbner dan teman-temannya (1969) dilansir dari http://muktikomunikasi.blogspot.co.id/2014/03/teori-kultivasi.html (17/9/2015) bahwa tayangan televisi telah menjadi teman keseharian mayoritas atau masyarakat. Teori ini memprediksi dan juga menjelaskan pembentukan persepsi, pemahaman, cara berpikir jangka panjang tentang dunia atau realitas yang sebenarnya sebagai hasil dari mengkonsumsi isi media.. Sebagian besar hal yang kita lihat atau dengar itu berasal dari media.

Bila merujuk pada pemikiran George Gerbner penulis berpendapat bahwa tayangan-tayangan yang tidak mendidik dan lebih mengarah ke hal negatif yang ditayangkan secara terus menerus tentu tidak baik bagi anak dibawah umur. Di usia seperti mereka adalah masa-masa pertumbuhan yang rentan dancenderung meniru apa yang dilihatnya. Tidak heran jika dalam usia tersebut rasa ingin tahu mereka tergolong tinggi. Di sisi lain televisi mempunyai keunggulan penggabungan audio visual dan tidak memerlukan sederetan huruf-huruf.

Dengan hanya melihat dan mendengarkan maka mereka dapat dengan mudah menangkap apa yang disajikan oleh televisi tanpa menghiraukan baik atau tidak bagi mereka. Setelah mereka menyaksikan tayangan-tayangan yang tidak mendidik dan mengarah ke hal yang negatif tersebut terus menerus, secara tidak langsung persepsi, pemahaman, dan cara berpikir mereka mulai terbentuk ke arah yang salah sebagai hasil dari menyaksikan tayangan-tayangan tersebut. Dan hasilnnya akan berdampak ke perilaku yang negatif. Perilaku mereka cenderung akan menirukan apa yang mereka lihat di televisi.

Mereka bisa saja akan mulai menirukannya kepada temannya. Mereka akan mulai melalukan kekerasan seperti apa yang dilihatnya di televisi seperti memukul temannya dengan menggunakan benda. Hal ini tentu sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan kematian. Mereka akan mulai menirukan gaya bahasa seperti apa yang dicontohkan di televisi yang sebenarnya belum saatnya mereka ucapkan. Mereka tidak mengerti jika yang dilakukan dalam televisi tersebut hanyalah setting  belaka.

Perilaku-perilaku tersebut tentu akan berpengaruh ke perkembangan fisik dan mental yang akan berujung pada kemerosotan moral anak. Sebenarnya tayangan-tayangan tersebut tidak bermaksud mengajarkan kekerasan, tetapi lebih mengarah ke unsur komedi dan humor, menunjukkan tingkah laku yang konyol. Akan tetapi para pembuat tayangan-tayangan nampaknya kurang memperhatikan efek yang terjadi kepada penontonnya. Tayangan-tayangan tersebut hanya mengejar rating  dan tidak memperhatikan kebutuhan pemirsanya.

Dalam hal ini perang orang tua sangat diperlukan untuk perkembangan anaknya. Para orang tua harus mendampingi dan memberi arahan tentang baik buruknya tayangan kepada anaknya. Selain itu para orang tua harus melakukan Media Literacy atau Melek Media.

Apa itu melek media atau media literacy ?

Media Literacy atau lebih kita kenal dengan melek media ialah suatu sikap atau tindakan pintar dan kritis yang dilakukan oleh masyarakat khususnya para penerima media dalam memilah-milah sisi positif atau negatif dari suatu informasi. Dilansir dari http://farantlspr.blogdetik.com/2012/03/23/pentingnya-media-literacy-atau-melek-media-dalam-mengkonsumsi-media (17/9/2015). Dalam hal ini lebih ditujukan ke tayangan-tayangan tersebut.

Mengapa para orang tua perlu melakukan melek media ?

Kehidupan manusia sendiri tidak bisa terlepas dari media karena media sudah menjadi teman keseharian manusia. Melek media sangat diperlukan karena para orang tua harus pandai-pandai memilih, menyaring, dan mengkonsumsi tayangan sesuai yang dibutuhkan oleh anaknya. Sehingga anaknya tidak terpengaruh oleh tayangan-tayangan yang kurang baik dan dapat berdampak buruk kepada anaknya.

Orang tua dituntut untuk jeli memilih tayangan yang tepat kepada anaknya. Meskipun televisi sudah memberikan kategori usia penonton yang layak menyaksikan tayangan yang disajikan seperti : SU (semua umur), D (dewasa), R (remaja), BO (bimbingan orang tua), A (anak) orang tua tetap harus mendampingi dan memberi arahan tentang baik buruknya tayangan kepada anaknya. Sudah sepantasnya orang tua memilihkan tayangan yang bersifat mendidik, mengarah ke hal yang positif, bersifat edukatif, memberikan informasi, serta menambah wawasan dan pengetahuan. Akan lebih baik lagi jika jam menonton tekevisi bagi anak dikurangi dan diarahkan ke hal yang lebih positif lagi seperti belajar atau beribadah.

 

 

Referensi

http://muktikomunikasi.blogspot.co.id/2014/03/teori-kultivasi.html diakses pada (17/9/2015)

http://farantlspr.blogdetik.com/2012/03/23/pentingnya-media-literacy-atau-melek-media-dalam-mengkonsumsi-media diakses pada (17/9/2015)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun